Rabu, Agustus 24, 2011

Gerimis Mengajariku


Aku suka gerimis
Walau kadang ia menyebalkan
Aku sangat suka gerimis
Meski kadang ia membuatku kesal

Gerimis,,
Kadang membuatku nyaman
Kadang membuatku senang
Namun tak jarang membuatku bimbang

Gerimis,,
Kau mengajariku banyak hal
Saat ku berdiri
Saat ku berjalan
Bahkan saat berlari

Gerimis,,
Kau selalu memberitahuku
Bahwa semua kan terjatuh
Setelah terbang menjauh

Gerimis saat shubuh tiba, 8 januari 2010

follow me @qhimahatthoyyib

Latihan pertama (atau terakhir) ku..

Selamat pagi senja,, selamt pagi semua,, jarang-jarang aku menemui kalian pag-pagi begini.. banyak sekali yang ingin aku ceritakan..

Di usia yang belum cukup matang tapi mungkin sudah bisa disebut dewasa, aku sama sekali belum bisa naik kendaraan bermotor, yang jadi masalah utama adalah aku tidak bisa mengendarai sepeda motor yang notabene katanya di jaman sekarang ini telah menjadi kebutuhan primer manusia. Jadi bingung,, semakin teknologi bertambah canggih, semakin semua barang dikatakan kebutuhan primer.. -.-" 

Sampai saat ini aku masih berkutat dengan sepeda ontel kesayanganku--tapi milik adikku karena punyaku ukurannya terlalu kecil untuk anak seusiaku--tapi akhirnya, malam itu, sepertinya tanggal 19 aug atau malam 20 ramadhan abi berhasil membuatku belajr untuk pertama kalinya tapi bisa juga untuk terakhir kalinya karena setelah saat itu pun aku tidak mau lagi belajar, sebenarnya bukan hanya hari itu saja abi memintaku untuk belajar, bahkan hampir setiap hari abi selalu berkata "kalo kamu belajar sekarang, yang penting bisa, gapapa g mau make juga.. jadi kalo make punya orangpun ga repot.." atau "ayo nak, belajar.. bermanfaat ko nantinya.." ada lagi "jangan menyesal lho ya kalo nanti butuh sesuatu yang harus pake motor.." dan masih banyak lagi..

Setelah berhasil membujukku malam itu, abi memintaku untuk belajar lagi keesokan malamnya, tapi aku menolaknya, aku tidak mau lagi,, tanya mengapa aku tidak mau belajar mengendarai motor?? aku sendiri saja tidak tahu!


Malam itu, aku pergi ke sebuah tempat penjualan sayur-mayur, belanja untuk esok hari. Abi memintaku untuk memboncengnya. aku deg-degan karena ini pertama kalinya aku mengendarai motor. Tempat penjualan itu ada di seberang jalan raya.. aku takut.. tapi toh akhirnya aku berhasil, merasa cukup bisa atau ketakutanku bertambah? aku tak tahu. sekarang aku berhenti berlatih.. bukan putus asa,, tapi aku tak tahu istilah lain untuknya..

Sayang aku tidak punya foto saat peristiwa langka itu terjadi,,
jadi, siapapun,, bantulah saya, bujuk saya agar mau berlatih lagi mengendarai motor..

follow me @qhimahatthoyyib

Selasa, Agustus 23, 2011

Tirai 2

"Kemarin adalah cerita
Esok adalah masa depan
dan Sekarang adalah hadiah

that's way it called PRESENT,,"


Saat kemarin adalah sebuah cerita, maka cerita adalah sebuah kenangan, jadi sebisa mungkin kita mengisi lembaran cerita itu dengan kenangan-kenangan yang indah..

Ketika esok adalah masa depan,, maka bermimpilah dan ciptakan semua impianmu itu esok,, jadikan esok adalah kemarin yang punya kenangan indah,,

Jika hari ini adalah hadiah, maka perlakukan hari ini seperti sebuah hadiah istemewa yang kau terima, merawatnya dengan baik, menjaganya dengan sempurna, melaluinya dengan indah, dan melakukan yang terbaik, agar hari ini juga menjadi kemarin yang penuh kenangan indah,,

follow me @qhimahatthoyyib



Senja Spesial

Selamat malam Senja..

Senja maafkan aku tidak pernah bisa menemuimu tepat waktu, kadang aku terlalu cepat kadang juga aku sangat terlambat.. karena saat kau tiba aku selalu dipanggil oleh Tuhanku, jadi mau apa lagi?? aku harus menaati-Nya dahulu karena aku adalah abdi-Nya

Tapi senja,, kau pasti tahu,, di bulan yang spesial ini, kau sangat spesial, kau ditunggu oleh semua orang.. aku menulis ini karena banyak fakta.--makanya,, aku memberi judul tulisan ini Senja Spesial--salah satunya saat aku mem-posting sebuah tulisan di facebook-ku, ada seseorang yang memberikan komentarnya,, begini tulisannya :

Aku : "saat sepi menjadi teman, saat gembira hanya impian, tapi dunia,, dengarkan! aku akan kembali ceria saat aku bisa melihat SENJA,,"
Temanku : " Karena senja adalah waktunya kita berbuka... Yeahh!"

Benar kan?? kau sangat di tunggu-tunggu oleh semua orang,, kalo aku sih akan selalu menunggumu Senja,, percayalah! kau harus percaya padaku Senja,,

Senja,, kau sangat spesial bulan Ramadhan ini,, sangat sangat spesial malah, bahkan Nabi bersabda : "...Bersegeralah berbuka saat maghrib tiba." bukankah maghrib adalah saat kau tiba senja?? senja,, kenapa kau sebentar sekali menemaniku? tapi kau harus janji padaku bahwa kau selalu datang menemuiku setiap hari,, tapi senja, sekalipun aku belum pernah foto bersamamu karena,, kenapa ya?? sepertinya karena aku belum menemukan momen dan tempat yang pas untuk foto kita senja,, selain itu aku juga tidak punya kamera, jadi aku tidak bisa sembarangan waktu berfoto,,

Tetapi senja,, aku janji, aku akan berfoto berdua denganmu dengan kamera siapapun, mungkin juga setelah aku punya kamera sendiri,,
Semoga saja Allah masih menemukanku denganmu saat ada waktunya nanti atau saat aku sudah punya kameraku sendiri,,

follow me @qhimahatthoyyib
 

Tirai 1

Pengetahuan tidak untuk dihapal
Pengetahuan adalah segala yang memberi manfaat
-Imam Syafi'i-




follow me @qhimahatthoyyib

Sabtu, Agustus 20, 2011

Tentangmu

by: Ranu Sopa
Selepas Ashar, 30 Nopember 2007

Bismillah
Assalaamu’alaikum. wr. wb.


Dear, manisku.


 
Sore ini aku sepi. Saat semua orang ramai berkumpul, aku makin senyap, menepi dalam dinginnya rindu padamu. Mengingatmu justru membuat hatiku makin sepi. Berteman sendiri, aku memilih menyepi. Memberanikan diri menulis surat ini, untukmu.
 

