Senin, Desember 31, 2018

POLITISASI KEHIDUPAN-Bagian 5: Kesetimbangan Reaksi



                Di dalam reaksi kimia, selain berlangsung searah menuju hasil reaksi, terdapat pula reaksi bolak-balik. Jika diibaratkan dalam kehidupan manusia, maka reaksi ini seperti reaksi imbal balik atau umpan balik (feed back). Reaksi yang setimbang berlangsung dengan kecepatan yang sama tanpa meperhatikan satuan waktu. Menurut asas Le Chatelier “jika terhadap suatu sistem kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem kesetimbangan tersebut akan cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut dengan melakukan pergeseran sampai terbentuk kesetimbangan baru. Akan tetapi, faktor-faktor yang mengubah kesetimbangan tiidak akan mempengaruhi harga tetapan kesetimbangan (Kc)”. Sedangkan tetapan kesetimbangan, Kc, hanya bergantung pada besarnya konsentrasi zat gas atau larutan pada reaski tersebut.

Berikut merupakan contoh reaksi kesetimbangan pada pembentukan gas karbononoksida.
2C (s) + O2  (g) ↔ 2CO (g)

Besar tetapan kesetimbangan reaksi tersebut adalah Kc = [CO]^2 / [O2]

Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan reaksi:

  1.          Konsentrasi. Kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang konsentrasinya berkurang.
  2.          Suhu. Jika dinaikkan maka kesetimbangan bergeser ke arah reaksi endoterm (entalpi positif).
  3.     Tekanan. Jika dinaikkan maka kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang jumlah molekulnya paling sedikit.
  4.     Volume. Jika diturunkan maka kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang jumlah molekulnya paling sedikit.
Peristiwa kesetimbangan reaksi ini dapat kita aplikasikan pada kehidupan. Misalnya terdapat dua orang/organisasi/perusahaan dll menjalin hubungan, maka tetapan kesetimbangan reaksi/eratnya jalinan hubungan tersebut dipengaruhi oleh orang/organisasi/perusahaan yang masih berada dalam tahap gas atau larutan. Berarti dalam hal ini, orang/organisasi/perusahaan tahap gas atau larutan adalah bagian yang memiliki kekuasaan lebih rendah/lebih labil/berhati lembut dibandingkan partnernya yang bersifat solid/sudah memiliki kekuatan yang baik/keras kepala. Sehingga orang/organisasi/perusahaan tersebut harus lebih fleksibel mengubah dirinya. Karena jika tidak demikian maka reaksi yang setimbang tidak akan terjadi.
Pengubahan yang dapat dilakukan untuk mewujudkan reaksi yang setimbang oleh orang/organisasi/perusahaan bersifat gas atau larutan tersebut dalam menghadapi partner yang bersifat solid/sudah memiliki kekuatan yang baik/keras kepala dapat berupa 4 faktor seperti yang telah disebutkan di atas yaitu konsentrasi, suhu, tekanan dan volume. Sekian tulisan di akhir tahun ini. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Selamat merancang target-target baru untuk tahun 2019 ke depan. Sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya. Wassalamu’alaikum~

follow me @qhimahatthoyyib

Jumat, Desember 28, 2018

POLITISASI KEHIDUPAN-Bagian 4: Reaksi


                Hari ini masing-masing anggota lab kami (laboratorium bahan alam) melakukan presentasi capaian 2018 dan rencana 2019. Setiap orang menampilkan desain, poin, dan isi presentasi berbeda karena memang tidak ada format khusus/tetap seperti penulisan makalah tesis atau jurnal. Sehingga masing-masing orang menampilkan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Terutama pada poin rencana yang akan dilakukan pada tahun 2019, sebagian besar poin sangat beragam di samping menyelesaikan tesis atau tugas akhir. Beberapa berencana untuk wirausaha, beberapa ingin melanjutkan studi di luar negeri, beberapa hanya menyampaikan fokusan studi saja, beberapa juga ingin mendapat pekerjaan tetap. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kestabilan yang diinginkan masing-masing orang sangat berbeda dan beragam. Keinginan tersebut ada karena latar belakang yang berbeda, kemampuan yang berbeda, dan sebab-sebab lainnya.
                Poin-poin yang dapat diambil dari kejadian tersebut adalah pertama bahwa reaksi setiap individu terhadap perintah amatlah beragam terlebih ketika tidak ada persyaratan tertentu. Pun saat ada syarat-syarat khusus, perbedaan reaksi antar individu juga tidak akan hilang sepenuhnya. Kedua yaitu definisi stabil setiap orang berbeda bergantung pada keadaan diri dan mungkin juga lingkungan. Kestabilan pada diri manusia juga mencakup hal yang disebut kemapanan. Ketiga yaitu usaha yang dilakukan pun juga akan berbeda oleh setiap individu meskipun target akhir yang ingin dicapai sama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kita tidak perlu risau menghadapi pebedaan di dalam kehidupan ini. Terlebih dalam perbedaan pendapat terutama di tahun politik 2019. Bahkan dalam hal beragama pun telah disebutkan di dalam Al-Qur’an oleh Allah yaitu tidak ada paksaan dalam memilih agama islam. Tetapi jika kita berbeda agama maka diperintahkan bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Hal ini justru merupakan pernyataan kebebasan dan toleransi terbaik yang diberikan oleh agama islam. Namun, jika sudah menjadi muslim maka ketetapan, perintah, larangan dan aturan lainnya bagi kaum muslimin wajib kita taati.
                Sikap-sikap demikian tersebut sebenarnya sudah alami terjadi di kehidupan ini. Setiap tumbuhan misalnya, memiliki senyawa yang berbeda di masing-masing tubuhnya. Hal ini dikarenakan mereka harus bertahan hidup di tempat-tempat yang berbeda. Beberapa harus tahan di dasar laut melawan dingin, sebagian di atas gunung melawan angin, sebagian lainnya mengeluarkan bau tak sedap, sebagian lain lagi menyemprotkan harum yang menyengat, dan sebagainya dan sebagainya. Tumbuhan bertahan hidup dengan caranya masing-masing. Senyawa yang ada di dalam tubuhnya bereaksi dengan cara masing-masing.
Secara umum reaksi yang terjadi di dalam kehidupan adalah reaksi oksidasi dan reduksi karena unsur utama senyawa organik yaitu oksigen, hidrogen dan karbon. Reaksi tersebut kemudian didetilkan menjadi empat reaksi utama yaitu subtitusi (penggantian), eliminasi (pengurangan), adisi (penambahan) dan penataan ulang (perubahan struktur namun jumlah unsur tetap). Maka begitu pulah lah reaksi yang dapat kita lakukan dalam menjalani kehidupan. Jika ada yang rusak maka dilakukan penggantian. Jika ada kelebihan maka dilakukan pengurangan. Jika ada kekurangan maka harus dilengkapi. Jika tidak ada input dari luar maka sebaiknya restrukturisasi/penataan ulang. Pada sistematika reaksi adisi senyawa alkena (rangkap dua) dan alkuna (rangkap tiga) pun ada perbedaan hasil. Ada senyawa yang memenuhi aturan markovnikov (kaya semakin kaya) atau anti markovnikov.
Oleh karena itu, hendaknya kita sewajarnya saja dalam menyikapi perbedaan. Baik pada perbedaan pendapat, perbedaan sifat, perbedaan derajat, atau perbedaan lainnya karena sesungguhnya setiap makhluk itu sama yaitu memiliki perbedaan. Sekian, semoga bermanfaat. insyaAllah tulisan-tulisan ke depan masih dalam tema yang sama dengan permasalahan dan solusi kimia yang lebih rinci. Wassalam~

follow me @qhimahatthoyyib

Minggu, Desember 16, 2018

POLITISASI KEHIDUPAN-Bagian 3: Perubahan Struktur



                Suatu hari seorang teman mengungkapkan pendapatnya, “Mengapa saat mencari makanan harus melihat ada tidaknya tulisan halal? Bukankah Indonesia mayoritas muslim? Seharusnya tak perlu menuliskan label halal pada produk makanan, kan?” Apabila dilihat dari satu sisi, menurutku pendapat ini sangat benar. Tetapi jika dilihat dari sisi lain, pendapat ini kurang tepat.
                Di negara ini, umat muslim jarang merasa khawatir jika berbelanja daging di pasar baik tradisional maupun modern, membeli makanan di warung, atau keperluan lain. Namun, setelah globalisasi mulai berkembang biak, bukan hanya perubahan cuaca tetapi juga bahasa, budaya, kesenian, mode, teknologi bahkan pasar global, Indonesia sedikit demi sedikit berubah untuk tetap eksis di dunia Internasional. Sehingga kekhawatiran umat muslim terhadap makanan, kosmetik atau keperluan halal lainnya meningkat. Jika MUI tidak mengeluarkan label halal, maka produk (industri/homemade) yang tidak halal harus menuliskan label ‘Tidak Halal’, atau ‘Mengandung Babi’, ‘Mengandung Alkohol’, ‘Mengandung Rum’ atau label lain untuk menunjukkan ketidakhalalannya. Tindakan seperti ini akan menyulitkan bahkan dapat menyudutkan umat muslim. Padahal berbagai produk tersebut dijual untuk umum, tetapi seolah-olah hanya umat muslim yang tinggal di negeri ini dan berhak mengatur regulasi penjualan mereka. Jadi, sudah merupakan hal yang tepat produk halal untuk umat muslim bertuliskan label halal oleh MUI. Lalu bagaimana jika produk tidak/belum terdaftar label halal MUI? Maka, keputusan jual beli diserahkan kembali kepada produsen dan konsumen. Jual beli dapat berlangsung apabila kita merasa produk tersebut aman dan cocok, produsen tidak berbohong atas detail produknya, atau hal-hal lainnya.
                Persoalan tersebut menunjukkan bahwa reaksi lingkungan tergantung pada tindakan yang telah kita lakukan. Namun, tindakan yang kita lakukan tidak harus dipengaruhi oleh lingkungan. Seperti yang telah saya tuliskan pada kedua judul sebelumnya, partikel terkecil yaitu atom sampai materi terkompleks yaitu manusia menginginkan kehidupan yang stabil, tanpa masalah, tanpa kesulitan. Tetapi kenyataanya kestabilan bukanlah sesuatu yang tetap, bukan hal yang kekal karena terkadang ia dipengaruhi oleh lingkungan.
                Senyawa air, H2O, adalah salah satu senyawa alami yang melimpah di muka bumi. Zat cair ini dikenal dengan warnanya yang bening, tidak berasa, dan tidak mudah terpisahkan. Namun, kenyataanya air dapat mengalami perubahan warna, rasa dan juga dapat dipisahkan. Hal ini merupakan salah satu contoh bahwa kestabilan suatu senyawa dapat berubah sesuai lingkungan. Misalnya, pada suhu dingin 0°C (nol derajat celsius), air akan berubah wujud menjadi es dimana peristiwa ini disebut pembekuan. Dalam wujud es, senyawa H2O akhirnya dapat dipecahkan. Peristiwa lain yaitu penguapan, adalah saat air berubah wujud menjadi uap akibat lingkungan yang panas 100°C (seratus derajat celsius). Dalam wujud ini, akhirnya senyawa H2O tercerai berai.
                Jika kestabilan suatu benda mati dapat mengalami perubahan, maka manusia pun pasti demikian. Suatu kestabilan yang berubah merupakan suatu hal yang berbeda dengan ketidakstabilan. Karena suatu hal yang tidak stabil tersebut tidak akan terbentuk. Namun, pada ketiga wujud yang telah dijelaskan sebelumnya, senyawa H2O tetap ada di muka bumi. Bagaimanapun bentuknya, bagaimanapun strukturnya, H2O akan terus eksis di dunia. Begitupun manusia, masing-masing mempunyai kriteria kestabilan berbeda dan dapat berubah-ubah. Perubahan dapat terjadi karena lingkungan ataupun sebaliknya. Misalnya, semasa sekolah merasa stabil jika selalu ranking pertama. Setelah bekerja, merasa stabil jika gaji di atas 10 juta. Saat berkeluarga merasa stabil jika punya rumah mewah.
Sahabat, tingkat kestabilan seseorang akan mempengaruhi cara ia bereaksi terhadap lingkungannya. Semakin stabil seseorang, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan. Ia tidak juga membandingkan kestabilan dirinya dengan kestabilan orang lain. Pun ia tidak juga memberikan standar kestabilan pada selain dirinya. Lalu bagaimana seharusnya bereaksi terhadap lingkungan? insyaAllah akan kita bahas pada tulisan selanjutnya. Sekian, selamat menikmati akhir pekan~

follow me @qhimahatthoyyib

Sabtu, Desember 15, 2018

POLITISASI KEHIDUPAN-Bagian 2: Pembentukan Ikatan



                Fakta yang ada di Indonesia yaitu bahwa Islam adalah agama mayoritas. Sebanyak apapun orang membenci islam, entah terhadap orangnya, entah terhadap agamanya, entah memang parno dari sononya, atau sudah sakit telinga saat mendengarnya, kita tidak dapat menafikan kenyataan bahwa Islam telah menguasai Indonesia. Jika agama islam adalah agama penebar kebencian, maka tidak masuk akal jika 80% penduduk negeri ini adalah muslim. Padahal sebelum Islam datang, kita tahu bahwa Majapahit dengan latar belakang Hindu-Budha-Animisme telah menguasai Nusantara yang meliputi Indonesia  dan beberapa Negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dahulu Islam merupakan pilihan utama masyarakat.
                Kini, islamophobia, ungkapan untuk seseorang yang fobia dengan Islam, semakin berani menunjukkan dirinya. Mereka meyakini bahwa Islam harus ditumpas, apapun alasannya. Kejadian ini serupa dengan hal yang telah dialami oleh Rosulullah dan kholifah setelahnya. Bukankah tidak ada hal yang baru di dalam hidup kita? Semuanya pasti berulang, berputar seperti roda, meskipun jaman dan teknologi semakin berkembang tetapi sifat manusia pada dasarnya begitu-begitu saja. Jika kita baca sejarah perkembangan Islam di masa Rosulullah, kaum kafir Quraisy atau musuh islam lainnya ‘hanya’ merasa terancam dengan keberadaan Islam. Mereka akan melakukan segala cara agar Islam tak dapat mengalahkan ‘kepopuleran’ mereka. Orang-orang itu ‘hanya’ gengsi, tinggi hati dan ingin berkuasa atas segala.
                Kebencian ini berimbas pada seluruh aspek kehidupan. Kampus dan sekolah Islam dianggap ladang teroris, organisasi Islam dianggap mengancam kesatuan Negara, hingga parta Islam pun tak luput dari berbagai tudingan. Oleh karena itu, untuk menghadapi kebencian ini diperlukan sikap politik (taktik, rencana, siasat, strategi) agar umat Islam tidak terbakar, terpengaruh atau termakan ucapan tersebut. Bagaimanapun umat islam harus bersatu, memperkuat ikatan ukhuwah islamiyah, agar tidak mudah terpecah-belah.
                Kekuatan akan terbentuk jika masing-masing diri kita saling berikatan. Peristiwa ini bahkan terjadi pada partikel terkecil pembentuk materi yaitu atom. Tidak ada satu atom pun di muka bumi ini yang tidak berikatan. Karena ikatan ini diperlukan agar atom-atom tersebut menjadi lebih stabil. Kestabilan pada atom terjadi apabila elektronnya telah memenuhi kaidah duplet (dua elektron) atau oktet (delapan elektron). Kaidah tersebut hanya terjadi apabila suatu atom berikatan dengan atom lain. Sehingga tak ada cara lain untuk mencapai tingkat kestabilan yang lebih tinggi selain saling berikatan.
                Berbagai ikatan yang terjadi di dalam senyawa adalah ikatan ion (umumnya antara atom logam dan nonlogam), ikatan kovalen (umumnya antara atom nonlogam dan nonlogam), ikatan kovalen koordinasi dan ikatan logam. Jenis-jenis ikatan tersebut ada karena masing-masing sifat atom berbeda. Di antaranya ada atom yang mempunyai pasangan elektron bebas, ada yang mudah melepaskan elektron, ada yang senang mengambil elektron, dan ada juga yang senang dengan sesama kelompoknya sendiri. Selain terjadi antara dua atom, ikatan juga dapat terbentuk antara sekelompok atom. Oleh karena itu, beberapa istilah yang dikenal pada atom-atom yang saling berikatan yaitu molekul, unsur dan senyawa.
                Jadi, begitupun halnya yang terjadi pada manusia. Pembentukan ikatan, perkuat ukhuwah, juga merupakan salah satu cara untuk mencapai kestabilan. Namun, apakah kestabilan tersebut bersifat kekal? insyaAllah akan kita bahas pada tulisan selanjutnya. Wassalamu’alaikm dan selamat berjuang~

