Selasa, Februari 26, 2019

COUPLE TIME: Persiapan Tiga-Mencari Pasangan



               Jika semua persiapan sebelumnya (komunikasi dan ilmu) sudah dilakukan, maka kini saatnya mencari pasangan. Ketiga hal tersebut dapat dilakukan bersamaan, namun lebih pas dilakukan berurutan. Seperti dua persiapan sebelumnya, perkara yang satu ini untuk sebagian orang juga bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Beberapa mungkin tak pede (red: percaya diri) dan merasa belum pantas, beberapa juga tak kunjung mendapatkan yang cocok setelah kenalan sana sini hingga akhirnya menyerah, dan beberapa mengalami gejolak dalam dirinya karena merasa belum butuh pasangan. Meski banyak alasan yang menghalangi, namun ada banyak pula alasan untuk melakukannya. Rosulullah SAW bahkan memperingatkan dan melarang umatnya untuk membujang. Selain itu, Rosulullah SAW bersabda ‘seseorang yang telah menikah, berarti dia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka hendaknya dia bertaqwa kepada Allah SWT pada separuh sisanya.’
                Seperti sahabat semua ketahui, bahwa saat ini adalah era media sosial dimana semua informasi terbuka luas dari siapapun dan untuk siapapun. Salah satunya yaitu maraknya kemunculan selebgram dan vlogger. Minidrama, webdrama, kajian, dan informasi tentang ta’aruf, jodoh dan sebagainya semakin mudah didapatkan. Selain pasangan selebriti lokal atau pasangan lokal lainnya, banyak pula international couple (pasangan antar negara) yang memperlihatkan kehidupan mereka melalui sosial media. Berbagai tontonan tersebut bisa jadi ilmu yang bermanfaat jika kita dapat mengambil hikmah dan tidak hanya sekadar refreshing. Terutama jika kita melihat berbagai komentar dari netizen, yaitu ada complemet, bullying, agreement dan lain-lain maka pastikan semua hal itu dapat kita jadikan sebagai pelajaran.
                Banyak hal menarik yang disampaikan oleh para vlogger atau selebgram pasangan, sampai seringkali netizen dibuat baper atau ingin melakukan atau mendapatkan hal yang sama, mungkin asal negaranya, mungkin pekerjaannya, mungkin sifatnya, mungkin tempat atau negara yang ditinggalinya dan lain sebagainya. Hingga kemudian berbagai keinginan yang membingungkan itu berebut memenuhi kepala kita. Namun sebagai muslim/ah, Rosulullah SAW sudah memberikan saran bagaimana karakter pasangan yang sebaiknya dipilih pada haditsnya yaitu ‘dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Nabi SAW bersabda, wanita dinikahi karena empat perkara. Pertama hartanya, kedua kedudukannya, ketiga kecantikannya dan keempat agamanya. Maka carilah wanita yang beragama agar engkau beruntung.’ Hadits Nabi SAW tersebut menunjukkan bahwa hal terpenting pada seorang pasangan adalah agamanya, maksudnya pasangan tersebut taat beribadah dan baik dalam melaksanakan syari’at. Jadi hal-hal di luar itu adalah perkara tambahan yang disesuaikan dengan kondisi dan selera tiap orang.
                Beberapa tips untuk sahabat yang ingin proses pencarian pasangannya dilakukan dengan syar’i yaitu pertama minta dicarikan oleh kawan-kawan yang sudah menikah. Kedua minta dicarikan oleh orangtua. Tapi mungkin banyak sahabat yang malu melakukan hal ini. Ketiga minta dicarikan oleh guru ngajinya.  Keempat mendatangi biro jodoh islami, biasanya didahului dengan menghadiri kajian, seminar atau kelas pranikah. Kelima terus berusaha memperbaiki diri dan mendekatkan diri pada Allah. Demikian, semoga bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf bila ada salah dan kurang dalam penulisan. See you later~