Ah.. bukankah dulu kau yang selalu menemani disamping meja ketikku? sambil kau bawakan secangkir kopi yang kau tuang bersama cintamu yang lembut. Ah manisnya. Akankah indah masih meretasi hariku? Senja semakin memerangkapku dalam sepi yang meggigit. Sepi yang selalu ingin kubagi bersamamu, kala kau ada di sini, di sisiku.

Lembayung masih mengabut dalam sepi halaman rumah kita. Sunyi merambat lambat, mengiringi senja yang terasa panjang bagiku. Suara mesin ketik ini pun seperti tertelan sunyi, memahat kosong yang perlahan menelusup hatiku. Aku ingin berdamai dengan sepi, lalu bercerita tentang kisah yang terkenang tentangmu.
Ingin kukabarkan berita hatiku padamu. Aku sekarang sehat. Cukup sehat untuk sekedar menulis kabar hatiku hari ini. Aku sangat kuat untuk terus tidak melupakanmu, untuk terus mengenang panjang perjalanan kita.
 

Tahukah kau? Seminggu ini aku tidak lagi minum obat. Dokter yang menganjurkanku berhenti. Justru saat bisa pergi dan mendampingimu adalah harapan terbesarku, dokter mengatakan bahwa aku sudah cukup sehat. Dia mengecewakanku.

O iya, aku sekarang rajin minum susu. Justru disaat tak ada dirimu di sisiku yang memarahiku karena aku selalu mangkir dari jadwal minum susu sebelum tidurku. Saat tak ada bawelanmu yang kini justru amat kurindukan. Dan sekarang hanya tertinggal dua pesanmu yang kau tuliskan besar-besar di pintu kamar, “JANGAN LUPA MINUM SUSU!”. “ITU OBATNYA DIMINUM JUGA, TIAP PAGI DAN SORE!”. Ha.ha.ha.. kau memerangkapku dalam pesanmu. Dan anehnya, aku justru patuh pada tulisanmu itu.
Kenapa sekarang tulisanmu lebih berbermakna bagiku dari pada omelanmu tempo dulu? Ah, aku kangen.
……….
Kau adalah penghias indah rumah kita. Indah, karna selalu kau isi gubuk mungil ini dengan warna aroma surga. Teduh dan lembut suaramu setiap petang melantuntkan senandung surgawi, masih mengisi ruang nostalgiaku saat ini. Di setiap petang itu pula kau ajari anak-anak kita senandung-senandung surga itu.
Dan sekarang, aku harus menjaga rumah surga kita sendirian, untukmu.

Serasa baru kemarin rumah kita riang oleh anak-anak. Ramai oleh kenakalan mereka yang justru membuat kita tersenyum demi mengingatnya. Dan omelan-mu yang khas demi menjaga surga kita dan seluruh isinya tertib dan nyaman masih terngiang di benakku.


Abaah, jangan lupa nanti mampir ambil pesanan ummi di tempat bu’ Jum!. Susunya diminum itu, ummi sudah buatin juga!” teriakanmu dari dapur belakang pagi itu. Seolah tahu kalau aku pasti akan melewatkan meja makan tanpa menoleh susu buatanmu.

Nisa, ayo cepet selesaikan makannya Nak! Abah dah mau berangkat itu lho!. Ini buku gambarmu, Ummi masukkan tas ya! pensil gambarnya sudah Ummi raut juga. Ayo sini salim sama ummi dulu!”
MasyaAllah. Nina, itu kan barusan ummi bereskan. Kok sudah kamu berantakin lagi!!!”. Kau mengomando seluruh pagi itu dengan sukses.

Kau adalah yang terhebat bagiku, ibu terbaik bagi anak-anakku. Sepagi itu jalan kerja pikiranmu telah bercabang-cabang memikirkan semuanya kebutuhan penghuni surga kita, sambil secara simultan kau kerjakan semua itu. Seremonial pagi sudah pasti berada dalam komandomu. Dan kami para penghuni lainnya pasti akan patuh.
 

Dan sore harinya, senyum melatimu selalu menyambutku yang membawa pulang beban lelah dari rutinitas harian seorang pegawai percetakan bergaji rendah. Sambil kau suapi dua bidadari kecil kita. Mereka sudah cantik-cantik dan rapi. Lihatlah wajah mereka yang putih-putih, membekas bedak “Rita” baby yang kau usapkan setiap selepas memandikan mereka. Mereka lucu-lucu. Hilang seketika lelahku.
 

Semua itu masih berlanjut di meja makan kita. Kau sangat piawai mengelola acara makan malam kita, dan merubahnya menjadi pentas monolog cinta. Kau penceritanya dan aku satu-satunya penonton dan pendengar yang baik.
 

Belum juga satu piring nasi kau habiskan, berpiring-piring cerita telah kau keluarkan meluncur dari bibirmu. Seri pertama cerita ulah kelucuan Nina, si-kecil yang sudah mulai bisa berjalan dan berbicara cadel-cadel. Seri-kedua tentang Nisa yang nangis karena dipukul teman kelas Nol Besarnya. Seri ketiga biaya masuk SD yang mahal. Lalu seri ibu-ibu tentangga yang suka nge-gosip, seri tukang kredit keliling, seri Bu’ Jum, seri gorden, seri grendel pintu lepas, seri ledeng mampet, seri to be continued. Ha.ha.ha., kau menumpahkan sepanjang siangmu di petang itu.
 

Aku menyayangimu sebesar kasihku padamu. Monolog itu adalah bukti kalau sehari ini kau telah memikirkan banyak hal. Sambil kau kerjakan seabreg tetek bengek pekerjaan rumah seharian. Melulu di rumah dengan urusan ruimah itu-itu saja tanpa teman yang bisa kau ajak ngobrol. Kau pasti juga merasakan jenuh. Hingga kau tumpahkan semuanya padaku, petang itu. Dan anehnya, aku menyukai itu. Itulah yang kurindukan saat kepergianku tiap hari. Itulah penghibur kala lelahku di sore hari.
Terima kasih cintaku.
………
Aku ingin mengenangmu dalam rindu.
Seperti rindu padang gersang pada derap rinai hujan.
Adakah kau pun merindu wahai melati berselimut sunyi?
Kau sudah jauh berbeda ketika pertama kali aku mengenalmu. Dulu kau memang sunyi. Pendiam dan tak tersentuh. Hingga dua hari pernikahan kita, sama sekali aku belum mendengarkan suaramu. Meski kau terlihat ramah dengan orang lain dan orang tuamu, tak sedikitpun kau berbicara untukku.
 

Pilihan keputusan orang tua kita telah memerangkap kita. Menghapuskan senyum dari wajahmu, merampas habis semua ceria masa mudamu. Pernikahan yang sesungguhnya tak kau inginkan. Pernikahan yang sama tak kuinginkan pula. Dinikahkan dengan pria yang sama sekali tak kau kenal, pria yang bahkan baru kau tahu wajahnya saat pernikahan itu adalah pengorbanan terbesarmu. Beban yang terlalu berat untuk kau tangung. 