follow me @qhimahatthoyyib

Jumat, Desember 14, 2018

POLITISASI KEHIDUPAN-Bagian 1: Ionisasi



                Semakin dekat dengan tahun 2019, semua kegiatan yang ada tidak pernah lepas dari dugaan “ini pasti ada apa-apa”, ”pasti ingin menaikkan elektabilitas”, “wah, ini pasti jadi ajang kampanye”, dan pernyataan lain yang lebih heboh. Maklum, 2019 mendatang adalah tahun pergantian pemerintahan semua elemen, dari legislatif sampai eksekutif. Ingat! April 2019 nanti jangan golput yaa~ meskipun banyak sekali anggapan ‘halah, siapapun pemerintahnya toh gak akan ngaruh buat kehidupan kita’. Perlu diketahui oleh buibu dan pakbapak sekalian bahwa pemerintah punya kekuasaan untuk mengatur pajak, mengeluarkan perundang-undangan, mengatur semua elemen dari pendidikan sampai kesehatan. Hanya ada dua kemungkinan hasil dari semua aturan tersebut yaitu mensejahterakan dan membahagiakan rakyat, atau mencekik dan menyakiti rakyat. Berhubung Indonesia masih menggunakan sistem kedaulatan rakyat, maka mari kita gunakan dengan baik hak tersebut. Karena nasib bangsa ini, nasib rakyat, nasib kita, dan keturunan kita ada di tangan kita.
                Pada tema tulisan ‘Politisasi Kehidupan’ berikut, saya tidak akan membahas hal di luar bidang saya atau di luar kemampuan saya. Singkat kata, saya akan mencoba membahas dari sisi keilmuan Kimia. Fokusan ilmu kimia adalah sifat, bentuk dan perubahan. Intinya adalah jika terjadi perubahan dalam suatu reaksi, maka perubahan reaksi tersebut berasal dari perubahan bentuk senyawa di dalamnya. Sehingga sifatnya pun mengalami perubahan dan terjadilah reaksi. Oleh karena itu, mendalami ilmu kimia setara dengan mempelajari kehidupan. Karena kehidupan terkecil di muka bumi berasal dari partikel terkecil yang disebut atom.
                Sangat sempit pemikiran seseorang apabila menganggap sikap politik hanya digunakan dalam politik praktis, atau selalu mengaitkan kata politik dengan partai politik, dan hal-hal lain yang serupa. Padahal sikap politik sudah terjadi dari kehidupan terkecil hingga kehidupan terbesar. Jika dipelajari lebih rinci, sikap politik terjadi pada atom, tubuh makhluk hidup, kehidupan makhluk hidup serta alam semesta. Berdasarkan KBBI, kata politik (n) mempunyai beberapa arti yaitu 1 (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; 2 segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; 3 cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), kebijaksanaan. Jadi, kata ‘politik’ dapat digunakan dalam berbagai hal mengenai pengambilan tindakan atau siasat. Sehingga tidak ada satu hal pun yang terhindar dari politik.
                Atom merupakan partikel terkecil penyusun materi yang di dalamnya terdapat elektron (partikel negatif), proton (inti atom postif), dan neutron (inti atom tidak bermuatan). Di dalam sistem periodik, atom dikelompokkan berdasarkan sifatnya, nomor massanya, jumlah kulit atau tingkat energinya, banyaknya elektron valensi/terluar dan sebagainya. Atom-atom logam yang tergolong pada 1A dan 2A mudah mengalami ionisasi dengan melepaskan elektron terluarnya, sebaliknya atom-atom golongan 6A dan 7A dapat mengalami ionisasi dengan menangkap/mengambil elektron dari atom sekitarnya. Ionisasi/pembentukan atom bermuatan merupakan salah satu sikap politik yang terjadi pada atom. Atom selalu mencari cara termudah dan tercepat untuk mencapai kondisi stabil.
Seperti atom, manusia pun mencari cara tercepat dan termudah untuk mencapai kestabilan. Berbagai kondisi stabil yang diharapkan oleh manusia seperti badan yang sehat sehingga apapun bisa dilakukan atau harta yang melimpah agar semua keinginan terkabulkan serta hal-hal lain yang berkaitan. Setelah mencapai kondisi stabil, mengapa setiap manusia masih memerlukan manusia lainnya? InsyaAllah akan kita lanjutkan di bagian dua. Terimakasih, selamat beraktifitas~

follow me @qhimahatthoyyib

Rabu, Desember 12, 2018

Revolusi Industri 4.0: VR, AR, KOREA AND INDONESIA



Assalamu’alaikum sahabat, semoga Allah selalu limpahkan kebaikan pada kita semua amiin. Kali ini saya mencoba menuliskan sesuatu sedikit keluar dari bidang saya. Seperti sahabat semua ketahui, bahwa banyak tulisan saya yang mengedepankan analisis. Terutama di bidang keilmuan saya yaitu Kimia, serta bidang lain yang saya tekuni yaitu tadabbur ayat Al-Qur’an, juga hal lain yang menarik bagi saya yaitu variety show Korea, dorama Jepang, dan tontonan dengan action and sci-fi theme. Namun kali ini kita akan membahas sesuatu yang berbeda yaitu salah satu drama Korea yang baru saja tayang pada awal bulan Desember 2018 ini.
Beberapa sahabat yang telah mengikuti tulisan ini sejak lama, mungkin sudah tahu bahwa saya tak suka dengan drama Korea (read: drakor bukan movie/film). Terutama karena tema-tema drakor 90% adalah romance yang membuat saya ithcy and chilly. Berbeda dengan penggemar lain yang menggandrungi negeri ginseng itu karena drama dan idolnya, saya menggandrungi mereka karena kecepatan perkembangan teknologi dan kekokohan warisan budayanya. Jadi, banyak judul drakor terlewatkan bagi saya meskipun hal tersebut sangat hits di Indonesia.
Selama ini, drakor yang menarik bagi saya adalah ‘Jang Yeong Sil’ (2015) yang menceritakan ilmuwan perbintangan Korea, ‘SPY’ yang menceritakan agen rahasia China, dan ‘Descendent of the Sun’ (2016) yang bertema perang dan pemberontakan. Sebelum itu belum banyak mengenal Korea dan setelah itu tak ada. Namun saat ini, saya tidak menyangka bahwa akan kembali tertarik pada drakor. Drama ini setengahnya berisi adegan roman dan sisanya adalah adegan aksi. Tidak seperti drama bertema aksi lainnya, drama ini mengambil konsep AR (Augmented Reality) yang telah dikembangkan pada aplikasi permainan.
Berjudul ‘Memories of the Alhambra’, saya mengira drama ini hanya berisi roman seperti biasa. Hanya saja kata Alhambra sangat mengusik saya, karena tempat ini adalah salah satu tempat bersejarah bagi dunia Islam. Namun, sangat tidak disangka bahwa episode pertama sudah membuat saya terkagum dengan adegan virtual yang disajikan. Menurut saya dengan konsep baru ini, drakor yang biasanya hanya mengambil hati penonton wanita melalui adegan roman, kini dapat juga mengambil hati penonton pria melalui adegan game yang dibuat nyata. Saya yakin drama ini akan disukai oleh kaum adam (terutama para gamers) karena konsep AR dan graph editing yang sangat meyakinkan.
VR (Virtual Reality) dan AR adalah dua kata asing bagi saya karena istilah tersebut tidak dikenal di bidang kami. Bidang-bidang yang menggunakan VR dan AR adalah bidang elit teknologi seperti teknologi pesawat, teknologi militer, dan teknologi kedokteran. Namun saat ini, kedua istilah tersebut sangat umum dikenal terutama di kalangan gamers. Salah satu aplikasi permainan berkonsep AR yang terkenal adalah pokemon GO!. Permainan menjadi sangat menarik karena melibatkan benda dan lingkungan nyata di sekitar kita.
Korea merupakan salah satu negara yang terkenal cepat dalam pengaplikasian teknologi. Permainan berkonsep VR dan AR sudah dapat dinikmati oleh orang-orang umum. Selain dengan mobile phone, mereka juga dapat menikmatinya di kios permainan setempat. Sebagai negara yang kemerdekaannya hanya dua hari setelah negeri ginseng itu, Indonesia, menurut saya patut mencontoh cara berkembangnya negeri tersebut. SDM negeri ini tak kalah banyak dan tak kalah pandai. Kampus teknik sudah tersebar di mana-mana. Sebagian ilmuwan juga telah belajar dari kampus negara lain. Jadi, tunggu apa lagi?
Indonesia yang saat ini hingga 15 tahun ke depan sedang mengalami bonus demografi, dinyatakan oleh banyak ahli bahwa kita berada dalam “masa emas”. Terlebih dengan adanya Revolusi Industri 4.0 yang berbasis teknologi digital, Indonesia harus segera memperbaiki diri sebelum terlambat jika ingin menguasai dunia. Berbicara tentang perbaikan Indonesia, maka perbaikan terkecil harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Sekian tulisan kali ini, semoga bermanfaat dan selamat menikmati perubahan.

follow me @qhimahatthoyyib

Jumat, September 28, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #8



                Pergi ke rumah sakit rutin sepekan sekali bagiku bukanlah hal yang ringan tetapi juga bukan hal yang amat berat. Itu karena jarak rumahku dengan RS hanya sekitar 20 km dan masih dalam satu kota. Lain halnya jika jarak kami lebih dari itu. Banyak pasien RS kelas A berasal dari kota yang berbeda terutama di Surabaya. Hal ini disebabkan kondisi pasien tidak dapat ditangani oleh RS kelas B dan di bawahnya, mungkin karena kurangnya fasilitas. Sehingga jumlah pasien di kelas A membludak, mungkin jumlahnya lebih dari kapasitas yang tersedia. Namun kondisi Ini hanya terjadi pada pasien BPJS. Jumlah yang banyak menyebabkan antrian semakin panjang dan waktu yang dibutuhkan untuk berada di RS otomatis lebih lama. Berobat bisa jadi sehari dan ambil obat bisa saja di hari berikutnya. Maka bisa kawan-kawan bayangkan jika si pasien tinggal di luar kota, waktu yang diperlukan untuk berobat bisa jadi dua hari ditambah dengan lamanya perjalanan.
                Sejak September 2018, aturan pengobatan untuk pasien BPJS berubah lagi. Pasien diharuskan melalui pengobatan berjenjang setelah masa rujukan berobat habis. Pasien harus kembali ke puskesmas kemudian ke RS kelas B selanjutnya minta rujukan untuk ke RS kelas A. Padahal saat masa rujukan habis, belum tentu pengobatan dari RS kelas A selesai, seperti kasusku ini dan mungkin banyak kasus lainnya. Apalagi jika masa rujukan habis saat harus kontrol pasca operasi. Jadi bisa sahabat bayangkan, betapa ribetnya menyelesaikan satu jenis penyakit. Selain itu, RS kelas B bisa saja hanya menjadi tempat singgah untuk minta rujukan tanpa adanya pengobatan di sana. Sehingga bukan hanya si pasien yang akan banyak membuang waktu sekaligus tenaga, tetapi juga dokter serta petugas di RS tersebut. Segala kegiatan menjadi tidak efisien.
                Pengubahan aturan tersebut bisa jadi karena pemerintah ingin mengurangi jumlah pasien di RS kelas A. Dengan aturan demikian, diharapkan kondisi RS kelas A tidak penuh sesak dengan jumlah antrian yang membludak. Pasien-pasien dengan kondisi lebih baik diharapkan dapat diselesaikan kasusnya di RS kelas B atau bahkan puskesmas. Tetapi hal ini bisa jadi membahayakan, jika si pasien tidak dapat menjelaskan secara detil record kondisinya pada dokter, maka treatment dokter kelas B bisa saja akan berbeda dengan treatment yang akan dilakukan oleh dokter di kelas A sebelumnya. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu pasien menjadi sembuh atau memburuk kembali. Seperti guru yang memiliki cara mengajar berbeda satu dengan lainnya, begitu juga dokter memiliki cara pandang penanganan berbeda satu dengan lainnya.
                Selain dokter, tipe penanganan berbeda juga dapat ditemui pada perawat. Beberapa perawat sangat halus dalam berucap, menyemangati pasien, memperlakukan pasien dengan baik dan lembut, namun beberapa lainnya tidak demikian. Setelah beberapa hari opname di RS maka aku dapat mengetahui perbedaannya dengan mudah. Saat itu, infusku sudah dilepas namun obat masih harus diinjeksikan lewat kapiler langsung menuju vena. Injeksi obat langsung melalui jarum rasanya lebih sakit daripada obat oral. Beberapa perawat dapat menginjeksikan dengan halus namun beberapa tidak demikian. Saat timbul bengkak di daerah sekitar vena tempat injeksi, perawat tersebut membiarkannya dan menganggap hal itu biasa. Padahal menurutku yang berkecimpung dalam bidang kimia, adanya perubahan reaksi dapat disebabkan oleh perubahan struktur. Intinya, ada sesuatu yang tidak beres di sana, di vena tersebut. Benar saja, obat yang diinjeksikan tidak masuk ke dalam tubuh dan membasahi tempat tidur. Beruntungnya hari itu adalah hari terakhir aku berada di RS dan dokter menyatakan bahwa aku sudah bisa pulang. Maka tak lama kemudian, kapiler injektor itu dilepas. Sampai saat ini, empat hari pasca kapiler tersebut dilepas, rasa bengkak di sekitar vena masih dapat kurasakan meski sudah sangat berkurang dari sebelumnya. Oleh karena itu kawan, dari kisah ini aku berkesimpulan bahwa setiap manusia itu berbeda, memiliki kapasitas berbeda, memiliki isi hati dan pikiran berbeda, terlebih karena latar belakang berbeda, atau latar pendidikan berbeda. Sehingga guru yang baik, lingkungan yang baik, kawan yang baik sangatlah kita perlukan agar kita dapat menjadi manusia lebih baik pada hari berikutnya.