follow me @qhimahatthoyyib

Sabtu, Februari 23, 2019

COUPLE TIME: Persiapan Dua-Ilmu



                Tidak ada yang menafikan kebutuhan ilmu dalam suatu pekerjaan. Beragama perlu ilmu, sholat perlu ilmu, memasak perlu ilmu, sampai hal aneh seperti sulap pun perlu ilmu. Saking perlunya amnusia terhadap ilmu, maka segala macam sekolah pun dibentuk. Cooking class, magic class, TOEFL preparation, sanggar tari, klub olahraga dan sebagainya adalah contoh-contoh sekolah untuk ilmu tertentu. Di dalam islam, ilmu menjadi suatu hal yang penting untuk diperoleh. Sebagai seorang muslim, ilmu utama yang perlu kita pelajari adalah segala macam ilmu yang berkaitan dengan syari’at dan pelaksanaanya. Begitupun dengan pernikahan.
                Sebelum mencari pendamping, bahkan sebelum muncul keinginan untuk menikah, segala ilmu tentang pernikahan hendaknya sudah kiita pelajari. Tentu saja jika sudah saatnya, saat pemikiran sudah mencukupi dan bukan pada masa kanak-kanak. Ilmu-ilmu tersebut dapat diperoleh dari kajian, seminar, buku, pengalaman kawan dan orang sekitar dan lain-lain. Semakin dini kita mengetahui ilmunya, maka kita akan semakin biijak pada saat menjalani prosesnya.
                Beberapa kali mengikuti seminar dan kajian, pun mengadakan seminar dan kajian, sangat sedikit peserta pria yang kudapati hadir dalam majelis tersebut. Beberapa fakta yang kudapati dari seorang kawan adalah pria-pria cenderung malu menghadiri majelis demikian, mungkin juga karena jumlah wanita saat ini lebih banyak daripada pria. Para pria cenderung mengambil jalan lain dalam mempelajari persoalan ini. Bisa jadi karena ego, atau mungkin gengsi, atau karena hal lain yang tidak dapat dipahami oleh wanita. Bagiku, hal ini wajar-wajar saja.
                Beberapa alternatif yang bisa kusampaikan kali ini untuk kawan-kawan yang malu atau tak sempat menghadiri majelis darat yaitu, pertama kawan-kawan bisa berbincang dengan sahabat dekat (tentunya sejenis) atau senior-senior yang sudah menikah terlebih dahulu. Kedua kawan-kawan bisa request di media sosial pada orang-orang yang sudah menikah untuk membagikan beberapa tips. Setahu saya saat ini sudah banyak kawan-kawan yang mengunggah berbagai tips (menikah dan merawat anak) pada ig storynya. Selain itu, sahabat juga bisa melihat video tentang kajian ustadz/ah atau berbagai tips di youtube atau mesin pencarian.  Ketiga, hal yang tak kalah penting yaitu banyak mengamati berbagai macam karakter keluarga di lingkungan sekitar, tetangga, keluarga besar, dan mengambil hikmah dari pengamatan tersebut. Keempat, selain melalui media online, sahabat juga bisa mendengarkan kajian dari radio-radio islami. Kelima, karena belum tentu apa yang kita dapatkan dari orang lain adalah hal-hal yang sesuai dengan syari’at islam. Maka peran ustadz menjadi sangat penting dalam hal untuk mencari ilmu tentang pernikahan.
Sahabat, meski sudah banyak cara untuk mencari ilmu dari media online, menghadiri majelis adalah suatu hal yang utama karena keberkahan dan malaikat Allah banyak dilimpahkan saat itu. Demikian mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Rosulullah SAW berpesan bahwa ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah. Maksudnya adalah sesuatu yang kurang manfaat. Oleh karena itu, berbagai ilmu syari’at pernikahan yang telah kita pelajari, hendaknya semaksimal mungkin kita lakukan. Meskipun latar belakang keluarga kita kurang islami atau kurang pengetahuannya terhadap syari’at islam, maka hendaknya kita dapat mengomunikasikan kepada mereka dan membujuk mereka dengan baik semampu kita dan semaksimal mungkin. Akhirul kalam, wassalamu’alaikum~