Aku bisa memahami itu. Karna aku pun dalam posisi yang sama sepertimu; tidak ada pilihan untuk memilih.
Hanya perasaan tidak ingin mengecewakan orang tua kita saja, maka kita bertahan. Meskipun aku merasa, ini adalah ujian terberat bagi kita waktu itu. Sikap diammu menenggelamkanku dalam bimbang dan ketidakmengerian. Menggiringku dalam sakit, kecewa, dan penyesalan yang dalam pada diriku sendiri . Adakah salah dalam semua ini, hingga tak henti tangismu terurai di tiap malammu?
 

Lewat tengah malam kedua setelah pernikahan kita, aku makin rasa sakit itu, ada sesak memenuhi dadaku. Semua terasa semakin berat bagiku, aku pasrah. Yaa Allah.., adakah salah dalam semua ini? Malam ini ijinkan aku mengadukan semua kesah hatiku pada Mu. Inilah batas kemanusiaanku Tuhanku, aku menyerah.
Lemahku mendorongku mengambil air wudlu dan sajadahku, lalu ku hamparkan semua keluh kesahku pada-Nya.


Di hadapan Yang Maha Agung, hatiku gerimis, tertelan ketidakmampuan dan kelemahanku. Gerimis yang seketika menjadi deras membanjiri pipi dan sajadah di setiap sujudku. Selepas dua rakaat pertamaku, Subhanallah, aku melihat wajahmu disana. Mengenakan mukena putih, berdiri anggun di samping belakangku. Dan itu pun cukup memberi isyarat bagiku. Dan malam itu, adalah sholat jama’ah kita, pertama kalinya.
Lalu malam nyelimuti sholat-ku dalam haru. Keluh, kesah, dan kesedihan seketika menyesak bersama setitik kebahagiaan yang syahdu dan kepasrahan yang mengharu biru bertubi-tubi memenuhi dadaku. Lalu menyeruak dalam tangisku.
 

Samar kudengar isak tangismu di belakangku. Adakah kau merasakan yang sama wahai cintaku?
Dan biarlah tangis memenuhi ruku’ dan sujud kita wahai hatiku. Meski tanpa kata, kita sepakat menyerahkan semuanya pada-Nya, pada Sang Maha Pemberi Pilihan Terbaik.
Allah, Yaa Rabbiy,
Yaa Rahmaan, Yaa Rahiim
Kalau air mata ini mengalir, inilah air mata kelemahan kami. Tapi ujian ini begitu berat bagi kami, wahai Tuhanku.

Wahai Penggenggam Hati kami,
Jikalau…..,
ini semua bisa lebih mendekatkan kami pada-Mu dan ampunan-Mu.
Maka ajarkan kami bahasa ikhlas dan kekuatan sabar.

Kalau memang…,
ini semua Kau perlukan untuk menebus dosa dan hutang amal kami pada orang tua kami…, maka ambillah!
Karna meskipun tak akan pernah sebanding, biarlah ini menjadi pengorbanan terbesar kami untuk mereka.
Lirih di belakangku, kudengar suaramu selepas sholat kita,
“Saya minta maaf. Saya hanya masih perlu waktu untuk mengikhlaskan hati menerima semua ini”.
Aku mengerti,. Dan untuk pertama kalinya, aku mendengar suaramu.
Hari keempat aku membawamu pindah kerumahku. Rumah yang kita tinggali hingga sekarang. Meskipun ukurannya mini, rumah kita punya pekarangan yang rindang, cukup luas untuk bermain anak-anak dan kau menanam sayur-mayur di sana.
 

Kita sudah mulai banyak berkomunikasi waktu itu. Tapi kau belum banyak berubah, murung dan tak tersentuh. Seumpama melati, kau adalah bunga yang kehilangan mekarnya. Seperti rembulan pejam yang kehilangan cahaya jiwanya.
 

Sudah empat hari. Dan aku masih belum bisa menghadirkan senyum di wajahmu, mengembalikan cahaya hidupmu. Berpisah dengan orang tua tercintamu mungkin adalah yang terberat, setelah dua puluh tahun mereka menaungimu dan menjagamu. Tangismu tak henti ketika kau peluk ibumu dan bapakmu. Mereka pun terus berupaya menguatkanmu meski mereka berdua juga bercucuran air mata demi melepas putri pertamanya pergi. Aku sempat merasa bersalah waktu itu. Memisahkanmu dengan orang tuamu semakin membuatmu layu. Tapi karna itulah, aku semakin bertekat akan mengembalikan cahaya di hatimu. Dan membuktikan bahwa pilihan mereka benar tentang kita.
 

Sore itu adalah pertama kalinya kau memasakkan makan untukku. Kau masih tampak canggung dan kikuk. Kau hanya menunduk dan tampak ragu saat menyajikan makanan di depanku. Padahal kata orang rumah, kau adalah pemasak yang hebat, sehebat ibumu.
 

Aku terdiam sesaat setelah suapan pertamaku masuk ke mulutku. Kau tampak terpaku demi menyaksikan momentum suapan pertamaku. Ada gelisah di wajah dan matamu. Kau pasti sudah berfikir macam-macam tentang reaksiku waktu itu. Kelangsungan keluarga barumu dipertaruhkan di suapan pertamaku itu.
Meski penuh ragu, kau mulai berreaksi terhadap sikap diamku.
“Kenapa Mas? Tidak enak ya?” tanyamu perlahan.
Aku menggeleng.
“Asin ya?”
Aku menggeleng lagi.
“Ada yang kurang ya?”
Kali ini aku mengangguk perlahan.
“Kurang… garam?” tanyamu ragu-ragu, mencoba memastikan
Aku pun menggeleng lagi.
“Lalu kurang apa?”
“Kurang senyum” jawabku.
Dan sore itu, pertama kalinya kutemukan senyummu.
Selembar kain lap meja mendarat tepat di wajahku, kau memang melatiku
……..
Dulu, aku ingin seorang anak laki-laki lahir dari rahimmu. Aku tahu kau pun sangat mengiginkannya. Kau bahkan sudah memepersiapkan sebuah nama jika anak kedua kita lahir laki-laki. Namun seorang bidadari cantik yang kembali Allah anugerahkan untuk kita. Hingga kehamilanmu yang ke tiga, harapan itu masih ada. Lalu peristiwa itu terjadi. Allah mengambil kembali anak kita sebelum genap enam bulan usia kehamilanmu. Allah pun berkenan mengambil rahimmu, memupuskan harapan kita memiliki enam orang anak. Sekali lagi kau tunjukkan kesabaran dan ketabahanmu. Kamulah yang meyakinkanku tatkala keterguncanganku karnanya. Bahwa ini takdir yang dipilihkan Allah untuk kita.
 