follow me @qhimahatthoyyib

Rabu, September 26, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #7



                Kebiasaanku mengamati kejadian sekitar sudah sedari usia dini kulakukan. Berawal dari kesukaanku mengamati papan toko, plang nama jalan, spanduk warung, gerak-gerik orang dan sebagainya saat dibonceng motor oleh abi (ayah)ku. Selain itu, aku juga suka berbicara sendiri, berkisah pada kawan khayal yang jika dilihat mirip seperti hosting desease (penyakit nge-MC)nya Leeteuk ssi (Super Junior’s leader). Namun yang kulakukan sebenarnya adalah curhat pada diri sendiri, atau mengutarakan isi hati dan pikiran. Tapi tak ada yang perlu menjadi pendengar. Aku tak tahu apakah selama ini orang tuaku mengetahuinya, sampai saat ini pun rasanya belum pernah aku menanyakannya. Setelah kucari tahu di dunia maya dan menonton berbagai Korean variety show, hal tersebut adalah hal biasa, bukan sebuah penyakit dan memang sebagian orang di dunia ini melakukannya.
                Pagi hari tadi saat melingkar seperti biasa, tadzkiroh (pengingat) yang disampaikan pada kami adalah ‘tindakan merupakan kesimpulan dari aktivitas berpikir setelah mengumpulkan data-data yang lengkap dan benar’. Tadzkiroh tersebut mengingatkanku pada para ilmuwan dengan berbagai tesis praduga mereka. Bahkan saat pertama kali masuk kuliah dulu, hal pertama yang kudengar adalah ‘bahwa ilmuwan boleh salah tetapi tidak boleh berbohong’. Sehingga sedikit banyak aku pasti terbawa arus berpikir ilmuwan setelah cukup lama berkecimpung di dunia ilmu alam. Dengan kebiasaanku yang sudah demikian, ditambah dengan pengetahuan bahwa berpikir adalah kebutuhan mendasar terkadang dapat menyebabkan adanya pemikiran dan kehati-hatian ekstrim pada diriku. Hal itulah yang mungkin menyebabkan sifat INFJ-ku semakin hari semakin kuat.
                Berkaitan dengan aktivitas berpikir yang selanjutnya menghasilkan tindakan, banyak sekali kejadian di RS (rumah sakit) yang kadang tidak dapat kita duga. Contohnya pertama, banyak pengunjung rumah sakit menganggap bahwa semua yang datang ke rumah sakit adalah pasien, dan pasien berhak menggunakan fasilitas pelayanan RS, sehingga mereka duduk di kursi yang telah disediakan saat menunggu antrian. Hal ini menyebabkan tak jarang kursi yang disediakan kurang untuk menampung sekian banyak pengunjung, karena ternyata sebagian besar pengunjung bukanlah pasien alias pengantar saja. Akibatnya sebagian pasien harus mengantri dengan berdiri, duduk di tangga, atau duduk di mana saja asal tidak mengganggu orang (menurut mereka). Jika dipikirkan secara logis, selain pasien seharusnya tak berhak duduk karena mereka adalah orang sehat. Namun, manusia sehat pun juga punya batas lelahnya terutama wanita dan anak-anak. Maka dari itu, sebagian besar orang menganggap hal tersebut sangatlah wajar. Sehingga reaksi orang terhadap kejadian tersebut, dengan cukup data (yang tampak) dapat berbeda-beda.
                Salah satu hal asing yang kudapati saat mengantri di ruang radiologi sebulan yang lalu adalah seorang bapak tentara menyilahkan ibu-ibu paruh baya duduk di kursi yang sebelumnya ditempati oleh bapak tersebut. Padahal menurutku belum tentu si bapak itu lebih kuat fisiknya dibanding si ibu. Tetapi setelah pengamatan seksama dapat disimpulkan si ibu membutuhkan tempat duduk. “Iyalah, siapa yang tidak perlu tempat duduk saat harus mengantri lama? Berdiri lama pasti capek, tapi duduk terlalu lama juga dapat menyebabkan kram.” Padahal selain bapak itu, masih ada lelaki remaja atau gadis-gadis muda yang menurutku lebih kuat fisiknya dibandingkan si bapak. Tetapi mengapa bapak tersebut rela memberikan kursinya untuk orang lain? Tentu saja hal tersebut adalah akibat dari proses berpikir si bapak, atau mungkin saja hal seperti itu sudah menjadi kebiasaannya. Hanya bapak tersebut yang tahu.
                Selain itu, contoh kedua, beberapa orang tua menyimpulkan bahwa anaknya baik-baik saja selama mereka tidak menangis atau selama mereka sedang bermain. Hal ini sering kuamati saat beberapa keluarga mengantri di poli THT tempatku berobat. Berbeda dengan poli lainnya, pasien di poli THT lebih beragam, dari usia anak hingga dewasa dan lanjut usia. Seringkali saat keluarga tersebut membawa anaknya, maka pasien sebenarnya adalah si anak. Tetapi kadang tidak juga, si anak dibawa berobat karena mungkin memang tidak ada yang menjaga jika di rumah. Semakin banyak orang di sekitarku dengan rentang usia beragam, maka semakin banyak pula data yang kudapatkan dari hasil pengamatan.
                Suatu hari, ada dua orang anak (satu lelaki dan satu perempuan) dari dua keluarga mengantri di poli THT. Mereka berada di tempat duduk yang saling berhadapan dengan arah berseberangan. Anak-anak yang sekitar 3 tahun tersebut masing-masing bermain sendiri. Jika dilihat dari satu sudut pandang, mereka memang tampak bermain sendiri. Tetapi aku yang sudah sering menonton The Return of Superman (salah satu variety show dari Korea yang berkisah tentang ayah-anak) dapat menyimpulkan bahwa mereka tertarik bermain bersama satu dengan lainnya. Kesimpulan ini berdasarkan data yang tampak yaitu, saat si anak perempuan bermain dengan sandalnya, tak lama kemudian si anak lelaki juga bermain dengan sandalnya (tentunya setelah mengamati dengan seksama si anak perempuan tersebut). Dan seterusnya demikian, si anak lelaki tersebut menirukan apa yang diperbuat oleh si anak perempuan. Sayangnya, orangtua masing-masing anak tersebut tetap diam bergeming. Karena dengan jarak tempat duduk yang demikian, tidak mungkin dilakukan obrolan antara orang yang tidak dikenal. Maka orangtua pun membiarkan mereka. Orangtua menganggap bahwa anak mereka baik-baik saja, tetapi menurutku tidak. Mereka tertarik satu sama lain, mereka ingin lebih saling mengenal dan bermain bersama dengan legal. Tapi apa daya, tak ada komunikasi yang bisa dijalin dan mereka hanya bermain tanpa obrolan karena bahkan tak saling tahu nama.
                Demikian hasil berpikir hari ini, mudah-mudahan bermanfaat. Semoga saja kita bukan termasuk orang yang bertindak tanpa berpikir. Allah sudah mengatakan dalam al- Qur’an bahwa sangat sedikit orang yang mau berpikir, sangat sedikit orang yang mau menggunakan akalnya. Maka seharusnya kita dapat menjadi bagian dari orang-orang yang sedikit itu. Barokallahu fiik, sampai jumpa di hasil pemikiran selanjutnya, byee~