follow me @qhimahatthoyyib

Jumat, Februari 22, 2019

COUPLE TIME: Persiapan Satu-Komunikasi



                Saat perjalanan pulang kami (DIY-Sby) dari family trip YP SDM IPTEK beberapa pekan lalu, tiba-tiba kami berada dalam suatu pembahasan pernikahan. Padahal saat itu bukan hari sabtu malam yang katanya hari galau, melainkan hari ahad malam. Kurang lebih dua jam yaitu 21.30 sampai 23.30 WIB, kami membahas seputar pernikahan. Lebih tepatnya, kajian pranikah dari senior kami saat itu yang sudah menikah. Beliau bersama suami dan anaknya semobil dengan kami malam itu. Aku hanya mendengarkan dari jok paling belakang dan sesekali menyahut jika dipanggil, karena sebetulnya kajian itu ditujukan pada dua pria di jok depan dan si supir yang sedang mengalami masa-masa tergalaunya. Dari sekian banyak kajian dan seminar pranikah termasuk pembahasan malam itu, persiapan utama yang harus dilakukan (menurutku) adalah komunikasi dengan orang tua.
                Komunikasi dengan orang tua sangat-sangat perlu dilakukan dari awal sejak kita merasa butuh dengan adanya pendamping. Pun sebaliknya, jika orang tua yang sudah mendesak kita agar segera memiliki pasangan sedangkan kita belum merasa butuh, maka komunikasi sangat penting dilakukan. Kita juga perlu tahu keinginan orangtua. Kriteria pasangan seperti pekerjaan pasangan, asal daerah pasangan, level pendidikan, pengetahuan agama, dan level sosial pasangan adalah hal biasa yang orangtua inginkan. Hal-hal demikian akan membuat kita jelas dan mudah untuk menyampaikan alasan jika pilihan kita berbeda dengan keinginan orang tua. Dalam beberapa kasus, orangtua menolak calon pasangan si anak karena tiba-tiba datang tanpa obrolan terlebih dahulu. Hal inilah yang perlu kita hindari.
                Persiapan demikian pasti sudah banyak kawan-kawan baca dan dengarkan dari berbagai kajian pranikah. Namun bagi sebagian orang, hal itulah yang paling sulit dilakukan karena berbagai alasan. Faktor kedekatan adalah salah satu alasan utama komunikasi antar dua orang sulit dilakukan. Atau bisa jadi sama sekali tidak ada yang mengawali pembahasan seputar pernikahan antara kita dan orang tua. Orang tuanya santai, kitapun santai. Tapi isi hati orang siapa yang tahu, bisa jadi sikap santai orang tua itu karena melihat kita enjoy-enjoy saja dalam bekerja, atau masih senang-senang saja menjalani hidup sendiri saat ini. Padahal usia si anak sudah matang secara fisik, secara mental pun juga materi.
                Dalam hal ini, si anak lah yang dapat mengawali pembicaraan. Perlu keberanian lebih untuk membahas hal ini karena bisa jadi orang tua benar-benar santai dan merasa belum siap jika anaknya saat itu harus menikah. Para orang tua yang dulu menikah muda, belum tentu saat ini setuju dengan pernikahan pasangan muda, begitu pun sebaliknya. Maka dari itu, keberanian untuk berkomunikasi tentang hal pernikahan dan pasangan sangat perlu dilakukan. Kawan-kawan yang kurang confident atau belum courage membahas hal ini dengan orang tua, ada beberapa tips yang ingin saya sampaikan.
                Pertama, sering-sering bertanya kisah masa lalu pernikahan orang tua. Hal ini cukup efektif hasilnya karena orang tua akan mulai membuka memorinya dan mulai membuka dirinya membahas pernikahan. Kedua, bertanya tentang target pendidikan atau keinginan pada kita (anak-anaknya), mengapa aku harus begini dan mengapa aku dibesarkan begitu, membahas tentang masa kecil dan masa depan. Hal ini juga akan membuat  orang tua mulai berfikir hal-hal yang harus dilakukan kita (anak-anaknya) di usia tersebut. Karena bisa jadi, orang tua lupa tentang target-target yang diinginkan pada putra-putrinya.  Ketiga, jika kawan-kawan sudah mulai dekat dengan orang tua, kawan-kawan bisa ikut dalam pembahasan yang lebih dalam seperti permasalahan keluarga, konflik yang terjadi di keluarga besar, atau meminta tips-tips agar tetap harmonis di keluarga besar. Hal ini sangat efektif untuk mengingatkan orang tua bahwa suatu saat kita juga akan berada di posisi yang sama dengan mereka. Keempat, tahapan yang perlu dilakukan saat kawan-kawan sudah sangat dekat dengan orang tua, sudah percaya diri menjalin komunikasi tentang hal ini dengan mereka, adalah mengungkapkan keinginan dan target-target kita seperti usia berapa kita ingin menikah, apakah orang tua setuju dan sebagainya. Serta hal-hal lain yang lebih membahas tentang diri kita pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa kita sudah siap dengan semua resiko, ujian, konflik, dan hal-hal lain yang sudah diceritkan dan dibahas pada komunikasi sebelumnya. Kelima, hal terakhir yang dapat dilakukan oleh kawan-kawan adalah pembuktian. Mulai dari manajemen diri yang baik, manajemen sosial yang baik, dan hal-hal lain yang perlu dibuktikan pada orang tua. Tunjukkan dengan sikap dan kata-kata kepada orang tua. Pada tahap ini, kawan-kawan juga sudah dapat membicarakan tata cara memilih pasangan sesuai syari’at, adat pernikahan yang syar’i, dan lain sebagainya yang perlu kita bahas dalam mempersiapkan pernikahan.
                Demikian semoga bermanfaat bagi kta semua karena saya juga sedang belajar. Semoga Allah meridhoi dunia akhirat untuk siapapun yang menjadi pendamping kita nantinya. Bye~ selamat memperjuangkan.