Itulah yang selalu ku kagumi darimu. Karena di balik sifat cerewetmu tersimpan kesabaran yang luar biasa.
Kesabaran yang kembali kau tunjukkan saat dua putri kita akhirnya menikah dua tahun lalu. Dan dari mereka berdua ternyata lahir pula dua orang bidadari yang cantik. Aku masih ingat harapanmu dulu “Setidaknya cucu kita nanti ada yang laki-laki”. Tapi ternyata Allah punya bahasa lain untuk cinta kita. Kau pula yang telah menunjukkan padaku di bulan awal pernikahan kita dulu, bahwa mungkin bukan pilihannya yang salah maka kita dinikahkan. Hanya mungkin kita belum tahu jawabannya waktu itu. Karena bukan pilihan itu yang salah, tapi bagaimana menyikapi pilihan itu yang kadang kita keliru. Kita tak akan pernah tahu di mana takdir kita bermuara, sampai kita meretas pilihan itu. Karena hidup tak selalu seperti yang kita inginkan. Tapi Allah Maha Tahu, dan memilihkan untuk kita apa yang sebenarnya kita butuhkan.
…..
Suaramu yang lembut menyapaku, di suatu malam, tiga bulan yang lalu.
“Mas..”. Ah, bahkan saat usia pernikahan kita telah beranjak seperempat abad, kau masih setia memanggilku dengan panggilan itu.
“Kalau Allah berkenan memanggilku lebih dulu, apakah Mas akan menikah lagi?”. Apa…?? Aku terkejut demi mendengar pertanyaanmu.


Bukankah justru aku yang seharusnya menanyakan itu sayangku?
Bukankah aku yang justru saat ini terbaring lemas bertarung melawan bronkitisku?
Bukankah kau yang selama empat tahun ini menemaniku di sisi pebaringanku?
 

Kaulah yang terus mengingatkan dan membantuku saat aku harus minum obat setiap hariku?
“Dik.., kalau toh semuanya benar terjadi, harusnya akulah yang lebih dulu.” Sungguh aku mencintaimu.
Bagai mana pula aku bisa berpaling darimu melatiku? Karena semua yang kau berikan selama ini sudah cukup untuk membuatmu, tak tergantikan.
…….
Sore ini, hari ke tiga puluh sembilan. Aku mulai sepi.
Malam keempat puluh, semenjak kau berjuang melawan serangan mematikan itu. Hanya tiga jam. Tiga jam setelah kau berjuang keras mempertahankan jantungmu, Allah berkenan mengambilmu kembali dari sisiku.
Tapi sekarang aku ikhlas. Aku yahin, Allah memanggilmu karena kau telah menunaikan semua tugasmu.
Kau telah menunaikan tugasmu dengan baik wahai hatiku.
….
Karena sekarang aku sehat. Sangat sehat untuk menulis surat ini untukmu. Meski entah harus kukirimkan kemana, aku hanya rindu. Dan inilah obatku.
Aku sangat sehat untuk terus tidak melupakanmu. Menjaga rumah surga kita sendirian, untukmu. Dan untuk menunaikan tugas terakhirku di dunia ini.
Terima kasih telah menemani hariku, menapakkan jejak-jejak cinta diruas jalan kita. Dan atas anak-anak surga yang kau lahirkan dari cintamu.
Semoga Allah mempertemukan kita di Jannah-Nya. Amin.
Salam sayang,

‘Mas’mu
Eyang-nya Adel dan Farah,
dan mujahid kecil yang belum sempat diberikan nama, lahir tiga hari yang lalu.
Aku ingin dia diberi nama Abdur Rahman.
Seperti nama impianmu.


follow me @qhimahatthoyyib

Kala Aku Jatuh Cinta..

Ya Allah... Kini aku telah jatuh cinta. Kepada gadis bernama Fulanah. Hatiku terpaut kepada keluhuran akhlaknya, jiwa pengasih & penyayangnya kepada anak-anak kecil, tegas ketika diri menjadi bual-bualan para lelaki, sopan santun kepada orang tua.

Ya Allah... Tak pernah aku dapati dia mengeluh & keruh perkataan kala kesusahan, duka lara menimpa dirinya. Tak pernah aku dapati dia sesumbar serta berbangga diri berlebih kala dia mendapati kebahagiaan. yang terdengar hanyalah kalimat istighfar. Yang terdengar hanyalah kalimat kesyukuran.

Ya Allah... Tinggi ilmu yang Engkau titipkan kepadanya, telah tampak di setiap santun kata, bahasa, yang keluar dari lisannya, dan cara dia memperlakukan dirinya dengan pakaian-pakaian yang engkau anjurkan untuk istri para nabi dan orang beriman.

Ya Allah... Dia lebih memilih diam daripada menggunjing orang. Dia lebih senang mendengar celoteh seorang bayi dan lantunan Al-Qur'an daripada caci maki berantakan. Dia lebih memilih mengasingkan diri daripada berbuat yang mungkar. Dia lebiih memilih berkasih sayang bersama keluarga daripada jalan-jalan tanpa arah.

Ya Allah... Dia seorang pemaaf bukan pendendam. Telah tampak ketika hujatan-hujatan fitnah mengarah kepadanya yang di lemparkan oleh Fulan, dia mendahului menjenguk daripada teman-temannya kala Fulan sedang tertimpa musibah bersama sahabat karibnya.

Ya Allah... Dia seorang dermawan. Telah tampak ketika rona bahagia terpancar di wajahnya, kala berbagi dengan anak yatim beserta fakir miskin dan golongan orang-orang tidak mampu.

Ya Allah... Dia lebih senang memoles wajahnya dengan air wudhu dan sunnah yang di ajarkan oleh Kekasih-Mu daripada bersolek, bermanja-manja diri menghias diri.


Ya Allah... Hatinya sangatlah halus. Telah tampak, ketika sahabat karib atau saudaranya di dzalimi dengan perkataan buruk di hadapannya, dia selalu menangis dan memeluk sahabat karib atau saudarannya itu.

Ya Allah... Kedua tangan dan kakinya sangatlah ringan untuk membantu, kala dia dapati kabar para saudaranya semuslim, sebangsa terkena bencana. Namun kedua tangan dan kakinya sangatlah berat untuk melangkah ke jalan yang bukan berpilar Ridho-Mu.

Ya Allah... Ketika di dekatnya, pandanganku tiada mampu melihatnya lebih lama. Qalbuku bergetar hebat. Tangan dan Kaki serasa lumpuh. Mulut terbungkam. Dzikir memuji nama-MU berkumandang.

Subhanallah... Bidadarikah dia ? Sungguh semua syairku tiada artinya bila dibanding dengan keindahannya.

Ya Allah... Aku tak kuasa berkata cinta, aku tak mampu bersyair melukis keindahannya, Aku tak punya keberanian akan hal itu. Seakan menciut seperti semut.