follow me @qhimahatthoyyib

Selasa, September 25, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #6



                Tepatnya kemarin pukul 18.30 aku sampai di rumah, setelah 5 hari opname di Rumah Sakit (RS) untuk operasi telinga revisi CWD(s). Disebut operasi revisi karena memang sebelumnya aku sudah pernah menjalani operasi ini bulan Februari 2018 lalu. Karena masih ada keluhan dan menurut dokter juga belum sembuh maka diputuskan untuk operasi ulang. Banyak yang menanyakan apa sebabnya kok bisa sampai operasi? Jujur saja, awalnya dua tahun lalu tepatnya desember 2016 aku merasa gatal di telinga. Setelah ke dokter, katanya hanya infeksi biasa. Proses awal ini sudah kuceritakan pada beberapa tulisan sebelumnya. Hingga pada tahun 2017 penyakit ini mulai mengganas yaitu keluarnya cairan dari telinga hingga berkurangnya peendengaran. Tahun 2018 diputuskan untuk operasi dengan tujuan memperbaiki gendang telinga dan pembersihan sumber infeksi. Ternyata sakit itu masih berlanjut sehingga diselesaikan pada operasi ini.
Proses panjang yang telah kulalui, membuatku berharap dari lubuk hati yang paling dalam bahwa inilah proses terakhir pengobatanku. Aku berharap Allah memberikan keajaiban padaku. Tapi seperti yang sudah kutuliskan pada kisah sebelumnya bahwa sakit ini hanya terjadi dua tahun, sedangkan berpuluh tahun sebelumnya Allah telah memberi nikmat yang tak terhingga buatku. Mungkin saja penyakit ini juga merupakan salah satu nikmat yang ditujukan padaku, tetapi nyatanya manusia tidak melihatnya demikian. Kita selalu menganggap bahwa kenikmatan adalah hal yang menyenangkan. Sedangkan masalah dan kesedihan adalah ujian dan cobaan.
Tiga kali masuk ruang operasi (TE, CWD, revisi CWD) dan dikelilingi pisau bedah, tak pernah membuatku nervous atau berkeringat dingin seperti saat memasuki ruang sidang tugas akhir pada ujian sarjana dua tahun lalu. Sampai saat ini pun aku belum menyelesaikan ujian sidang proposal karena jika mengingatnya tiba-tiba detak jantungku menjadi lebih cepat. Karena menurutku masuk ruang operasi bukanlah sebuah ujian, namun kepasrahan. Kita pasrah pada kinerja dokter dan perawat yang ada di sana. Kita serahkan hidup kita sepenuhnya pada Yang Kuasa. Ketika aku dapat membuka mata kembali pasca operasi (bius total), aku merasa bahwa Allah sangat baik padaku. Dia telah memberikan kesempatan kedua, ketiga dan keempat agar aku dapat memperbaiki hidupku dengan semestinya. Sehingga akan sangat bodoh bila aku tak memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya.
Kasus penyakitku ini kata dokter, sangat jarang terjadi bahkan di RS tersebut seperti belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, aku tak tahu pasti seberapa besar kemungkinan sakit ini sembuh total atau kambuh lagi. Kita hanya dapat melihat hasilnya beberapa minggu pasca operasi saat perban sudah dibuka dan aku bisa beraktivitas normal kembali. Sahabat, sejatinya rumah sakit adalah salah satu tempat di mana banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Kisah-kisah pasien lain yang lebih kronis, kisah dari tenaga medis, terutama kisah hidup kita sendiri. Maka selama hidupku berlangsung, aku akan terus menuliskan banyak kisah berharga dan berfaedah sebagai pelajaran bagi kita semua. Sampai jumpa di tulisan berikutnya~

follow me @qhimahatthoyyib

Senin, September 24, 2018

SELINGAN 4 : Tokoh Utama Tak Selalu Sempurna Kemenangannya



                Selain korean variety show atau japanese dorama, genre tontonan favoritku adalah action-science fiction movie terutama dari mancanegara seperti mission impossible dan kawan-kawan yang berasal dari Barat, maupun oolong courtyard dan leluhurnya yang berasal dari China, hingga jelmaan (adaptasi) anime seperti Tokyo ghoul, Jojo’s bizarre adventure dan sejenisnya yang berasal dari Jepang.
                Movie yang baru saja kutonton akhir-akhir ini tak kalah menarik dari movie lainnya. Selain adegan, grafis, dan aktor-aktris yang bagus, movie ini memiliki alur cerita dan pelajaran tersendiri bagiku. Judulnya adalah Bleach, salah satu movie jelmaan anime dengan judul yang sama. Meski tak menggemari animenya, movie ini memberi kesan tersendiri bagiku. Selain itu, movie berjudul Reborn (2018) juga memiliki benang merah yang sama. Kedua film tersebut sangat kurekomendasikan bagi sahabat yang juga mempunyai genre film favorit yang sama dengaku.
                Aku menonton dua movie tersebut di RS (rumah sakit), sehari sebelum dan setelah menjalani operasi telinga revisi CWD(s) pada 21 september lalu. Akan kujelaskan satu per satu mengapa aku menganggap dua film tersebut memberi pelajaran yang sama menurutku. Pertama, Reborn mengisahkan para hacker yang pada akhir cerita diketahui adalah agen rahasia suatu negara berhasil menggagalkan rencana pengacakan aplikasi terbaru oleh seorang pengusaha IT terkenal di Asia yang juga mantan hacker. Kedua, Bleach berkisah tentang seorang manusia yang berubah menjadi soul reaper (shinigami) setelah bertemu shinigami wanita yang berusaha menyelamatkannya dari Hollow pemakan nyawa.
Setelah membandingkan inti kedua kisah tersebut, seolah memang tak berkaitan satu dengan lainnya. Tetapi pada akhir kisah, film Reborn menceritakan bahwa meskipun berhasil menggagalkan misi jahat sang pengusaha, namun si hacker tokoh utama kehilangan rekan kerja wanita yang juga adalah soulmatenya. Selanjutnya pada film Bleach, manusia tokoh utama tersebut telah kehilangan ibu di masa kecilnya, selain itu sebagai seorang anak lelaki tertua dia tidak berhasil melindungi siapapun. Menurutnya, hanya dirinya yang selalu mendapatkan perlindungan.
Dari akhir kedua kisah tersebut, meskipun si tokoh utama berhasil mengalahkan lawannya, namun ia harus rela kehilangan orang yang dicintainya. Apakah itu orang tua, saudara, pasangan, selalu ada hal yang dikorbankan oleh tokoh utama untuk mencapai keberhasilannya. Sampai-sampai mereka menganggap keberhasilan itu didedikasikan untuk yang telah tiada atau menganggap keberhasilan itu adalah keberuntungan semata.
Sesungguhnya pelajaran hidup seperti ini dapat diperoleh dari mana saja, dari film apapun, dari kisah siapapun. Tetapi jika kita tidak cermat mengambil pelajaran dari suatu kisah dan melewatkannya begitu saja, lalu untuk apakah akal pikiran kita gunakan. Sahabat, tokoh utama bukanlah seorang yang sempurna kebahagiannya. Tokoh utama bukan pula orang yang selalu menang dalam hidupnya. Tokoh utama juga tak selalu happy ending kisahnya. Sahabat, kitalah tokoh utama dari kisah hidup kita masing-masing, dengan Allah sebagai sutradara dan malaikat sebagai kru-kru lainnya. Oleh karena itu, jalani saja hidup ini semaumu, semampumu, seolah kau hidup selamanya. Namun jangan lupakan ibadahmu seolah esok kau tiada.
Sahabat, aku menulis ini beberapa jam pulang ke rumah setelah opname pasca operasi. Aku masih tak percaya aku bisa membuka mataku kembali setelah beberapa jam terbius tiga hari lalu. Aku bersyukur ternyata Allah masih memberikan kepercayaan padaku untuk melanjutkan jalan hidup. Kisah-kisahku tentang rumah sakit akan kutuliskan pada lembar berikutnya. Nantikan ya~