follow me @qhimahatthoyyib

Rabu, Februari 20, 2019

COUPLE TIME: Being Single Ga Perlu Baper



                Setiap orang pasti punya impian. Level impian pun berbeda-beda bergantung pada latar belakang, mungkin juga kebutuhan, atau bisa saja obsesi yang berlebihan. Rencana demi rencana, langkah demi langkah disusun sedemikian rupa agar semua target terwujudkan. Gagal merencanakan berarti sudah merencanakan kegagalan, itu kata sang motivator pengejar impian. Setelah selesai satu target, segera selesaikan target lainnya. Sadar atau tidak, sejak usia dini impian adalah mantra ajaib yang sering kita ucapkan. Salah satunya yaitu, saat guru, orangtua atau kawan-kawan seringkali bertanya “cita-citamu apa?” sejak itulah kita mecoba merancang masa depan. Impian untuk sekolah di tempat favorit, kuliah di kampus ternama, punya kerjaan keren, target minimal gaji per bulan, berhaji kapan, hingga urusan pernikahan dan keluarga impian. Sayangnya kita selalu lupa tidak mencantumkan apa yang harus kita persiapkan jika sewaktu-waktu ajal menjemput terlebih dulu daripada daftar impian yang telah kita rancang.
                Saat beberapa impian itu tak terwujud dan takdir Tuhan berbeda dengan apa yang kita inginkan, maka setiap orang punya cara masing-masing untuk menyelesaikan keresahan. Beberapa terus berusaha, beberapa langsung terima seadanya, beberapa mungkin putus asa. Tapi kawan, yakinlah bahwa Tuhan pasti memberikan sesuatu yang kita butuhkan dan tidak keluar dari batas kemampuan. Oleh karena itu, pada tema Couple Time ini, kita akan membahas khusus tentang kaula muda yang beranjak tua di masa-masa menunggu dan menjemput separuh jiwanya yang tak kunjung datang. Ya, termasuk saya hehe.
                Kawan-kawan, bulan ini sudah berapa banyak terima undangan pernikahan? Apa, ratusan? Ah bercanda~ Biasanya bulan-bulan ramai pernikahan adalah Rojab, Sya’ban, Syawwal dan Dhulhijjah tapi bulan ini pun (Jumadil tsani) tidak menutup kemungkinan ada undangan yang datang hehe. Untuk kawan-kawan yang baru saja berada pada masa-masa ini, mungkin pada awalnya akan kaget karena tiba-tiba begitu saja segerombolan undangan menghampiri dan kawan-kawan kita itu telah mencapai fase baru dalam hidupnya. Tetapi hal itu juga akan menyenangkan, karena siapapun kawan yang menyebar undangan, kita akan ramai-ramai berdatangan. Terlebih jika kawan yang menikah adalah pasangan seangkatan, seorganisasi, atau sealumni akan lebih menggembirakan. Namun untuk kawan-kawan yang sudah melewati tahapan ini cukup lama, dua tahun bahkan lebih misalnya, pasti sudah terbiasa dengan tumpukan undangan yang tersedia.
                Kejadian itu menunjukkan bahwa setiap fase yang kita jalani dalam hidup adalah fase biasa. Perpindahan, perubahan, dan ketidakstabilan adalah hal biasa. Setiap kejadian pasti akan berulang dan mengalami perputaran. Jadi, tidak perlu merasa lebih sedih dari orang lain, lebih kaya dari orang lain, lebih sengsara dari orang lain, lebihh pandai dari orang lain, atau perasaan-perasaan lainnya. Karena suatu kisah pasti akan berulang. Bisa jadi kitalah aktor selanjutnya. Oleh sebab itu, untuk kawan-kawan para jomblowan-jomblowati fii sabilillah—yang sedang menunggu dan menjemput sang belahan jiwa yang tak kunjung datang—tak perlu baper berlebihan. Tetap bersabar dan selalu perbaiki diri karena kelak ‘katanya’ pasangan kita adalah cerminan diri kita. Jika kita punya waktu untuk baper pada hal-hal menggalaukan semacam demikian, mengapa kita tak terbiasa baper saat menghadiri pemakaman? Atau mungkin kita lupa bahwa kematian, tanpa disangka, sewaktu-waktu datang.
                Setiap jiwa pasti akan menemui kematian. Demikian, semoga kita dapat dipertemukan kembali pada tulisan selanjutnya. InsyaAllah kita masih membahas tema tulisan yang sama yaitu Couple Time. Selamat beraktifitas~ Barokallahufiikum.

