Selasa, Mei 31, 2016

Setapak Cahaya: HARTA YANG SESUNGGUHNYA



Assalamu’alaikum sahabat, apa kabar iman kita hari ini? Alhamdulillah Ramadhan sudah semakin dekat. Bagaimana persiapannya, apakah sudah beres semua? Selalu dibutuhkan persiapan untuk menghadapi segala sesuatu. Termasuk persiapan dalam menyambut kehadiran bulan suci ini. Jangan sampai tidak ada hal istimewa yang kita lakukan di bulan dilipatgandakannya pahala suatu amalan. Juga jangan sampai kita tidak kuat menjalani puasa Ramadhan karena kita kurang persiapan. Salah satu yang tidak boleh tertinggal dalam bulan ini adalah persiapan harta benda untuk disedekahkan.
Sedikit mari kita intip tulisan sebelumnya berjudul (Day 3) Sesegar Marjan. Seperti tertulis di sana bahwasannya salah satu sedekah sederhana yang bisa kita lakukan adalah tersenyum kepada saudara. Selain dapat menyegarkan orang lain, senyum juga dapat menyegarkan hari-hari kita sendiri. Mengawali hari dengan senyuman, akan membuat suasana hati kita membaik dan akan menstimulasi diri kita untuk menjalani hari-hari dengan bahagia.
Namun, seperti yang kita ketahui bersama bahwasannya sedekah paling istimewa adalah dengan harta. Hal ini berulang-ulang disebutkan di dalam AlQur’an menjadi salah satu perangkat yang penting digunakan untuk berjihad.  Keistimewaan lain dari bersedekah secara tertulis terdapat pada surat Al-Baqoroh ayat 245, artinya:
245. siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Mari sedikit kita baca sebab turunnya ayat ini. Ibnu Haiban di dalam Kitab shahihnya, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa di akhir turunnya ayat 261 surat Al-Baqoroh, Rosulullah SAW berdoa “Ya Robbi! Semoga Engkau melipatgandakan untuk umatku”. Maka turun ayat 245 yang menjanjikan pelipatgandaan tanpa batas. Selanjutnya, di dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwasannya pemberian pinjaman kepada Allah yang dimaksud adalah menafkahkan hartanya di jalan Allah dengan ikhlas kepada Allah semata. Maka balasannya akan berlipat dari sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat seperti disebutkan dalam ayat lainnya. Allah akan menahan rezeki orang yang dikehendaki-Nya sebagai ujian dan melapangkan terhadap orang yang dikehendaki-Nya sebagai cobaan. Kemudian di akhirat akan dibalas oleh Allah segala amal perbuatan yang telah dilakukan manusia.
Dari penjelasan tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa tidak ada alasan untuk tidak bersedekah. Rezeki yang melimpah ataupun yang kurang (lebih baik kita sebut ‘cukup’) telah diatur semua oleh Allah sebagai ujian dan cobaan. Hal ini menjadi bukti bahwasannya rezeki tersebut adalah titipan dari Allah. Sehingga sedekah merupakan salah satu bukti syukur kita terhadap apapun yang telah dititipkan oleh Allah kepada kita. Sejenak mari kita renungi salah satu kata mutiara berikut, bahwasannya ada tiga jenis HARTA. Pertama, adalah harta titipan yaitu segala jenis harta yang ada di dalam diri dan rumah kita. Kedua, adalah harta yang kita makan yaitu harta yang kita belanjakan untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Ketiga, adalah harta yang sesungguhnya yaitu harta yang kita sedekahkan. Harta jenis ketiga inilah sesungguhnya yang benar-benar merupakan kepemilikan kita. Karena di akhirat nanti ia akan menjelma menjadi istana.
Sebagai referensi unik, sahabat juga bisa membaca kisah seorang haji yang menginfakkan hartanya di dalam buku Lapis-Lapis Keberkahan (Salim A. Fillah). Sahabat akan menemukan berbagai kisah-kisah ajaib di sana. Oke, demikian yang kita bisa bahas hari ini semoga bermanfaat dan bisa membuat kita semua menjadi pribadi yang lebih baik. Selamat beraktifitas dan mengumpulkan harta yang sesungguhnya :)


follow me @qhimahatthoyyib

Senin, Mei 30, 2016

Setapak Cahaya: TERJEBAK KESENANGAN



Semoga hari ini sahabat sekalian dalam keadaan yang sehat dan dirahmati oleh Allah ya, amiinn.. Sebelum masuk kepada apa yang kita bahas hari ini, saya ingin mengingatkan kepada sahabat semua mengenai tulisan saya sebelumnya berjudul Karena yang Menyenangkan itu Mematikan. Yap, mari kita ulas sedikit terkait kesimpulan dari tulisan tersebut. Bahwasannya kesenangan yang terdapat di dunia ini hanyalah bersifat sementara. Terutama jika dilakukan secara berlebihan maka akan berdampak buruk pada diri kita. Karena kesenangan-kesenangan tersebut akan menjadi candu dan menyebabkan rasa sakit (bisa juga terjadi stress bila parah) pada tubuh kita.
Poin yang lebih penting terkait kesenangan duniawi adalah harganya yang mahal. Dalam melakukan kesenangan duniawi selalu ada harga yang harus dibayar, tidak bisa kita dapatkan secara gratis dan cuma-cuma. Contohnya tiket konser berjuta-juta, narkoba dan minuman keras yang selangit harganya, wanita bertarif di kota, rokok yang terus melejit biayanya, tiket bioskop, hotel dan kafe, tarif listrik, pulsa dan paket data tidak ada yang seketika tersedia. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah yang seharusnya kita lakukan. Sholat bisa di mana saja bahkan di atas tanah, berpuasa tanpa sahur dibolehkan bila tidak punya, senyum kepada saudara dan melakukan ibadah dhuha pun telah berarti sedekah, ibadah haji pun diwajibkan bagi yang mampu saja, dan masih banyak lagi kebaikan serta ibadah yang cuma-cuma. Namun, mengapa kesenangan duniawi lebih banyak peminatnya?
Hal ini dapat kita temukan di dalam AlQur’an surat Al-Hijr ayat 3 yang artinya: “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” Sehingga dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa ternyata kesenangan duniawi seperti candu yang dapat melalaikan pelakunya. Kesenangan duniawi merupakan candu yang menyebabkan terbentuknya angan dan harapan kosong terkait kepemilikan terhadap dunia. Seolah dunia dan seisinya ini dapat kita miliki selamanya.
Terjebak dalam kesenangan duniawi. Inilah yang terjadi pada para pemuja dunia. Sesungguhnya hal ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang kafir. Bahkan kita yang mengaku umat muslim juga seharusnya mengoreksi dan instropeksi diri apakah kita juga demikian adanya? Maka hal ini menjadi perenungan yang sangat serius. Karena terdapat kisah lebih menyedihkan pada permulaan dan lanjutan dari cerita di atas. Tepat pada surat Al-Hijr ayat 2 dan 4-5 yang artinya:
2. orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim.
4. dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.
5. tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (Nya).
Penjelasan keempat ayat tersebut di dalam Tafsir Al-Muyassar (Syaamil AlQur’an THE MIRACLE 15in1) adalah sebagai berikut:
2. Orang-orang kafir kelak ketika memperhatikan keadaan dirinya di neraka dan melihat keadaan orang-orang yang beriman, mereka menginginkan seandainya dulu menjadi orang-orang yang mengesakan Allah atau beriman kepada keesaan-Nya, tentu mereka terbebas (dari neraka) sebagaimana orang-orang yang beriman.
3. Biarkanlah—wahai Rosulullah—orang-orang kafir makan dan bersenang-senang dengan kehidupan dunia mereka. Ketamakan mereka melalaikan diri mereka dari menaati Allah. Kelak, mereka akan mengetahui akibat dari perbuatannya tersebut yang merugikan kehidupan dirinya di dunia dan akhirat.
4. Jika mereka (orang-orang kafir) meminta diturunkan siksa untuk diri mereka demi mendustakanmu—wahai Rsoulullah—Sesungguhnya, Kami tidak membinasakan suatu negeri, kecuali pada waktu yang telah ditetapkan. Kami tidak membinasakan mereka sehingga mereka sampai pada waktu kebinasaan, seperti kaum-kaum sebelum mereka.
5. Suatu umat tidaklah bisa mengundurkan ajalnya sehingga mereka menambah ajal tersebut. Tidak pula bisa mendahulukan sehingga mereka menguranginya.
Demikian sahabat, insyaAllah apa yang kita bahas hari ini semoga dapat diambil pelajaran dan dapat menjadikan kita sebagai seorang muslim dan mukmin yang lebih baik lagi pada hari-hari selanjutnya. Teringat tulisan sebelumnya berjudul (Day 7) Orang-orang yang Paling Mulia, di sana dapat kita temukan bagaimana ciri-ciri orang yang mulia. Semoga bermanfaat, sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya :)


follow me @qhimahatthoyyib

Minggu, Mei 29, 2016

Setapak Cahaya: KEMURNIAN ISLAM



Assalamu’alaikum sahabat senja, masih semangatkah kita dalam beraktifitas? Menjalani roda kehidupan yang selalu berputar, menjalani kerumitan dunia yang seperti tidak akan pernah ada habisnya, menjalani tuntutan-tuntutan dari sekitar kita, masih semangatkah? Sebagai seorang muslim yang baik sudah seharusnya kita hanya mengharapkan kekuatan untuk menjalani kehidupan ini kepada Allah sahaja. Terlebih jika kita bisa meniatkan apapun yang kita lakukan sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Maka, hal ini akan menjadi lebih utama dan tidak hanya bernilai duniawi saja. Terlebih lagi apabila semua kegiatan duniawi yang kita jalani, kita niatkan untuk berdakwah, mendakwahkan agama yang diridhoi Allah ini kepada lingkungan di sekitar kita. Namun, hal ini—kegiatan berdakwah—menjadi menarik ketika di negara kita yaitu Indonesia sudah memiliki sekitar 70% (telah mengalami penurunan dari semula 90%) penduduk beragama islam.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwasannya jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat pra sejarah negara ini telah mempunyai kepercayaan animisme dan dinamisme. Kemudian dilanjutkan datangnya kepercayaan Hindu dan Budha. Berbagai kepercayaan tersebut sedikit banyak telah mempengaruhi sistem, budaya, dan cara berperilaku serta kepribadian masyarakat Indonesia. Hingga kini kepercayaan-kepercayaan tersebut dianggap sebagai budaya yang diturunkan oleh leluhur dan harus dilestarikan. Maka tersebutlah berbagai jenis adat dan budaya masyarakat di berbagai daerah dan wilayah Indonesia saat ini.
Berbagai jenis adat dan budaya tersebut seolah merupakan sesuatu yang benar dan memang seharusnya dilestarikan. Namun sesungguhnya tidak demikian menurut agama Islam. Di dalam dua tulisan saya sebelumnya yaitu Salah Taat Kepada Orang Tua dan (Day 6) Menasihati Nenek Moyang telah disebutkan berbagai jenis gambaran kesalahan yang dilakukan oleh para orang tua dan bagaimana cara mengatasinya. Maka berikut ini kita akan membahas bagaimana cara pandang Allah terhadap kebudayaan yang diturunkan dari nenek moyang tersebut.
Mari kita tengok terjemah surat Az-Zumar ayat 3: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”
Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini turun berkenaan dengan tiga suku bangsawan: ‘Amir, Kinanah dan Bani Salamah, yang menyembah berhala. Mereka menganggap bahwa malaikat itu adalah putra-putri Allah dan penyembahan terhadap berhala-berhala hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga ayat ini menjawab sebagai penegasan dari Allah bahwa ucapan mereka hanyalah dusta belaka dan kedustaannya itu akan dibuktikan kelak di akhirat.
Selain itu di dalam Tafsir Al-Muyassar (Syaamil AlQur’an THE MIRACLE 15in1) disebutkan bahwa “Ingatlah! Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih dari syirik. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah dan mengambil sesembahan selain-Nya berkata, “Kami tidak menyembah kepada sekutu-sekutu Allah, melainkan supaya sekutu-sekutu Allah itu mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya.” Maka, mereka telah kafir karena Ibadan dan syafaat hanya milik Allah. Sesungguhnya, Allah akan menjelaskan antara orang beriman yang ikhlas dengan orang yang menyekutukannya di hari Kiamat untuk memutuskan di antara mereka tentang perselisihan mereka. Dia akan membalas sebagaimana mestinya. Sesungguhnya, Allah tidak memberi petunjuk kepada para pendusta dan sangat ingkar terhadap jalan yang lurus.”
Berikutnya penjelasan yang kami peroleh dari Tafsir Jalalain mengenai ayat ini adalah “Ingatlah, hanya kepada Allah lah ketaatan yang murni dan tiada seorang pun yang berhak menerima selain-Nya. Dan orang-orang yang mengambil berhala sebagai pelindung, mereka adalah orang-orang kafir Mekah yang telah mengatakan “Kami tidak menyembah kepada sekutu-sekutu Allah, melainkan supaya sekutu-sekutu Allah itu mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya” yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka dan kaum muslim tentang apa yang mereka berselisih yaitu tentang masalah agama, maka kelak orang-orang yang beriman akan masuk surga dan orang-orang kafir akan masuk neraka. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang yang pendusta (yaitu orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak) lagi sangat ingkar (karena menyembah pada selain Allah).
Sehingga dapat kita ambil pelajaran dari ketiga referensi tersebut bahwasannya kemurnian agama islam bukan hal yang main-main. Perihal kesyirikan juga bukan hal yang main-main. Seperti yang kita bahas di awal tulisan ini bahwa masyarakat islam Indonesia masih sedikit banyak terpengaruh budaya dan adat terdahulu padahal budaya dan adat tersebut tidak diajarkan dalam Islam. Maka dari itu, tugas kita semua adalah membersihkan adat-adat terutama dalam diri kita sendiri. Sedikit contoh dari adat dan budaya tersebut adalah tarian, patung, pawang, ramalan dan sejenisnya.
Hilangnya jenis-jenis kesyirikan pada diri kita semoga dapat menghindarkan kita dari sebutan kafir yang telah dijelaskan dalam surat yang kita pelajari di atas. Serta menjadi awal mula kemurnian Islam yang terpatri dalam diri kita sehingga kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang beriman dan dimasukkan ke dalam surga-Nya. Amiin Yaa Robbal ‘Alamin. Semoga dengan ini kita semua mulai dapat menjalankan Islam dan berislam dengan seutuhnya dan menyeluruh. Tetap semangat dalam belajar ya sahabat, Yeay!!

follow me @qhimahatthoyyib

Sabtu, Mei 28, 2016

Setapak Cahaya: TIDAK PERLU BERSELISIH



Assalamu’alaikum sahabat senja, di zaman (yang katanya) modern nan canggih seperti sekarang ini, media sosial memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bersosialisasi bahkan dapat mempengaruhi pola hidup dan perilaku dari masyarakat neomilenium yang menggunakannya. Komunikasi menjadi lebih mudah, mencari data menjadi lebih cepat, dan bertukar informasi menjadi lebih sederhana. Yap, tidak hanya kebaikan namun juga banyak akibat-akibat buruk yang ditimbulkan dari berselancar di dunia maya alias penggunaan media sosial. Selain masalah kesehatan terutama gangguan mata karena penggunaan gadget yang terlalu sering, berlebihan dan terus menerus ada pula masalah pada kehidupan bermasyarakat. Masalah utama yang sedang dan selalu ramai dibahas adalah haters (pembenci) atau banyak beredarnya berita bohong (hoax) atau perdebatan antara dua kubu (entah antara kubu yang benar dan salah, sama-sama salah atau sama-sama benar karena dua kubu sudah tidak dapat lagi dibedakan ketika mereka sedang berdebat tanpa ada tujuan dan hanya saling mencari pembenaran bukan kebenaran).
Ada banyak kisah menarik yang berkaitan dengan perdebatan dan saling menyerang yang dapat kita temukan di dalam AlQur’an. Salah satunya pada surat Al-Hajj ayat 60 berikut. Namun, sebelum kita baca terjemahnya mari kita telaah terlebih dahulu menyimak asbabun nuzul atau sebab turunnya ayat ini. Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Muqatil dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pertemuan rombongan muslimin yang diutus Rosul SAW dengan kaum musyrikin pada dua hari sebelum habisnya bulan Muharram. Kaum musyrikin berkata sesama mereka, “Serbulah sahabat-sahabat Muhammad karena mereka mengharamkan perang pada bulan Muharram.” Para sahabat meminta kepada kaum musyrikin dengan sangat agar tidak menyerang karena mereka tidak diperbolehkan berperang pada bulan-bulan haram. Tetapi para musyrikin menolak permintaan tersebut bahkan mereka terus melakukan penyerangan. Sehingga kaum muslimin terpaksa melakukan perlawanan hingga akhirnya mendapat kemenangan. Maka turunlah ayat ini yang membenarkan tindakan kaum muslimin dan Allah menjanjikan kemenangan atas mereka. Terjemah dari ayat berikut adalah:
60. Demikianlah, dan Barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
Nah, sahabat apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah tersebut? Bahwasannya sebagai seorang muslim yang baik harus mematuhi dan ridho atas apa-apa yang diatur oleh Allah seperti pada tulisan sebelumnya yang berjudul Setapak Cahaya: Dua Kebaikan. Termasuk ridho pada larangan-larangannya adalah menghindari perdebatan seperti yang termaktub pada surat yang sama Al-Hajj ayat 67-70 yang artinya:
67. bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.
68. dan jika mereka membantah kamu, Maka Katakanlah: "Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan".
69. Allah akan mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya.
70. Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu Amat mudah bagi Allah.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa berbantahan dengan kaum kafir saja dilarang dan sebaiknya dihindari terlebih apabila perdebatan atau kegiatan saling membantah dilakukan kepada sesama muslim tentu hal ini lebih menarik murka Allah. Terutama jika persoalan yang diperdebatkan adalah hal-hal yang sepele, hal-hal yang berupa cabang, hal-hal yang duniawi, atau perdebatan yang dilakukan hanya mencari popularitas dan tidak dilakukan demi mendapatkan pencerahan atau kebenaran. Maka, harus tetap kita bersama ingat bahwa Allah lebih mengetahui tentang apa yang kita kerjakan.
Sehingga persoalan saling berselisih, terutama mengenai toleransi telah kita ketahui bersama bahwa Islam telah lebih dahulu mengaturnya. Sebagai referensi tambahan mungkin sahabat bisa membaca dan mengingat kembali kisah kedua imam besar yaitu Imam Syafi'i dan Imam Maliki saat keduanya saling bertemu dan mengunjungi. Sekian yang bisa kita bahas hari ini semoga bermanfaat dan mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dari diri saya pribadi :).

follow me @qhimahatthoyyib

Jumat, Mei 27, 2016

Setapak Cahaya: DUA KEBAIKAN



Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Alhamdulillah sekitar insyaAllah sepuluh hari lagi kita akan memasuki bulan yang penuh berkah, penuh rahmat dan penuh ampunan. Yap, Bulan Ramadhan 1437 H. Bulan istimewa yang ditunggu-tunggu oleh umat mukmin yang merindukannya. Bagaimana dengan kita? Semoga kita termasuk di dalamnya. Amiin. InsyaAllah tulisan kali ini akan mengawali perjalanan sahabat semua dalam menempuh bulan suci ini. Selamat membaca~
Sahabat senja, tulisan berikut ini sedikit banyak masih berkaitan dengan tulisan pada Ramadhan tahun lalu sebelumnya berjudul (Day 15) Pahala yang Dihapus Oleh Allah. Namun apabila di bab tersebut kita membahas tentang kaum kafir, kali ini kita akan membahas orang yang lebih dekat dan lebih berbahaya bagi umat muslim. Yah, sebut saja musuh dalam selimut. Siapakah dia? Sudah tentu munafiqun alias orang-orang munafik.
Nah, berkaitan dengan kalimat pembuka saya di atas mengenai bulan Ramadhan. Siapa sih yang tidak senang apabila bulan ini datang? Sekolah diliburkan, jadwal akademik dikurangi, jam kerja dipersingkat, agenda rapat dibatasi, namun gaji malah dinaikkan :D Haha ada-ada saja. Namun bukan itu yang akan kita bahas. Tentang kesenangan ini, semua orang (termasuk saya) bisa saja senang akan datangnya Ramadhan, tetapi hal-hal dibalik (red: alasan) apa yang membuat kita senang-lah yang menjadi persoalan. Puasa bukan semata-mata alasan untuk mengurangi kegiatan (saya rasa ini sudah kita bahas bersama di tulisan-tulisan pada Ramadhan sebelumnya). Bahkan di zaman Rosulullah SAW berbagai perang dilakukan saat bulan penuh hikmah ini datang. Pun masa-masa paling heroik di Indonesia, sebut saja kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, terjadi pada bulan ini juga.
Alasan. Hal ini seringkali menjadi masalah dalam suatu hubungan, termasuk dalam semua kehidupan kita sehari-hari dalam berkeluarga, dalam berorganisasi, dalam berkegiatan sosial, bahkan dalam menjalankan agama termasuk dalam berhubungan dengan Tuhan. Hal ini secara jelas disampaikan oleh Allah pada surat At-Taubah ayat 43-45 yang artinya:
43. semoga Allah mema'afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?
44. orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.
45. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.
Yap, alasan. Merupakan penyebab mengapa Rosulullah mengijinkan mereka (orang munafik dalam kisah tersebut) untuk tidak mengikuti peperangan. Bahkan di ayat selanjutnya disebutkan bahwa orang-orang munafik itu akan memberikan kekacauan pada barisan umat muslim yang telah kuat. Pun juga amalan-amalan baik mereka termasuk zakat, infak dan sedekah mereka tidak akan diterima oleh Allah. Hal ini termaktub pada surat At-Taubah ayat 53-56 yang artinya:
53. Katakanlah: "Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, Namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.
54. dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.
55. Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir.
56. dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa Sesungguhnya mereka Termasuk golonganmu; Padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu).
Astaghfirullah, bahkan dari ayat tersebut kita tahu bahwa orang-orang munafik telah digolongkan kepada orang yang kafir kepada Allah. Termasuk juga pada golongan orang-orang yang fasik. Naudzubillah.
Lalu, apa hubungannya dengan judul tulisan ini yaitu Dua Kebaikan. Sahabat senja, berikut apa yang ingin saya bagikan. Masih di dalam surat yang sama, surat At-Taubah ada satu ayat yang menakjubkan bagi saya. Yaitu ayat 52 yang artinya: Katakanlah: "tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi Kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan[646]. dan Kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. sebab itu tunggulah, Sesungguhnya Kami menunggu-nunggu bersamamu."
[646] Yaitu mendapat kemenangan atau mati syahid”
Dua Kebaikan. Menang atau Mati syahid. Inilah hadiah bagi orang-orang beriman, orang-orang yang ridho atas aturan Allah dan Rosul-Nya, orang-orang yang taat kepada keduanya bagaimanapun dan apapun kondisi mereka. Inilah hadiah yang istimewa, tidak ada lagi hadiah yang lebih diharapkan oleh orang-orang yang beriman kecuali kemenangan atas nama Islam atau mati syahid dalam keadaaan beriman. MasyaAllah, begitu luar biasa dua kebaikan yang diberikan oleh Allah kepada umat mukmin yang benar-benar berada di jalanNya.
Pada permulaan dan akhir kisah, dalam surat yang sama At-Taubah pada ayat 41 dan ayat 59 disebutkan:
41. Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
59. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi Kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).
Ya, cukuplah Allah dan Rosul-Nya bagi kami. Hal ini mengingatkan saya pada tulisan sebelumnya berjudul (Day 19) Dunia untuk Mereka dan Akhirat untuk Kita.
Sahabat senja, seringkali saya bertanya pada diri sendiri apakah kami benar-benar termasuk ke dalam orang beriman? Ya Allah, tidakkah kami termasuk orang munafik? Bahkan hal ini kami sendiri tidak tahu jawabannya. Seringkali kami melalaikan Allah dengan alasan sedang turunnya kualitas iman. Seringkali kami tidak menaati Allah dengan alasan kami tidak punya waktu, kami tidak punya harta dan juga sebagainya. Astaghfirullah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semua dan selalu mengistiqomahkan langkah-langkah kita dalam kebaikan serta jalan Islam yang telah dituntun oleh-Nya. Amiin.

follow me @qhimahatthoyyib