follow me @qhimahatthoyyib

Sabtu, September 01, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #5



Selain dorama dan Japanese movie, tayangan yang seringkali kutonton adalah Korean variety show berjudul Hello Counselor. Setiap episodenya, show ini menampilkan tiga laporan masalah dari penduduk korea untuk diselesaikan oleh host dan penonton. Belum lama ini, salah satu episodenya menampilkan laporan dari orangtua yang mempunyai anak dengan dua warna mata berbeda. Anak tersebut memiliki mata berwarna hitam di satu sisi dan biru di sisi lain. Seperti bisa kawan-kawan bayangkan, anak dengan keistimewaan seperti itu sangatlah jarang sehingga pastilah menjadi pembicaraan hingga bahan ejekan karena orang lain tidak terbiasa melihat hal yang demikian. Maka dari itu, kedua orang tua si kecil tersebut memberanikan diri untuk tampil di televisi agar menjadi pelajaran bagi masyarakat. Selain itu juga dapat memunculkan rasa percaya diri pada si kecil.
Keadaan seperti itu ternyata tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan negara kita Indonesia. Masih banyak orang dengan pandangan sebelah mata pada penderita kelainan terlebih pada anak-anak. Aku masih ingat ketika dulu pertama kali aku memakai kacamata yaitu saat kelas 4 SD/MI. Berarti sekitar 15 tahun yang lalu, aku juga mengalami hal yang sama dengan si kecil pada cerita di atas. Tetapi mungkin tidak separah itu, tidak juga separah anak-anak penderita kelainan lainnya.
Tayangan tersebut dan gambaran masa lalu itu mengingatkanku pada beberapa momen di rumah sakit ketika aku melihat seorang gadis kecil berkacamata di rumah sakit. Mungkin sama usianya denganku dulu saat pertama kali mengenakan kacamata. Aku tak yakin apakah yang dipakai kacamata berlensa ataukah kacamata pelindung biasa karena aku tak berbincang sama sekali dengan orangtuanya. Tetapi dari penampakannya, itu adalah kacamata berlensa. Meski tak yakin, namun seringkali feelingku benar. Selain itu, aku juga beberapa kali melihat anak-anak dengan kelainan bicara atau mendengar di klinik tempat aku berobat yaitu klinik THT (telinga, hidung, tenggorok). Hebatnya, keadaan yang demikian tidak membuat mereka kehilangan semangat dan keceriaan. Para krucil itu tetap berlarian kesana kemari, mencoba bicara semampunya, atau bermain jika bertemu dengan kawan sebayanya.
Melihat kejadian itu, atau jika mereka ada di sebelahku, aku hanya bisa tersenyum dan seringkali tak bisa berkata-kata karena takut apa yang kukatakan mungkin saja menyinggungnya atau orangtuanya. Selain itu, aku selalu kagum dengan orangtua mereka. Ayah ibunya pasti memiliki kesabaran yang luar biasa dibandingkan dengan orangtua dari anak-anak normal. Ayah ibunya pasti memiliki kecintaan yang luar biasa agar anak tetap merasa bahagia dan tidak merasa dikucilkan. Ayah ibunya pasti memiliki rasa percaya diri dan semangat luar biasa untuk tetap peduli pada putra-putrinya. Setelah mengamati hal demikian, aku yakin bahwa Allah tidak akan memilih orang yang salah untuk diberi ujian. Ia pasti tidak akan memberi ujian diluar kemampuan makhluk-Nya. Hanya saja, hasilnya tergantung pada kita. Apakah kita sendiri berniat untuk berubah atau tidak, serta yakin atau tidak. Mudah-mudahan kita semua termasuk pada makhluk-Nya yang beriman dan bersabar.

follow me @qhimahatthoyyib

Rabu, Agustus 29, 2018

SELINGAN 3 : Kasih Sayang Itu Bernama Surga



                Tulisan ini sebenarnya cocok masuk dalam tema Rumah Sakit Bercerita, tetapi karena sedikit ada perbedaan isi maka kuputuskan untuk masuk dalam tema Selingan. Tenang saja, masih banyak kisah yang dapat diambil hikmah dari pengalamanku selama 2 tahun berobat di rumah sakit. Namun, kali ini aku akan bercerita tentang drama yang kualami pada beberapa pekan sebelum masuk waktu perkuliahan. Kisah ini terjadi beberapa hari sebelum tulisan Rumah Sakit Bercerita #4 rilis. Pada tulisan tersebut, aku sempat menyebutkan pada paragraf pertama bahwa aku gagal mengambil cuti yang selama ini sudah kupikirkan dan kurencanakan matang-matang. Berikut kisah dibalik mengapa aku tak jadi ambil cuti kuliah pada semester akhir masterku ini.
                Pagi itu setelah aku membulatkan tekad untuk mengambil cuti setelah beberapa bulan berkontemplasi dengan diri sendiri, maka aku segera berangkat ke kampus untuk mengurus berkas-berkasnya. Setelah mengambil berkas dan lain sebagainya, hal yang tersisa adalah meminta ijin pada dosen wali untuk mendapatkan tanda tangan beliau. Maka besoknya aku kembali ke kampus untuk menemui beliau. Setelah beberapa jam bercerita tentang sakitku dan sebagainya, sembari sesekali aku menangis, kadang juga diselingi tawa, saran yang beliau berikan adalah ’tidak perlu ambil cuti dan jalani saja semampunya’. Beliau juga menambahkan, “cerita saja pada kawan-kawan jika ada kesulitan, pasti mereka akan bantu. Nanti ibu juga akan bantu bilangkan”. “kawan-kawan sudah saya beritahu bu”, jawabku. “ya bagus kalau gitu, bagaimana mereka baik-baik kan pasti mau membantu”, balas beliau.
                Iya, beliau tidak memberikan ijin padaku untuk mengambil cuti, itu kesimpulan yang kuambil. Meski aku benar-benar memahami bahwa sebenarnya yang diberikan oleh beliau adalah saran, tetapi saran tersebut berperan penting dalam pengambilan keputusanku. Sehingga beberapa saat setelah pertemuan itu terjadi, aku meragukan lagi keputusanku untuk cuti. Aku berkontemplasi lagi selama beberapa hari, memohon petunjuk dan memohon kekuatan kepada sang Maha Kuasa. Hal apa yang paling baik untukku menurut-Nya. Hingga pada suatu pagi, keajaiban itu terjadi. Allah memberi sinyal itu padaku, dan aku rasa itulah jawaban atas pertanyaan yang beberapa hari ini telah kuajukan pada-Nya. Begini kisahnya:
                Pagi itu, aku yang tidak biasa menonton televisi baik acara kajian, berita, maupun show lainnya tiba-tiba ingin saja menyalakan televisi. Saat itu aku tinggal sendirian di rumah, karena sepekan sebelumnya kedua orangtuaku telah berada di Masjidil Haram untuk menunaikan ibadah haji. Sementara adek-adekku sedang hijrah ke tempat lain untuk menempuh pendidikan. Maka dari itu, untuk mengusir kesunyian di rumah terkadang kubiarkan televisi menyala sambil melakukan kegiatan lainnya. Bukankah ini hal yang biasa dilakukan oleh ibu rumah tangga dan pembantu rumah tangga saat ditinggal oleh suaminya bekerja dan anak-anaknya sekolah.
                Beberapa menit setelah mengganti-ganti channel, aku terhenti pada suatu tayangan kajian pagi. Kajian dengan tema wanita-wanita sholehah penghuni surga. Ustadz menjelaskan ciri-ciri dan hal-hal yang harus dilakukan oleh wanita untuk mendapatkan surga. Sampai tiba sesi pertanyaan, ustadz menjawab pertanyaan tersebut dengan hadits yang mengisahkan seorang wanita berpenyakit ayan. Begini arti dari hadits tersebut:

dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku:
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”
Aku menjawab, “Ya”
Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’
Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’
Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tayangan itu, terutama hadits yang disebutkan oleh sang ustadz seketika membuatku tersadar dari lamunan dan terbangun dari mimpi. Bayang-bayang yang selama ini memenuhi pikiranku akhirnya sirna. Aku telah lupa bahwa ada sejarah selain kisah Nabi Ayyub, kisah seorang yang bersabar menghadapi penyakitnya. Kisah yang lebih dekat, kisah yang lebih realistis untuk disandingkan dengan apa yang kualami saat ini. Jadi, bersabarlah dan bagimu surga.
Kawan, Allah punya jawaban dan solusi atas segala pertanyaan dan permasalahan. Apa yang sedang kau alami saat ini, adalah kejadian berulang yang telah tertulis dalam sejarah. Maka dari itu, selalu dekatkan diri kepada-Nya agar kita selalu diberi petunjuk oleh-Nya. Wallahu a’lam. Mohon maaf atas tulisan yang terlalu panjang.

follow me @qhimahatthoyyib

Senin, Agustus 27, 2018

SELINGAN 2 : Apresiasi untuk Para Atlet



                Sebenarnya aku masih ragu tentang judul apa yang cocok untuk tulisan kali ini, tapi biarlah. Meriahnya agenda ASIAN GAMES di Indonesia membuatku tak rela jika harus tertinggal pertandingan khususnya badminton. Seperti yang telah kuceritakan di SELINGAN1 sebelumnya, karena aku sempat mendalami badminton maka sedikit banyak masih terdapat jiwa-jiwa atlet dalam diriku. Menonton siaran ulang atau hanya mendengar liputan terkait hasilnya saja seringkali membuatku tetap tidak puas. Jadi, aku tahu rasanya bagaimana para pecinta sepak bola rela bangun malam-malam demi menyaksikan pertandingan klub favoritnya.
Setelah mengamati beberapa kali pertandingan badminton, ada beberapa hal yang mengganggu pikiranku. Salah satunya adalah raket yang digunakan oleh para atlet. Salah satu bukti bahwa raket sangat menarik perhatianku adalah ketika para atlet menggunakan raket bermerk YONEX, orangtuaku akhirnya menghadiahkan raket merk tersebut padaku saat aku mulai mendalami badminton sekitar 18 tahun yang lalu. YONEX kami anggap sebagai raket paling bagus dan berkualitas tinggi. Namun, akhir-akhir ini tampaknya para atlet sudah tidak menggunakan raket bermerk lagi. Entah apapun sebabnya, hal inilah yang membuatku penasaran.
                Kejadian tersebut mengingatkanku pada dorama jepang berjudul Rikuoh yang dirilis pada tahun 2017 lalu. Dorama ini bercerita tentang pabrik tabi yang menjelma dengan produk sepatu untuk para atlet lari. Dorama tersebut juga menceritakan lika-liku perebutan sponsor sepatu untuk para eatlet lari tersebut. Mungkinkah hal demikian juga terjadi di dunia nyata lika-liku para atlet? Bagaimanapun sepatu adalah alat perang bagi para atlet lari, begitupula raket adalah senjata bagi para atlet bulutangkis. Maka dari itu, sponsor bertugas untuk memberikan semangat pada mereka agar dapat tetap memberikan yang terbaik.
                Rasa penasaran tersebut membuatku harus mencari kabar tentang YONEX dan akhirnya aku mendarat pada kisah sejarah YONEX, para atlet yang diberi sponsor, dan keberadaan pabrik tersebut saat ini. Aku hanya membaca dan tidak berani menyimpulkan apapun, meski Informasi tersebut telah sedikit menghapus rasa penasaranku. Namun, apapun yang terjadi semoga saja para atlet tetap semangat untuk memberikan yang terbaik terutama bagi bangsa dan negara. Hanya saja, apresiasi terutama dari pemerintah juga harus setimpal dengan pengorbanan yang telah dilakukan oleh para atlet tersebut.
                Bukan hanya atlet, tentunya pada pengorbanan apapun, manusia membutuhkan apresiasi. Bukan haus akan penghargaan, tetapi apresiasi, hadiah atau apapun namanya akan membuat seseorang berusaha memberikan hasil yang terbaik, berlomba menjadi yang paling unggul, baik dalam rangka mengalahkan diri sendiri di masa lalu maupun melawan orang lain. Oleh karena itu, hargailah apapun yang dilakukan oleh orang lain, serendah apapun pekerjaan mereka menurutmu. Karena belum tentu jika kamu dalam posisi itu, kamu dapat melakukannya lebih baik daripada mereka. Dalam rangka menghargai orang lain, aku jadi teringat hal yang telah diajarkan oleh para guru dan senior di SMA dulu yaitu ucapkanlah 3 kata saat meminta bantuan orang lain MAAF, TOLONG, TERIMAKASIH. Demikian kisah hikmah hari ini, semoga bermanfaat untuk kita semua. Wassalamu’alaikum.

