Kamis, Mei 21, 2015

Sejejak Kenangan: MENEMBUS BATAS KEMAMPUAN



Semua wanita mungkin bisa melakukan kesaktian ini tapi tidak semua wanita berani melakukannya :D. Kemampuan ajaib yang dimiliki oleh salah satu anggota kami (yang namanya masih kurahasiakan dalam paragraf ini) seringkali mengkhawatirkan para lelaki terutama lelaki yang berstatus ‘ikhwan’. Tapi kekhawatiran itu tidak akan ditunjukkan dalam sikap dan perbuatan. Bukan ikhwan ITS namanya kalau tiba-tiba peka :p. Hal ini membuat kami (duabelas Akhwat tangguh nan kece) beranggapan bahwa semua hal yang kami lakukan sah-sah saja :v (asal tidak bertentangan dengan syari’at). Contohnya: memanjat pohon (hanya untuk foto-foto, demi apa cobak -_-“), mengangkat galon, membawa berkardus-kardus air minum, membawa berkresek-kresek bungkus nasi, memasang backdrop, sampai berkendara dengan kecepatan tinggi (bukan hanya ketika mengendarai motor, mengendarai mobil pun juga :3). Hal-hal tersebut memang belum seberapa dibandingkan dengan kisah dari ibu-ibu yang sudah menjalani ke-single fighter-an pada kehidupannya :’) (kok jadi begini ya ceritanya?). Tidak ada masalah memang dengan ketidakpekaan mereka, justru malah kami lebih senang akhirnya bisa berkreasi dengan ciri khas kami sendiri tanpa ada tekanan dan paksaan. Istilah kasarnya ‘enaklah bisa bertingkah sak karepe dewe’ :v (apa ini yang dimaksud emansipasi yang diinginkan oleh wanita? :D).
Back to topic. Banyak momen-momen bersama (berdua saja) dengan makhluk yang satu ini. Soalnya dia bisa romantis kalau hanya berduaan saja. Bukan saja denganku tapi dengan yang lain pun begitu. Jadi intinya dia ini orangnya tidak terlalu suka dengan hal yang terlalu rame (apalagi kalau ada grup WA yang isinya tidak jelas seperti grup kami, grup PH KKH :3 dia akan men-skip semua percakapan tanpa memilah-milah, sangat berbeda denganku yang rajin baca *baca sosmed maksudnya :v), lebih sering menyendiri, suka dengan kehidupannya sendiri. Kalau lagi suntuk akan pergi menyendiri di taman, di café (yang tidak semua orang tahu tempatnya terutama ADK :D), pokoknya jalan-jalan tidak jelas kemana yang penting cari tempat yang sunyi (sembari memasang headphone di telinganya) untuk menikmati semilir angin sepi. Nampaknya dari cerita tersebut dia seperti orang yang dominan melankolis padahal bukan *plak :v. Well, seperti itulah deskripsi secara umum mengenai akhwat yang satu ini (berasa tes tulis tentangnya :3).
“Wow, ternyata kamarmu isinya beginian? Pantesan betah banget di kamar.” Itulah kesan ketika pertama kali aku masuk ke kontrakannya (terutama kamarnya), aku yakin kamu juga akan mengucapkan hal yang sama denganku apabila melihatnya, tapi kalo sifatmu sama seperti aku sih :D. Saat itu aku merasa seperti berada di duniaku, dunia imajinasi tanpa batas, dunia dengan banyak buku, banyak barang, banyak gambar, banyak yang warna kuning mulai dari cat tembok, sprei, kelambu, hape, barang-barang souvenir pokonya banyak (ini yang paling aku suka :3) padahal dia kan sukanya warna merah dan merah marun -_-“.
“Kak jangan baca-baca yang di atas, itu masa lalu.” Ia menghentikanku membuka bagian atas lemarinya yang dari jauh terlihat seperti kumpulan komik (yang dulu juga menjadi bacaan favoritku).
“Lah, beginian kenapa gak kamu simpan aja di rumah, malah di bawa ke Surabaya?” tanyaku heran. Aku heran karena notabene rumah si ukhti yang satu ini berada jauh di pulau Sumatera sana, tepatnya Riau. “Iya kak, dulu kan awal-awal di Surabaya aku belum kayak sekarang :’(“ jawabnya sedih. “Ohh, hahaha maaf ya, maklum kita kan ketemu ketika kamu sudah sebaik sekarang :’)”. Dan begitulah, awal kali aku mengenalnya lebih dekat.
Fadia Fadzliana Saifuddin, lebih suka dipanggil didi ketimbang dipanggil fad. Hati-hati kalau kamu panggil dia fad, dia juga akan memanggilmu dengan panggilan yang tidak biasanya orang-orang memanggilmu :v (jadi ingat kasus seseorang :D). Sangat suka mengendara dengan kecepatan tinggi karena tidak suka berlama-lama di jalan (ini hal yang kutunggu-tunggu dan menyenangkan kalau dibonceng olehnya :3). Sayangnya dia tidak suka pakai atribut yang girly, tapi akhirnya dia menyadari bahwa atribut itu diperlukan setelah ia ke’hilang’an STNK dan surat-surat penting lainnya :D.
Terakhir, SIMFONI penutup tulisan ini “Jika kejahatan dibalas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan, itu adalah zalim. Tapi jika kejahatan dibalas kebaikan, itu adalah mulia dan terpuji.” Semangat atas impian-impian yang telah kamu tuliskan. Salam sayang~

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar