Sabtu, Juni 16, 2018

Apa Untungnya Menikah dengan Penghafal Qur’an?


Assalamu’alaikum sahabat, bagaimana lebaran kedua hari ini? Masih baik-baik sajakah imannya? Apakah ibadah kita masih sekencang seperti saat puasa? Atau malah sibuk menjawab pertanyaan ‘kapan menikah’ dengan nada tak ramah?
Sahabat, bertemu dengan jodoh dan menikah untuk kemudian membangun keluarga bersama merupakan harapan setiap manusia. Jodoh yang dirahasiakan oleh Allah merupakan salah satu teka-teki yang dapat menyebabkan seorang hamba terkadang menerka, tak jarang berimajinasi, atau mungkin juga mencoba pedekate (read: pendekatan) sana-sini, barangkali ada yang mampu mengisi hati dan menjadi pelengkap diri. Setiap manusia mempunyai tipe idealnya masing-masing, sehingga tak mudah menemukan jodoh yang dapat diajak bersanding. Penghafal al-Qur’an misalnya, merupakan salah satu tipe favorit di antara tipe lain seperti wajah rupawan atau seorang hartawan. Lalu apa keuntungan menikah dan membangun keluarga bersama dengan penghafal al-Qur’an (read: Hafidz/ah)?
Sejenak jika kita berpikir logis dan positif, banyak hal menguntungkan jika berkeluarga dengan seorang Hafidz/ah. Keuntungan yang akan diperoleh bukan hanya di dunia saja tetapi juga di akhirat. Salah satu keuntungan di dunia yaitu keberkahan hidup dengan adanya bacaan al-Qur’an sehari-hari dari lisan suami atau istri. Keuntungan lain yaitu rumah tangga sakinah, mawaddah wa rohmah dengan keturunan sholeh-sholehah yang juga hafidz/ah. Sedangkan keuntungan akhirat? Jangan tanyakan lagi, Allah sudah menjanjikan banyak hal bagi para hafidz/ah dan keluarganya.
Namun sahabat, terkadang kita juga harus memikirkan kemungkinan negatif dari suatu kejadian dan keadaan. Menikah dengan para hafidz/ah tidak serta merta dapat menyebabkan diri kita juga menjadi seorang hafidz/ah, tidak jua serta merta membuat kita menjadi orangtua serba bisa atau serba benar atas segalanya, bahkan tidak pula serta merta membuat keturunan kita sebaik atau lebih baik dan sholeh/ah dari kedua orang tuanya. Sahabat harus ingat bahwa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah bukanlah gen yang dengan mudah dapat diturunkan. Apalagi hanya sekedar semangat menghafal al-Qur’an dan penerapannya pada kehidupan. Allah sudah memberikan contohnya pada kisah keluarga nabi Ya’kub, nabi Nuh, dan nabi Luth. Selain itu, realita yang sering kita temukan dalam masyarakat yaitu anak seorang kyai tidak se-sholeh dan se-berilmu ayah-ibunya, anak dari pasangan hafidz/hafidzah tidak secakap orang tuanya dalam melafalkan al-Qur’an.
Sahabat, menikah dengan seorang hafidz/ah bukanlah satu-satunya solusi untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan penuh rohmah serta mendapatkan keturunan sholeh/ah. Tetapi tidak salah jika hal tersebut merupakan salah satu usaha kita dalam menggapai berkah dunia dan akhirah. Sahabat, mari hindari imajinasi dan menerka siapa jodoh kita nanti serta fokuslah dalam perbaikan diri. Peningkatan iman dan taqwa bukan orang tua yang tentukan, bukan pula handai taulan, namun dari dalam diri yang penuh dengan pengharapan dan kepasrahan pada Tuhan. Wallahu a’lam~

follow me @qhimahatthoyyib