Beberapa
waktu lalu saya melihat dorama Jepang jadul berjudul Great Teacher Onizuka (GTO)-Taiwan series. Dorama jepang dengan genre sejenis atau hampir mirip dengan GTO mudah
sekali ditemukan, misalnya dorama akhir tahun 2017 Saki ni Umareta Dake no Boku dan Minshuu no Teki atau dorama lama yaitu Gakko no Kaidan (2016) dan Change. Perbedaan
dari masing-masing dorama tersebut adalah aktor utama yang berperan sebagai
agen perubahan dan target wilayah yang diubah. Kembali pada dorama GTO Taiwan,
terdapat salah satu scene (saya lupa pada episode ke berapa) Onizuka sensei
berbicara pada Xieli sensei kurang lebih terjemahnya adalah “...lalu, buat apa
kedua tanganmu itu?...” kemudian Xieli sensei terdiam dan berpikir. Pada dorama tersebut, Onizuka sensei berperan sebagai agen perubahan dalam suatu sekolah. Ia
digambarkan sebagai guru yang sangat peduli kepada muridnya dan mengatasi berbagai
masalah yang menimpa muridnya dengan cara unik versinya.
Kata-kata
tersebut kemudian membuatku berpikir bahwa mungkin saja kita diciptakan tidak
hanya untuk memikirkan keberadaan diri sendiri, egois nama lainnya, khususnya
dengan hadirnya kedua tangan ini. Entah pemikiran tersebut sudah berapa kali
muncul di kepala selama seperempat abad hidupku ini. Pemikiran jenis ini entah
sudah pernah kutuangkan dalam tulisan atau belum. Seperti sudah pernah
kuungkapkan tetapi dicari tulisannya pun tidak ketemu. Mungkin sudah waktunya untuk
saya tuliskan tentang hal ini sekarang.
Sahabat,
mengenai persoalan ‘untuk apa kedua tangan kita’ diciptakan ini kemudian saya mencari
kata ‘tangan’ di dalam al Qur’an dan menemukan satu ayat yang tepat untuk
menjawabnya. Selain itu, di dalam hadits Rosulullah menyebutkan pula kegunaan dari
tangan pada manusia yang tepat digunakan sebagai jawaban dari pertanyaan
Onizuka sensei terhadap Xieli sensei. Al-Qur’an surat al-Isro’ (17) ayat ke-29
menyebutkan (artinya):
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu
kamu menjadi tercela dan menyesal
Menurut Abu Umamah r.a. ayat ini turun ketika suatu hari Rosulullah SAW
berkata kepada ‘Aisyah r.a. “aku akan menafkahkan semua yang aku miliki”,
kemudian ‘Aisyah menjawab "jika begitu, tentu tidak akan ada lagi yang tersisa
sedikitpun.” (HR ibnu Mardawaih).
Tafsir Jalalain menyebutkan bahwa tangan yang terbelenggu pada leher
artinya menahan diri dari berinfak secara keras-keras (pelit sekali) karena hal
itu akan membuatnya tercela. Sedangkan membelanjakan atau mengeluarkan harta
secara berlebihan dan tidak memiliki apa-apa lagi maka hal itu akan membuatnya
menyesal.
Hadits Rosulullah SAW yang dikumpulkan oleh Imam Nawawi pada Riyadhus
Shalihin bab ke-23 tentang Memerintah Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran nomor 1/184
menyebutkan bahwa Abu Said Al-Khudri mendengar Rosulullah SAW bersabda “Barang
siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya
dengan tangannya. Jika ia tidak
mampu, maka dengan lisannya. Dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya.
Yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim).
Imam Ahmad menjelaskan lebih lanjut tentang hadits ini yaitu mengubah kemungkaran dengan tangan maksudnya
bukanlah dengan pedang atau senjata melainkan kemampuan/kedudukan yang
digunakan untuk mengingatkan dengan berlaku santun dan lembut, tanpa kekerasan,
halus dan tidak mengundang kemarahan serta kebencian.
Sahabat, telah
jelas sudah mengapa tangan ini diciptakan oleh Allah untuk kita. Bukan hanya
sebagai alat untuk mengepal, tetapi juga untuk menggenggam tangan-tangan yang
membutuhkan bantuan. Bukan hanya digunakan untuk menyendok makanan, tetapi juga
untuk meraih kembali orang lain pada jalan kebaikan. Bukan hanya memberikan
nafkah pada keluarga atau apapun namanya, tetapi juga untuk menebarkan
kebahagiaan. Jadi, sudahkah kau temukan jawaban untuk apa selama ini kedua tanganmu
kau gunakan?
Sebagai penutup, saya ingin mengutip perkataan dari sastrawan sekaligus ahli
tafsir Sayyid Quthb yaitu “Orang yang
hidup untuk dirinya sendiri akan hidup sebagai seorang kerdil. Akan tetapi,
orang yang hidup untuk orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati
sebagai orang besar.” Jadi, untuk siapa kau dedikasikan hidup yang kau
jalani sekarang? Semoga Allah merahmati kehidupan sahabat sekalian. Wallahu a’lam.