Saat
perjalanan pulang kami (DIY-Sby) dari family trip YP SDM IPTEK beberapa pekan
lalu, tiba-tiba kami berada dalam suatu pembahasan pernikahan. Padahal saat itu
bukan hari sabtu malam yang katanya hari galau, melainkan hari ahad malam. Kurang
lebih dua jam yaitu 21.30 sampai 23.30 WIB, kami membahas seputar pernikahan. Lebih
tepatnya, kajian pranikah dari senior kami saat itu yang sudah menikah. Beliau bersama
suami dan anaknya semobil dengan kami malam itu. Aku hanya mendengarkan dari
jok paling belakang dan sesekali menyahut jika dipanggil, karena sebetulnya kajian
itu ditujukan pada dua pria di jok depan dan si supir yang sedang mengalami
masa-masa tergalaunya. Dari sekian banyak kajian dan seminar pranikah termasuk
pembahasan malam itu, persiapan utama yang harus dilakukan (menurutku) adalah
komunikasi dengan orang tua.
Komunikasi
dengan orang tua sangat-sangat perlu dilakukan dari awal sejak kita merasa
butuh dengan adanya pendamping. Pun sebaliknya, jika orang tua yang sudah
mendesak kita agar segera memiliki pasangan sedangkan kita belum merasa butuh,
maka komunikasi sangat penting dilakukan. Kita juga perlu tahu keinginan
orangtua. Kriteria pasangan seperti pekerjaan pasangan, asal daerah pasangan, level
pendidikan, pengetahuan agama, dan level sosial pasangan adalah hal biasa yang
orangtua inginkan. Hal-hal demikian akan membuat kita jelas dan mudah untuk
menyampaikan alasan jika pilihan kita berbeda dengan keinginan orang tua. Dalam
beberapa kasus, orangtua menolak calon pasangan si anak karena tiba-tiba datang
tanpa obrolan terlebih dahulu. Hal inilah yang perlu kita hindari.
Persiapan
demikian pasti sudah banyak kawan-kawan baca dan dengarkan dari berbagai kajian
pranikah. Namun bagi sebagian orang, hal itulah yang paling sulit dilakukan
karena berbagai alasan. Faktor kedekatan adalah salah satu alasan utama komunikasi
antar dua orang sulit dilakukan. Atau bisa jadi sama sekali tidak ada yang
mengawali pembahasan seputar pernikahan antara kita dan orang tua. Orang tuanya
santai, kitapun santai. Tapi isi hati orang siapa yang tahu, bisa jadi sikap
santai orang tua itu karena melihat kita enjoy-enjoy saja dalam bekerja, atau
masih senang-senang saja menjalani hidup sendiri saat ini. Padahal usia si anak
sudah matang secara fisik, secara mental pun juga materi.
Dalam
hal ini, si anak lah yang dapat mengawali pembicaraan. Perlu keberanian lebih
untuk membahas hal ini karena bisa jadi orang tua benar-benar santai dan merasa
belum siap jika anaknya saat itu harus menikah. Para orang tua yang dulu
menikah muda, belum tentu saat ini setuju dengan pernikahan pasangan muda,
begitu pun sebaliknya. Maka dari itu, keberanian untuk berkomunikasi tentang
hal pernikahan dan pasangan sangat perlu dilakukan. Kawan-kawan yang kurang confident
atau belum courage membahas hal ini dengan orang tua, ada beberapa tips
yang ingin saya sampaikan.
Pertama,
sering-sering bertanya kisah masa lalu pernikahan orang tua. Hal ini cukup
efektif hasilnya karena orang tua akan mulai membuka memorinya dan mulai
membuka dirinya membahas pernikahan. Kedua, bertanya tentang target
pendidikan atau keinginan pada kita (anak-anaknya), mengapa aku harus begini dan
mengapa aku dibesarkan begitu, membahas tentang masa kecil dan masa depan. Hal ini
juga akan membuat orang tua mulai
berfikir hal-hal yang harus dilakukan kita (anak-anaknya) di usia tersebut. Karena
bisa jadi, orang tua lupa tentang target-target yang diinginkan pada
putra-putrinya. Ketiga, jika
kawan-kawan sudah mulai dekat dengan orang tua, kawan-kawan bisa ikut dalam
pembahasan yang lebih dalam seperti permasalahan keluarga, konflik yang terjadi
di keluarga besar, atau meminta tips-tips agar tetap harmonis di keluarga
besar. Hal ini sangat efektif untuk mengingatkan orang tua bahwa suatu saat
kita juga akan berada di posisi yang sama dengan mereka. Keempat,
tahapan yang perlu dilakukan saat kawan-kawan sudah sangat dekat dengan orang
tua, sudah percaya diri menjalin komunikasi tentang hal ini dengan mereka,
adalah mengungkapkan keinginan dan target-target kita seperti usia berapa kita
ingin menikah, apakah orang tua setuju dan sebagainya. Serta hal-hal lain yang
lebih membahas tentang diri kita pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa kita sudah
siap dengan semua resiko, ujian, konflik, dan hal-hal lain yang sudah
diceritkan dan dibahas pada komunikasi sebelumnya. Kelima, hal
terakhir yang dapat dilakukan oleh kawan-kawan adalah pembuktian. Mulai dari
manajemen diri yang baik, manajemen sosial yang baik, dan hal-hal lain yang
perlu dibuktikan pada orang tua. Tunjukkan dengan sikap dan kata-kata kepada
orang tua. Pada tahap ini, kawan-kawan juga sudah dapat membicarakan tata cara
memilih pasangan sesuai syari’at, adat pernikahan yang syar’i, dan lain
sebagainya yang perlu kita bahas dalam mempersiapkan pernikahan.
Demikian
semoga bermanfaat bagi kta semua karena saya juga sedang belajar. Semoga Allah
meridhoi dunia akhirat untuk siapapun yang menjadi pendamping kita nantinya.
Bye~ selamat memperjuangkan.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar