“Normal” People
Halo
semuanya~ Assalamu’alaikum. Udah setahun lebih sehari kita ga ketemu ya. Kangen
banget rasanya ^^v. Entah hal apa yang membuatku mager nulis di blog,
padahal list judul tulisan untuk lapak ini sudah berjejer rapi di salah satu
halaman notebook ku. Tapi jangan khawatir, tulisan baru ini sangat
menarik karena kita akan membahas drama korea terbaru bulan ini yang berjudul
Extraordinary Attorney Woo Young Woo. Pastiii sudah tahu drama itu kan?
Yap, seperti
judulnya, drama ini mengisahkan seorang pengacara autis pertama di Korea—berkaitan
dengan hal ini, aku belum cek faktanya, apakah benar-benar ada di negeri gingseng
itu—yang merupakan anak dari seorang single father. Di episode 3, ia
menghadapi satu kasus berkaitan dengan penderita autis lainnya. Si autis inilah
yang merupakan terdakwa pada permasalahan tersebut. Keseruan perdebatan antara
pengacara terdakwa dan jaksa pun terjadi di persidangan.
Di persidangan,
sang jaksa bertanya kepada saksi yang merupakan seorang dokter, “Berapa banyak
penderita autis di ruangan ini?”, tapi dokter terdiam dan tidak berkenan
menjawab. Sampai kemudian terjadi percakapan seperti tampak pada gambar di
bawah ini.
Ya, sang jaksa hendak menyampaikan bahwa para pengacara tidak
perlu meminta keringanan hukuman dengan alasan autisme terdakwa. Karena jika
terdakwa dianggap cacat mental, maka pengacara woo juga seharusnya tidak bisa
disamakan dan diberi wewenang sebagaimana pengacara ‘normal’ lainnya.
Hmm pendapat
yang menarik dari jaksa ya. Tapi sebenarnya, apa sih definisi dari orang normal
itu? Menurut WHO, normal adalah kondisi dimana seseorang yang sempurna
fisik, mental dan sosialnya, tidak mengidap penyakit dan kelemahan-kelemahan
tertentu. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah apakah yang dimaksud dengan
sempurna fisik, mental dan sosial? Jika seorang anak terlahir dalam kondisi
autis, siapa yang harus memaklumi, si anak atau para orang ‘normal’ di
sekitarnya? Padahal bisa jadi kondisi anak tersebut adalah hal yang sempurna
menurut Allah.
Allah swt berfirman:
(4) لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sungguh kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
Kesempurnaan penciptaan di sini
merupakan penggambaran anugerah Allah bahwa manusia tidak hanya dilengkapi
dengan kesempurnaan fisik namun juga psikis yang menjadikannya berbeda atas
makhluk lainnya. Manusia dianugerahi akal agar bisa membedakan antara baik dan
buruk serta mampu menganalisis segalah hal yang berkaitan dengan alam semesta
yang pada puncaknya menjadi pribadi paripurna sehingga bisa menjalani mandat
sebagai khalifah di bumi (https://bincangsyariah.com/kolom/tafsir-surat-tin-1-8-manusia-sebagai-makhluk-tuhan-paling-sempurna-jika/).
Sebagai penutup, menanggapi
pernyataan dan pertanyaan sang jaksa, bahwa setiap orang itu dianugerahi hal
yang berbeda. Si autis satu dengan lainnya tentu saja berbeda, hal itu berlaku
juga pada orang ‘normal’. Si normal satu dengan lainnya juga berbeda. Jadi, adakah
hal yang dianggap adil itu menyamaratakan semuanya? Wallahu a’lam.