Duhai yang Maha Agung, Duhai yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Karena ketidakmampuanku itu aku bermunajat Kepada-Mu. Jika Engkau utus dia untuk menjadi ibu dari anak-anakku, segerakanlah halalkan aku untuknya. Namun jika Engkau lebih meridhoi aku menjadi Imam bagi orang lain, sungguh ! aku penuh harap kepada-Mu untuk tidak mencondongkan hati ini kepada Fulanah, memegang amanah-Mu sebagai Imam sehingga tak mengundang datangnya Amarah-Mu, Keridhoan-Mu, dan Bencinya Rasul-Mu. Rabbana Atina Fiddunya Hasanah Wa Fil AaKhirotti Hasanah Wa Qinna'adzabannaar.... Aaaamin... Aaaamin... Ya Rabbal'Alamin...


Reynando. A. Z
Sidoarjo, 20 Agustus 2011

follow me @qhimahatthoyyib

Jumat, Agustus 19, 2011

Nasi Goreng 'SENJA'


Akhirnyaaa,,, saat itu, 31 mei 2011 adalah pertama kalinya setelah beberapa tahun aku tidak merasakan kenikmatan nasi goreng yang tiada tara, dan saat itu pula aku tahu nama si penjual nasi goreng kesukaanku tersebut, namanya Cak To dan masih bersama istrinya ditambah seorang pegaawai, sekarang warungnya berada di kawasan Semolowaru Selatan, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Dan sampai saat ini aku telah merasakannya 6 atau 7 kali.

Entah mengapa sampai saat ini—sudah 18 tahun—Aku suka sekali nasi goreng,, (sampai-sampai aku ingin sekali berbisnis nasi goreng nanti saat usiaku sudah matang dan menamakannya dengan nasi goreng ‘Senja’ dan mendekorasi ruang dengan kehangatan yang ditawarkan senja, dengan diiringi lagu bernuansa senja) kemungkinan terbesar adalah saat pertama kali aku merasakannya, aku sangat terpesona dan merasakan kenikmatan yang tak terhingga dan mengalahkan kelezatan makanan apapun dan dari manapun, jujur saja (maaf Bunda, aku tidak bermaksud tidak menghargaimu,,) tak terkecuali masakan ibuku.

Kisah ini berawal dari sebuah tempat di kawasan Semolowaru, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Di kawasan yang tidak elit inilah pertamakali—yang aku ingat—nya aku mengawali hidupku. 

SEMOLOWARU UTARA, TK RADEN PATAH begitulah tulisan yang terpampang di gapura kawasan tersebut. Tidak jauh dari kawasan tersebut, di seberang jalan(yang dahulu—13 tahun yang lalu—di seberang sungai), ada seorang penjual nasi goreng, seorang pria yang selalu ditemani istrinya dalam berjualan,, warung yang sederhana, aku bahkan tak tahu apa nama warungnya—kemungkinan besar karena aku belum bisa memperhatikan hal-hal detil seperti itu karena usiaku yang masih terlalu kanak-kanak—apalagi nama penjualnya. Di warung itulah pertama kalinya aku merasakan masakan bernama NASI GORENG, saat suapan pertama aku masukkan ke dalam mulut kecilku, aku merasakan kenikmatan yang tak terhingga, seolah-olah kenikmatan bumbu di dunia ini berada dalam mulutku,, aromanya yang khas, rasanya yang luar biasa meski warung si penjual sangat sederhana,, nasi goreng yang SEMPURNA! 

Sayangnya 2 tahun kemudian aku harus pindah dari tempat tinggalku yang mungil itu untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, Sekolah Dasar Islam MARYAM di kawasan Manyar, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Orangtuaku pun tahu bahwa aku suka sekali nasi goreng sejak kami—ayah, bunda, dan satu adikku—membelinya beberapa kali di kawasan Semolowaru dulu, maka yang pertama kali aku cari adalah penjual nasi goreng. Setelah membeli nasi goreng di berbagai tempat, ternyata aku tidak menemukan nasi goreng  yang rasanya seenak nasi goreng kesukaanku, orangtuaku pun berpendapat demikian, akhirnya nasi goreng Semolowaru menjadi favoritku dan keluargaku. Manyar-Semolowaru jaraknya tidak terlalu jauh, jadi tidak masalah jika beberapa kali kami membeli nasi goreng disana, namun yang menjadi masalah adalah,,

4 tahun kemudian aku harus pindah dari Manyar, karena ayahku telah memutuskan untuk membeli rumah—karena selama ini mengontrak—di kawasan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Aku melanjutkan pendidikan dasarku di sebuah lembaga Madrasah Ibtidaiyah NURUL ISLAM. Belum sampai setahun aku berada di sana, aku sangat kangen dengan nasi goreng Semolowaru kesukaanku, sayangnya saat kami—orangtuaku—berkesempatan pergi ke Semolowaru, warung itu sudah pindah tempat kata orang-orang sekitar, Alhamdulillah, selang beberapa menit mencari, ayahku yang hebat dalam menemukan sesuatu, akhirnya menemukan warung tersebut, memang agak jauh tempatnya dari tempat semula. Mulai saat itulah aku sudah tidak bisa lagi sering-sering menikmati nasi goreng kesukaanku itu. Apalagi setelah itu,, 

2 tahun kemudian aku lulus sekolah dasar dan melanjutkan pendidikanku di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren AMANATUL UMMAH di kawasan Siwalankerto, Surabaya, JawaTimur. Meskipun ada di Surabaya, tempat ini lumayan jauh dari Semolowaru apalagi dalam suasana pesantren aku tidak sering ditengok orangtua. Jadilah selama tiga tahun aku berada di sana, aku hanya 5 kali menikmati lezatnya nasi goreng semolowaru kesukaanku tersebut, karena sampai saat itupun aku tidak menemukan nasi goreng yang lebih lezat bahkan menyerupai nasi goreng semolowaru itu. 

3 tahun kemudian, Allah menakdirkanku bersekolah di Madrasah Aliyah negeri INSAN CENDEKIA di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia. Selama 3 tahun berada di sekolah tersebut, aku hanya beberapa kali pulang ke rumah, sepertinya hanya 4 kali, itu yang aku ingat. Jadi setiap kali aku pulang, aku selalu meminta kepada orangtuaku untuk membelikan nasi goreng semolowaru kesukaanku itu namun lagi-lagi, tempat nasi goreng itu pindah, dan ayahku tidak menemukannya di kali pertama aku pulang ke rumah. Padahal aku sangat merindukan kenikmatnya, karena meskipun sudah sampai Tangerang, aku tidak menemukan nasi goreng dengan rasa yang begitu nikmat, yang bisa dibilang nikmatnya sampai suapan terakhir dan sepertinya hukum gossen tidak berlaku pada nasi goreng yang satu ini karena aku telah membuktikannya,, Alhamdulillah, saat aku pulang kedua sampai keempat kalinya, abi telah menemukan tempatnya dan akhirnya aku sempat merasakan nikmatnya hidup dengan nasi goreng,,

Dan sekarang aku kembali ke Surabaya, berada di ITS membuatku dekat dengan nasi goreng kesukaanku, begitulah sampai sekarang, rasa dan aromanya yang masih sama, kenikmatan nasi goreng yang tiada tanding, nasi goreng Cak To--sekarang di SEMOLOWARU SELATAN--berada di hatiku selama kurang lebih 13 tahun,, nikmatnya yang SEMPURNA dan harganya yang murah harus kalian rasakan juga teman,, serta tunggulah sampai aku menggantinya dengan nasi goreng ‘Senja’ yang LEBIH SEMPURNA.

follow me @qhimahatthoyyib

Senin, Agustus 08, 2011

Mencoba Menunggu


“...........
Ia pikir hanya ia yang menunggu?? Memangnya ia pikir aku tidak menunggu??  Ia pikir aku tidak menyukai seseorang dan menunggu orang itu?? Kita sama-sama menunggu bukan?? Dan kau ta, apakah kau tidak menunggu, tentu saja kau menunggu kan ta?? Harusnya ia tahu, semua orang itu menunggu,, ada yang menunggu waktu, menunggu seseorang yang benar-benar dipasangkan untuknya oleh Allah, menunggu adanya dana, menunggu usia yang tepat dan semua jenis menungggu yang lain,, harusnya ia  tahu itu ta,,! memangnya untuk apa Allah menciptakan kita, padahal Allah sudah berjanji semua hal itu berpasangan, apakah hanya diminta menunggu dan bersabar saja ia tidak mau?? Semua orang pasti bisa kan ta, jika mereka percaya janji Allah adalah selalu benar, lalu apakah ia tidak percaya janji Allah?? Aku tak tahu ta, aku sangat bingung menghadapinya, aku hanya bisa menceritakan semua padamu,, maafkan aku ta,,
Memangnya jika aku bilang menyukainya, ia mau apa??—menikah?? Memangnya ia punya apa? Apa yang ia punya? Harusnya ia tahu bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib sedangkan menikah itu sunnah, maka seharusnya seorang muslim dan muslimah yang percaya dengan janji Allah akan mendahulukan  yang wajib kan ta,, benar kan ta?? tapi seorang lelaki yang belum mampu seperti ia, hukumnya makruh kan ta?? Belum mampu jasmani dan rohani, belum bekerja, belum bisa mencari uang,, buat aku sih sebenarnya yang penting halal, tapi harusnya ia mengerti bahwa Allah selalu mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu jadi segigih apapun ia dalam mencari uang, pasti akan kalah dengan orang-orang beriman yang pendidikannya lebih tinggi daripada ia. Benar kan ta?? Kamu dipihakku kan ta??—sayangnya aku tidak menyukainya sampai sekarang,, aku masih menyukai orang lain ta,, mengapa seseorang terkadang selalu memikirkan dirinya sendiri, tidak pernah memikirkan orang lain,,”
Dan setelah mendengar kisahnya yang begitu panjang,  aku pun sadar bahwa waktu telah begitu lama terlewat, aku hanya bisa mendengarkannya, karena sesungguhnya ia hanya perlu didengarkan oleh seseorang, karena—aku tahu pasti—setiap hari ia sudah berkeluh kesah kepada Allah. Pada akhirnya aku hanya bisa berucap,,
“tenang saja sayang,, Allah itu selalu mendengar apapun yang dikatakan makhlukNya, dengan bahasa apapun, Allah selalu bisa mendengarnya,, tapi selalu ingatlah bahwa apapun yang kita inginkan itu belum tentu yang kita butuhkan, serahkan semuanya pada Allah, dan yakinlah bahwa Allah adalah sang Maha pengatur yang sempurna, Dia selalu tahu apa yang terbaik untuk kita,, tunggu saja, semua ada waktunya,, hanya menunggu, apakah kau tak bisa??”
Jadi, untuk kalian, semua pria beriman yang ada di muka bumi, siapapun! Harusnya kalian  tahu itu,, dua kata penting : sabar menunggu,, Tapi sampai kapan? Itu pasti yang manusia tanyakan, memang dasar manusia! Tak pernah puas dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya,, dan untuk seorang pria yang dibicarakan oleh temanku di atas, pikirkan kembali apa yang telah kau lakukan dan perbaikilah,, jangan pernah sakiti sahabatku, meski menurutmu kau tak menyakitinya, namun apakah kau benar-benar yakin bahwa kau tidak menyakitinya? Tentu tidak bukan??

follow me @qhimahatthoyyib

Rabu, Agustus 03, 2011

3 urusan utama

Sebelumnya saya pernah mengatakan bahwa ada 3 urusan utama manusia dalam menjalani hidup. Masih ingat?—pada tulisan saya berjudul Sempurna itu,,—mari kita bahas lebih lengkap..
Urusan yang pertama adalah urusan pribadi seseorang dengan Tuhannya, kedua adalah urusan pribadi seseorang dengan dirinya sendiri, ketiga adalah urusan seseorang dengan orang-orang disekitarnya atau dengan masyarakat serta lingkungannya. Di dalam Al-qur’an Kalamullah yang mulia dan didukung oleh As-sunnah, semua telah dijelaskan secara rinci oleh Allah Dzat penguasa alam.
Di dalam Al-qur’an, urusan pribadi seseorang dengan Tuhannya dirangkum dalam masalah Aqidah, urusan pribadi seseorang dengan dirinya sendiri dirangkum dalam masalah Akhlaq, makanan, minuman, dan pakaian, kemudian yang terakhir urusan seseorang dengan orang-orang, masayarakat dan lingkungannya dirangkum dalam masalah keluarga, pendidikan, ekonomi, hukum, serta sosial dan budaya. Maka sesungguhnya sangat lengkap bukan isi Kitab Al-qur’an? Namun, sangat banyak sekali saat ini para muslim dan muslimah yang masih hanya menerapkan 2 urusan pertama dan tidak berdasarkan Al-qur’an dalam menjalankan urusan yang terakhir. Maka dari itu, apakah pantas jika kita disebut muslim sejati apabila tidak menerapkan secara sempurna semua urusan tersebut berdasarkan Kalamullah? Tentu saja tidak.
Seseorang dapat dikatakan sebagai muslim sejati apabila semua perilaku dan semua kegiatan yang dilakukan dalam hidupnya berlandaskan 2 sumber hukum utama yaitu Al-qur’an dan As-sunnah. Seorang muslim sejati selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya terutama dalam menjalani urusan ketiga yaitu urusan seseorang dengan orang-orang, masyarakat dan klingkungan sekitarnya. Jadi apabila kita sudah beraqidah dan berakhlaq baik namun belum baik dalam hidup bermasyarakat dan tidak menerapkan aturan islam dalam bermasyarakat, maka kita belum bisa dikatakan sebagai seorang muslim sejati.
Jadi, mari bersama-sama kita terapkan Al-qur’an dan As-sunnah dalam ketiga urusan utama hidup kita..

follow me @qhimahatthoyyib

Ini tujuanku, apa tujuanmu?