follow me @qhimahatthoyyib

Sabtu, Agustus 25, 2018

SELINGAN 1 : Gelora Gempita 18th ASIAN GAMES 2018



Melihat euforia masyarakat dan atlet Indonesia terhadap ASIAN GAMES khususnya yang berada di Jakarta, Palembang, Bekasi, Bogor, Subang serta tempat-tempat lain yang menjadi tempat terselenggaranya pesta olahraga se-Asia ini membuatku flash back, mengingat memori masa-masa lampau saat aku masih berkecimpung di dunia bulutangkis. Memang tidak bisa disebut sebagai atlet, tetapi setidaknya aku pernah benar-benar menekuni cabang olahraga tersebut. Seingatku di beberapa tulisan sebelumnya pernah kusebutkan. Tetapi akan kukisahkan ulang jika tulisan itu sulit ditemukan.
Sangat teringat di dalam memoriku masa-masa di mana arena lapangan badminton menjadi teman baikku setiap satu pekan sekali pada hari jumat. Kurang lebih tiga tahun aku berada di sana saat usiaku masih sekitar 8 tahun. Aku tak yakin apakah aku merupakan anggota klub karena aku tidak hafal atlet lainnya kecuali seorang senior lelaki yang kerap kali memakai kaos bertuliskan CAMEL di punggungnya, itupun juga aku tak tahu namanya. Karena bagiku, keberadaan seorang pelatih sudah cukup untuk membakar semangatku.
Berlari mengelilingi lapangan adalah rutinitas kami sebelum berlatih. Meski rentang usia kami cukup jauh, kurasa sekitar 10 tahun, banyaknya putaran yang harus kulakukan saat itu sama dengan senior lainnya. Melelahkan, bahkan aku seringkali menangis setelahnya. Baik setelah berlari, maupun setelah berlatih. Karena tak banyak anak seusiaku pada jam-jam tersebut, aku seringkali bermain privat dengan pelatih, terkadang sesekali juga bermain melawan senior. Maka dari itu aku tak yakin apakah aku masuk ke dalam klub, atau les privat badminton. Tetapi aku bersyukur pernah serius bermain badminton dan pernah punya pelatih yang tidak jemu untuk membuat kemampuan bermainku menjadi semakin lebih baik.
Tujuh tahun kemudian, aku sempat mengikuti pertandingan antar sekolah SMA se-Tangerang. Menjadi salah satu wakil dari sekolah merupakan kebanggaan tersendiri. Sayangnya, aku tak sebaik pemain lainnya yang berasal dari klub ataupun telah berlatih rutin. Karena saat itu, aku dan kawanku yang berasal dari sekolah kami tidak benar-benar menekuni olahraga ini. Tak ada pelatih, tak ada latihan rutin, serta tak juga mengikuti klub. Wajar saja kami tak mampu untuk lanjut ke tahap selanjutnya. Itulah akhir dari karir permainanku dalam badminton. Meskipun sempat pada tahun pertama kuliah aku masuk ke dalam UKM badminton tetapi mataku sudah tak mampu lagi mengamati pergerakan shuttlecock yang terkena lighting GOR. Maka dari itu, saat ini badminton hanya kujadikan sebagai hobi, yang kulakukan jika ada waktu senggang.
Setelah mengalami sendiri, ditambah lagi dengan mengamati pertandingan dari beberapa jenis cabang olahraga, membuatku sadar bahwa ada dua macam pertandingan yaitu pertandingan melawan diri sendiri dan kedua pertandingan melawan orang lain. Olahraga yang termasuk dalam kategori melawan diri sendiri adalah cabang atletik seperti lari, lompat, atau cabang lain seperti balap sepeda, paralayang, panjat tebing, renang, panahan, bowling, dayung, angkat besi dan permainan lain yang sudah bisa dilakukan sendiri. Sedangkan olahraga yang termasuk kategori melawan orang lain adalah badminton, voli, tennis, tennis meja, sepak takraw, dan permainan lain yang hanya bisa dilakukan jika ada dua pemain/tim.
Kedua macam pertandingan tersebut selain terjadi dalam olahraga, pada umumnya juga terjadi pada kehidupan kita sehari-hari. Adakalanya kita harus melawan diri sendiri dengan kondisi lingkungan yang ada, kadang juga kita harus menghadapi kondisi untuk melawan orang lain. Tetapi seperti yang kusebutkan pada cerita awal bahwa keberadaan pelatih sangatlah penting. Begitu juga dalam menjalani kehidupan, keberadaan pelatih alias orang-orang yang dapat memberikan nasihat, menyalurkan semangat, dan menawarkan solusi sangat kita butuhkan. Terlebih dari orang-orang yang telah melalui kondisi yang sama dan mempunyai pengalaman yang sama.
Demikian tulisan selingan kali ini, sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Akhir kata, saya tutup dengan kutipan lagu ASIAN GAMES 2018 yaitu “and Give Your Best, Let God Do The Rest”. Fighting Indonesia!!


follow me @qhimahatthoyyib

Sabtu, Agustus 11, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #4



                Sahabat, bagaimana hari-harimu? Tetapkah tenang dan bahagia? Jika tidak, maka periksa kembali hubunganmu dengan Yang Maha Kuasa. Karena Dia-lah sumber ketenangan dan kebahagiaan jiwa dan raga. Paragraf pembuka ini adalah nasehat utama yang kuberikan pada diriku akhir-akhir ini. Terlebih, saat ini aku merasa malas dan ingin menyerah dari kerjaan tugas akhir masterku pada semester ini. Rasanya ingin ambil cuti saja selama satu semester, padahal sudah semester akhir. Tetapi gagal, banyak orang yang mendukung keputusanku tapi lebih banyak lagi orang-orang, termasuk guru dan kawan-kawan baik yang memintaku untuk bangkit serta tetap semangat.
Kisah tersebut berawal dari tiga bulan terakhir, semenjak harus dua sampai tiga kali tiap pekan aku harus kontrol ke rumah sakit (RS). Aku merasa tidak memahami apa yang sebenarnya ingin Allah sampaikan padaku melalui ujian sakit ini. Berkali-kali pun aku mencoba mengerti hikmah apa yang ingin Allah berikan, tapi gagal. Setiap hari, bahkan mungkin setiap jam aku menangis, tidak hanya secara fisik tetapi juga rohani. Kurasa kesedihan telah menggelayutiku terlalu dalam dan diriku telah berlarut-larut terseret ke dalamnya. Mungkin itu juga sebabnya aku memilih membeli salah satu buku tullisan Seno Gumira berjudul ‘Negeri Senja’ bulan lalu.
Dalam masa-masa yang menurutku sulit seperti ini, yang kurasa inilah ujian terberat dari Allah yang diberikan padaku secara pribadi (bukan keluarga) setelah seperempat abad hidup di bumi, Aku sadar bahwa Allah tidak pernah membiarkan hamba-Nya hidup sengsara selamanya. Meskipun makhluk Allah yang bernama manusia tersebut tidak benar-benar mendekat untuk meminta penyelesaian ujian pada-Nya. Seperti janji-Nya dalam al-Qur’an surah al-Insyiroh yang artinya “...sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan...”. Bukankah Allah juga mengatakan bahwa “...Apakah kamu mengira bahwa kamu tidak akan diuji setelah beriman?...”  Sungguh bahwa Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Banyak bukti yang telah terjadi terutama padaku akhir-akhir ini. Dalam masa sulit menjalani ujian ini, Allah juga sekaligus mengirimkan kabar gembira padaku. Mungkin inilah cara Allah menghiburku.
Kepanjangan opening sampai lupa inti yang ingin kusampaikan pada tulisan ini. Tapi tidak masalah, karena inti yang singkat ini berawal dari perenungan opening yang panjang. Beberapa hari lalu, saat aku harus menjalani foto CT Scan sinus aku ditemani salah satu orang penting dalam hidupku. Seseorang yang akhir-akhir ini Allah kirimkan untuk menghiburku. Padahal sebelumnya aku tidak pernah ditemani seseorang ketika kontrol ke RS, kecuali saat hari pertama periksa itupun sudah setahun yang lalu. Aku menyebut orang ini The Last Standing Partner Akhwat FRU11TS. Artinya, bahwa orang ini adalah partner akhwat (terdekatku) angkatan 2011 terakhir di Surabaya karena setelah ini, sekitar 2 pekan ke depan ia telah menjadi milik orang dan pergi meninggalkan Surabaya untuk berbakti pada suaminya. Iya, akhirnya kawan-kawan akhwat seangkatanku satu per satu pergi dari Surabaya untuk menunaikan amanah di tempat dan ladang dakwah lainnya. Sedangkan aku, aku masih di sini karena selain aku harus menyelesaikan masterku di ITS, ini pula tempat di mana kedua orangtuaku tinggal.
Akhwat tersebut sangat istimewa, kusebut saja namanya yaitu Wahyu Eka Putri Kinanti, akrab disapa puput tapi tak jarang orang memanggilnya WEka. Katanya sih, ia sangat berat meniggalkan surabaya. Aku sih senang-senang saja jika ia tak jadi pergi karena bagiku ia adalah salah satu teman seangkatan yang istimewa. Meskipun kami tak satu jurusan, kami juga tak pernah satu amanah, kenal juga beberapa tahun terakhir saja. Tapi singkatnya waktu, tak mempengaruhi dalamnya persahabatan. Padahal ia akan pergi, tetapi mengapa ini adalah kabar gembira bagiku? Karena pada hari-hari terakhirnya di Surabaya ini, ia semakin menjadi perhatian padaku ehehe padahal ia pasti sibuk dengan urusannya. Selain itu, aku senang akhirnya ia akan menikah. Ini kabar yang sangat menggembirakan bagi siapa saja yang mendengarnya. Barokallah yaa puput sayang~ mudah-mudahan acaranya lancar dan menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rohmah baik di dunia maupun akhirat nanti. Amiin~
Pergi dari Surabaya untuk mencari ladang dakwah lainnya adalah hal tepat yang Allah hadiahkan padanya. Karena ia telah menyelesaikan semua amanahnya di Surabaya dengan baik dan profesional. Mudah-mudahan dengan semangat-semangat yang diberikannya padaku, aku juga dapat menyelesaikan amanahku dengan baik, terutama amanah untuk menyelesaikan program master yang sedang kutempuh saat ini agar aku juga dapat segera beralih pada amanah selanjutnya yang Allah siapkan untukku. Bukankah setelah menuntaskan suatu amanah, hendaknya kita segera menyambut amanah selanjutnya? Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

follow me @qhimahatthoyyib

Kamis, Agustus 09, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #3



                Sahabat, bagaimana kabarnya siang ini? Apakah ada sahabat pembaca yang sdang berada di Lombok? Atau memiliki saudara dekat dan teman di Lombok? Dengan segenap hati, saya turut berduka cita dan turut berdoa untuk saudara-saudara sekalian di Lombok. Semoga Allah memberikan kesabaran dan kelapangan hati untuk menerima ujian dari alam. Perbanyak ibadah, berdzikir dan berdo’a karena hanya Allah lah yang dapat menolong kita dalam berbagai kondisi.
                Baik, insyaAllah pada tulisan kali ini saya akan berkisah tentang hal yang saya janjikan pada tulisan sebelumnya. Yaitu tentang keseringan saya menghindari percakapan dengan orang yang belum kenal. Sahabat, berkomunikasi, berbicara dan bertukar pikiran dengan orang lain adalah suatu hal yang wajar kita lakukan sebagai manusia bertitel makhluk sosial. Artinya kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan kita. Berbagai macam jenis orang selain diri kita yaitu bisa dikategorikan sebagai keluarga, teman, kolega, rekan kerja, guru dan orang asing (yaitu sebutan untuk orang yang tidak kita kenal). Hal ini menyebabkan tingkat kebutuhan dan cara bersikap kita pada tiap kategori tersebut menjadi berbeda. Terkadang bergantung juga kepada ‘kepentingan’. Termasuk bagi orang-orang seperti saya yang memiliki sifat melakonlis-plegmatis akan sangat berbeda sikapnya antara keluarga, teman dan kolega serta orang asing.
                Pada umumnya seseorang akan bersikap hangat dan baik pada orang-orang yang dikenalnya, dan bersikap waspada, bahkan jutek pada orang yang tidak dikenalnya. Tetapi beda halnya jika kita bekerja sebagai public figure, atau mengabdi untuk masyarakat dan pelayan fasilitas umum seperti dokter, guru, customer service, pramugari, dan lain sebagainya. Orang-orang yang demikian harus mengacuhkan kondisi hatinya karena dituntut bersikap ramah pada orang lain. Sebenarnya sikap yang demikian itu sangat patut kita contoh. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa senyum dan keceriaan akan memberikan energi positif pada diri kita serta akan berpengaruh pada orang lain di sekitar kita. Tetapi tidak banyak orang yang dapat bersikap demikian. Hanya saja, terkadang ada beberapa orang yang sebenarnya berniat baik dengan mencoba bersikap ramah pada orang asing namun berakibat buruk pada lawan bicaranya tersebut.
                Siang itu, seperti biasa aku kembali ke unit farmasi untuk menunggu panggilan obat setelah melaksanakan sholat dhuhr berjamaah di Masjid RS (Rumah Sakit). Seperti biasa pula, perutku sudah keroncongan karena memang setelahh berpuasa Romadhon ini aku kembali minum obat yang diharuskan untuk makan terlebih dahulu. Maka pada siang hari, perutku pun sudah terbiasa mendapatkan asupan. Sehingga siang itu, aku mencari tempat duduk untuk makan sebungkus nasi—yang sebelumnya telah kubeli di kantin—sembari menunggu panggilan. Setelah selesai makan, aku mengeluarkan botol minum dari tas. Tiba-tiba seorang ibu mungkin sekitar usia pertengahan 50 tahun berkata padakau dalam bahasa jawa, “gak kurang gede a mba botole?”. Sejenak aku kaget mendengar ucapan ibu itu, karena tak ada obrolan yang kami lakukan sama sekali sebelumnya. Ibu itu sudah berada di kursi itu sebelum aku datang. Kemudian aku duduk di kursi kosong sebelahnya lalu menikmati makananku. Kutanggapi pertanyaan itu dengan jawaban, “sak menten niki takseh kurang bu, ini saja sudah mau habis.” Kukira dengan jawaban begitu beliau akan diam. Ternyata dugaanku salah, beliau terus melanjutkan pertanyaannya kemudian hanya kujawab singkat karena aku merasa tak nyaman dengan obrolan itu. Beberapa menit kemudian hening, karena aku menghilangkan kebosanan dengan buku bacaan yang sudah kusiapkan. Pada menit selanjutnya, ibu itu masih mencoba mengajakku berbicara dengan tema lain. Beliau sedikit lebih ramah dari sebelumnya, mungkin merasa bersalah atau kaget dan tidak menyangka terhadap jawaban dan reaksiku.
                Bagi sahabat yang tidak paham bahasa jawa, jadi begini intinya. Saat kukeluarkan botol minumku yang berukuran 1 L, ibu tersebut bertanya dengan nada menyindir, menyinyir yang mungkin maksudnya adalah bercanda yaitu botolku itu apa tidak kurang besar untuk dibawa. Padahal menurutku pada jaman sekarang ini membawa botol minum ukuran besar merupakan hal yang sudah biasa dilakukan masyarakat, terlebih di rumah sakit atau bagi seseorang yang harus keluar rumah seharian untuk pergi ke berbagai tempat. Meski sempat kaget dengan pertanyaan tiba-tiba tersebut, aku mencoba mengendalikan emosiku dengan memilih jawaban ringan yang dapat mematikan pertanyaan tersebut. Aku menyatakan bahwa air sejumlah itu masih kurang untukku, sambil kutunjukkan isi botol yang hanya tersisa seperenam tinggi botol.
                Sahabat, itulah mengapa aku seringkali diam saat duduk menunggu antrian di tempat fasilitas umum. Bukan karena tidak suka bicara atau bertukar sapa dan pikiran dengan orang lain tetapi untuk menjaga hati dan perasaan dari orang-orang yang belum kita kenal. Terkadang atau bahkan seringkali ucapan yang keluar dari mulut kita dapat melukai hati orang tersebut. Atau sebaliknya, kita yang sakit hati dibuatnya. Terlebih di tempat seperti itu, kita hanya bertemu dengan mereka mungkin sekali seumur hidup. Jika demikian, bagaimana kita harus meminta maaf setelah tanpa sadar kita menyakiti hatinya? Bukankah kesalahan pada sesama manusia hanya bisa ditebus dengan meminta maaf pada yang bersangkutan? Lain halnya jika kita bersalah kepada Allah, maka kita dapat perbanyak istighfar dan bertaubat kepada-Nya.
                Demikian sahabat yang bisa saya ceritakan siang ini. Semoga dapat memberikan manfaat bagi sahabat pembaca semua dimanapun berada. Serta, kita harus selalu berpikir matang terlebih dahulu sebelum bertindak, baik secara lisan maupun gerakan. Mudah-mudahan kita dapat terhindar dari kesalahan lidah yang tidak bertulang. Amiin~

follow me @qhimahatthoyyib