Lagi-lagi saya harus memulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan. Saat ditanya oleh seseorang ‘apa tujuan hidup anda di dunia?’ atau ‘pernahkah anda bertanya mengapa kita diciptakan oleh Allah?’, seseorang yang menanyakan pada anda pertanyaan seperti itu artinya orang tersebut telah mengetahui jawabannya. Mau tahu? Mari simak terus tulisan ini.

Untuk urusan seperti itu, sebenarnya Allah telah menjelaskan kepada kita melalui KalamNya yang mulia dan seringkali kita kurang memahaminya. Allah berfirman dalam surat Al-Dzariyat ayat 56 yang artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Nah! Dengan memahami ayat di atas, maka jelas sudahlah tujuan kita hidup di dunia ini. Kemudian jika kita telah mengetahui tujuan hidup kita, apa yang harus kita lakukan? Dan saya punya saran untuk kita semua,, namun jika ada kekurangan, saya mohon pembaca sekalian berpartisipasi untuk membenarkannya,,

Pertama, kita harus benar-benar memahami makna yang terkandung pada ayat di atas. Kata ‘Mengabdi’ berasal dari kata ‘abdi’ yang berarti hamba atau hamba sahaya, maka semua perbuatan yang kita lakukan sesungguhnya hanya untuk Tuhan semesta alam Allah SWT sebagai Tuan atau Dzat yang memiliki kita. Kemudian setelah kita tahu bahwa semua perbuatan kita hanya kita persembahkan untuk Dzat penguasa alam, apakah kita akan melakukan perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat atau hal-hal yang dilarang oleh Tuan kita? Tentu tidak kan?

Maka hal yang kedua adalah kita harus mengetahui perbuatan-perbuatan apa yang disenangi oleh Tuan kita agar kita mendapat pujian dari-Nya dan mendapat ridho-Nya agar di akhir nanti kita mendapat balasan yang setimpal yang kita inginkan yaitu surga. Untuk mengetahui hal itu, Allah telah memberi Kitab kepada kita, kitab yang berisi aturan-aturan dalam menjalani hidup serta perbuatan-perbuatan yang tidak Dia senangi maupun yang Dia ridhoi. Jika sebuah lembaga seperti negara, sekolah ataupun yang lainnya memiliki aturan, begitu pula Allah SWT.. maka dengan menjalankan apa yang ada dalam “Undang-Undang” Allah tersebut kita akan mendapat ridhoNya dan mencapai surgaNya.. Amiin.

Masalah lain yang muncul adalah ‘Bagaimana cara menerapkan aturan tersebut?’, itulah yang banyak ditanyakan oleh masyarakat di sekitar kita. Mengapa demikian? Karena mereka sesungguhnya belum benar-benar memahami isi “Undang-Undang” Allah tersebut. Maka langkah ketiga yang perlu kita lakukan adalah memahami dan mempelajari dengan benar Kalamullah yang mulia tersebut. Karena Kitabullah Al-qur’an bersifat umum maka Allah menerangkan rinciannya dalam wahyu lain yang kita sebut As-Sunnah atau hadits Nabi. Jadi untuk benar-benar memahami kita harus menggunakan as-sunnah untuk mempelajari dan menerapkan isi Al-qur’an.

Jika anda masih merasa sulit untuk menerapkannya,, diskusikan dengan orang-orang yang menurut anda lebih ahli daripada anda dalam hal tersebut bertanyalah sampai detail, sampai anda mengerti dan jika sudah mengerti jangan lupa untuk menerapkannya dan mengajarkan pada orang lain.

follow me @qhimahatthoyyib

Sempurna itu,,

Untuk mengawali tulisan ini, saya akan bertanya kepada teman-teman sekalian. Apa yang kalian ketahui tentang SEMPURNA?? Ya,, sempurna adalah suatu keadaan dimana tidak ada cacat, tidak ada salah, dan tidak ada cela dan menurutku SEMPURNA ITU,, adalah ISLAM.
Islam,, sebenarnya bukan hanya sebuah agama dengan ibadah ritual begitu saja tetapi islam adalah sebuah aturan yang sempurna dalam mengatur segala hal dan juga merupakan sebuah ideologi yang sangat sempurna. Islam,, adalah satu-satunya agama yang benar dan sempurna di muka bumi ini. Perlu bukti?? Coba baca potongan surat Al-Ma’idah ayat 3 yang artinya “Pada hari ini telah Kusempur-nakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu."


Bagaimana, sudah percaya?? Dan anda harus percaya!
Pada paragraf di atas, saya menyebutkan bahwa islam adalah sebuah aturan yang sempurna dalam mengatur segala hal. Tidakkah anda bertanya-tanya ‘apa segala hal yang saya maksud?’. Begini saja,, dalam kehidupan di dunia ini, sebenarnya ada tiga urusan umum yang kita jalani. Pertama adalah urusan pribadi seseorang dengan Tuhannya, kedua adalah urusan pribadi seseorang dengan dirinya sendiri, ketiga adalah urusan seseorang dengan orang-orang disekitarnya atau dengan masyarakat serta lingkungannya dan semua urusan itu telah diatur dengan sangat baik dan sempurna oleh Allah dalam islam. 
Teman-teman sesama pecinta Allah dan Rasulullah—satu-satunya tauladan seluruh umat—Muhammad, pernahkah anda sekalian bertanya ‘Mengapa saya beragama islam?’ dan jawabannya adalah.. ‘karena orangtua saya islam, jadi ikut aja!’. Sungguh sangatlah beruntung bagi kita yang dilahirkan dari orangtua yang beragama islam tetapi jawaban yang sesungguhnya adalah ‘Bahwasannya kita telah berjanji pada Allah Tuhan semesta alam Al-‘Adhim (yang Maha Agung) dalam alam arwah sebelum kita dipindah ke bumi milik Allah ini’. Hmm tenang aja prend! Ada buktinya kok di Al-qur’an Kalamullah yang mulia,, surat al-A’raf ayat 172 yang artinya : "dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"."
 
Nah! sebagai seorang muslim, inilah hal paling mendasar yang harus kita ketahui, bahwasannya hanya Allah Al-Qahhar(yang Maha Perkasa)-lah satu-satunya Tuhan manusia dan Islam-lah satu-satunya agama yang benar untuk kita. Dan kewajiban kita adalah menjalankan islam secara taklifi—sesuai dengan dalil—dan tidak hanya ikut-ikutan. Maka dari itu, tambah Tsaqofah—pemahaman tentang islam—anda dengan membaca terus blog ini..

follow me @qhimahatthoyyib

Mari Membaca!

Wahai para muslim dan muslimah, saat seseorang bertanya ‘apa ayat pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Besar Junjungan dan Teladan kita Muhammad SAW?’ tentu saja kita langsung menjawab dengan tepat—meski itu adalah satu dari kemungkinan-kemungkinan yang diungkapkan oleh para ulama’—karena sejak SD sampai SMA, guru-guru agama islam (Bagi yang di sekolahnya ada pelajaran agama islam) selalu memberitahu dan mengulangi tentang pelajaran itu. Ya benar! Jawabannya adalah surat Al-‘alaq ayat satu sampai lima yang artinya “ 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Hmm, mari kita renungkan bersama..
Ayat pertama berbunyi Iqra’ yang artinya bacalah bukan? Itu artinya sejak pertama kali menerima wahyu ini, Nabi Besar Junjungan dan Teladan kita Muhammad SAW yang ummi (baca: tidak bisa baca tulis) diperintahkan oleh Allah untuk membaca. Pertama, membaca apa yang diwahyukan oleh Allah. Kedua, membaca isyarat-isyarat Allah melalui para malaikat. Jadi kita sebagai makhluk-makhluk yang mengaku muslim dan muslimah yang menghormati dan menjadikan Rasul Muhammad sebagai teladan serta mengaku mencintai Allah Tuhan semesta alam sangat diharuskan untuk membaca. Bukankah sudah banyak buktinya makhluk-makhluk Allah yang berhasil hanya dengan belajar otodidak (Baca : Belajar sendiri, dengan banyak membaca atau berguru pada teman dan meminjam bukunya) tanpa mengenyam pendidikan di sekolah formal??
Ayat keempat yang artinya seperti tertulis diatas yang mempunyai maksud ‘Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis dan baca’. Maka sudah sangat jelas bahwa sebuah ilmu yang berasal dari Allah tidak bisa didapatkan begitu saja dengan mudahnya, maksudnya seorang manusia harus menulis—namun, jangan lupa membaca ulang!—dan membaca saat ilmu-ilmu Allah tersebut (jangan salah! Ilmu Allah bukan hanya ilmu tentang agama saja. Jika kalian menanyakan buktinya, maka apakah para muslim dan muslimah sekalian tidak pernah membaca Kalamullah Al-qur’an yang mulia? ^_^) baru saja diterima oleh para muslim dan muslimah sekalian.
Setelah itu pada ayat kelima, Allah menerangkan kepada kita makhluk-makhluk muslim dan muslimah bahwa sesungguhnya kita semua sebelumnya tidak mengetahui apapun dan Allah Al-‘Alim (yang Maha Tahu)lah yang telah mengajarkan kepada kita ilmu-Nya yang sangat luas—sampai-sampai jika ilmu semua manusia yang tinggal di bumi milik Allah ini dikumpulkan, maka ilmu Allah masih lebih banyak daripada itu—dan makna lain dibalik ayat itu adalah saat seorang manusia memiliki segudang ilmupun pada dasarnya ia belum memiliki apapun karena masih banyak sekali ilmu-ilmu Allah yang belum dan bahkan tidak akan diberikan kepadanya—karena ia tidak mungkin kuat menerimanya—maka ia tidak boleh menyombongkan dirinya sendiri karena sesungguhnya ilmu yang ia miliki belum mencapai 1% dari ilmu-ilmu Allah SWT.
Jadi,, apa kesimpulan yang dapat diambil oleh para muslim dan muslimah sekalian dari tulisan saya ini?? Jawablah kemudian aplikasikanlah dalam kehidupan anda,, Sanggup? dan jawabannya harus ‘PASTI’ karena jika bukan kita para muslim dan muslimah yang mengaplikasikan pesan-pesan Allah siapa lagi??
Mari kita berjuang bersama,, Bismilllah,,

follow me @qhimahatthoyyib

Hikmah sebuah pertemuan

Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, itulah senja perpisahan antara pagi dan malam. Saat kau tidur pada malam hari, seringkah kau menunggu datangnya esok hari?? Atau malah berharap esok hari tak terjadi?? Saat Tuhan masih membangunkan kita esok hari, pasti ada sesuatu yang ingin Tuhan tunjukkan pada kita, memberi ilmu baru, pengalaman baru, teman baru, atau apapun itu, tapi tahukah kalian apa yang diberi oleh Tuhan, apa yang ditunjukkanNya pada kita dan apapun itu tidak mungkin tidak memiliki tujuan. Semua telah diatur dengan baik olehNya, dijadwal dengan sangat rapi, tidak akan berantakan meski banyak manusia yang akan mengingkari dan menyiasati.
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan tetapi setelah perpisahan, sebuah pertemuan pasti akan terasa lebih bermakna. Tahukah kalian, itulah makna lain dari sebuah surat dari kalam Allah, sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Maka tak perlu bersedih saat kita berpisah dengan seseorang, mungkin saja Tuhan telah mengatur rencana untuk kita dan mempertemukan kita dengan orang lain yang mungkin lebih bermanfaat untuk kita karena pertemuan dan perpisahan antar manusia juga terdapat dalam agendaNya.
Saat suatu hari Tuhan mempertemukan kita dengan seseorang, selalu berusahalah mencari jawaban dari pertanyaan yang selama ini tak pernah kita hiraukan, yaitu “Apa alasan Allah mempertemukan diriku dengan orang-orang ini??” Nah untuk menjawabnya, hal-hal yang harus kita lakukan adalah melakukan percakapan bukan? Untuk mengetahui siapa mereka, ilmu apa saja yang mereka miliki, atau hal apapun yang baik-baik dari mereka karena bukankah manusia yang paling beruntung adalah manusia yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin? Maka dari itu, bertukar ilmu ataupun pendapat atau hal-hal yang lain guna memperbaiki diri sangatlah penting.
Saat kita dipertemukan Tuhan dengan seseorang, sebenarnya bukan berarti orang-orang tersebut lebih baik daripada kita ataupun sebaliknya. Maka dari itu, dengan berbagi, bertukar pendapat dan pengalaman akan menambah pengetahuan kita atapun orang-orang yang baru saja kita kenal karena bukankah manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain? Nah, dengan berbagi, bertukar pendapat dan pengalaman dalam hal kebaikan telah membuat kita berguna untuk orang lain.
Jadi, mulailah petualanganmu dengan mengenali dan mengetahui dengan pasti apa dan siapa saja yang ada disekitarmu. Untuk memastikan hal-hal tersebut, maka mulailah dengan percakapan dan seperti yang saya katakan diatas, berbagi, bertukar pendapat dan pengalaman, karena tanpa kepastian semua hanyalah persepsi, opini, pendapat subjektif dan semua itu fana atau dengan kata lain lebih banyak ketidakbenarannya.
Jika anda seorang yang pendiam, saya sarankan untuk memulainya pelan-pelan, satu demi satu, boleh juga lewat sebuah tulisan karena setahu saya saat seseorang mengetahui atau menguasai dan mengetahui dengan detail apapun yang akan diucapkannya maka ia tidak mungkin bisa menahannya dengan mengucapkannya hanya sepotong dan tidak menuntaskannya.
Terakhir, saat kita sedang sendiri dan sedang tidak ada teman untuk bertukar pendapat, maka ungkapkanlah semuanya kepada Tuhan semesta alam Allah SWT, karena Dia lah yang selalu bersama kita setiap waktu, menemani hari-hari kita, melihat dengan teliti apa yang kita lakukan dan selalu lebih dekat dari urat nadi kita.

follow me @qhimahatthoyyib