follow me @qhimahatthoyyib

Selasa, Februari 19, 2019

Semakin Sabar, Semakin Handal (Part 3)



                Jika dua tulisan sebelumnya mengisahkan kesabaran pengendara bermotor dengan cc besar, kali ini kisah yang akan saya sampaikan adalah point of view dari pengendara sepeda ontel. Let’s check this out~
Alhamdulillah, mulai senin kemarin saya aktif olahraga pagi yaitu cycling. Ya walaupun masih dua hari, tapi ini merupakan awal yang baik dalam sebuah perencanaan, hehe. Mudah-mudahan bisa istiqomah entah sampai kapan, yaa itung-itung mengaktifkan kembali sensitifitas otot kaki. Olahraga ini cukup ringan bila dibandingkan dengan jalan atau lari, karena gerak kita bergantung pada sutu benda. Lingkup rumah juga kebetulan mendukung untuk bersepeda pagi hari. Sepanjang jalan saat berkeliling komplek kelurahan Nginden Jangkungan, ternyata cukup banyak orang-orang berolahraga terutama di area taman perumahan Nginden Intan.
Saat jalanan mulai ramai dan pasar mulai penuh, sesungguhnya inilah tantangan bagi pengendara sepeda. Maka dari itu, aku mencoba olahraga sepagi mungkin setelah shubuh. Ketika jalanan mulai padat, laju sepeda tidak dapat sekencang sebelumnya. Hal ini menyebabkan aktifitas kaki menurun dan tidak mencapai fungsi olahraga seperti halnya bersepeda biasa. Dari pengalaman ini, aku jadi teringat kisahku dengan penjual jamu bersepeda keliling yang sepertinya sudah pernah kuceritakana tapi aku tak ingat di tulisan mana hehe. Saat itu, tidak kurang dari dua meter aku akan memasuki gang rumah. Namun, di depan motorku ada si ibu penjual jamu keliling dengan sepeda tuanya. Bukannya bersabar menunggu si ibu melewati gang rumah, aku malah mengencangkan laju motor dan mendahului si ibu tersebut. Walhasil, seperti yang sudah kalian perkirakan, si ibu itu mengomel karena hampir saja kami bertabrakan.
Sesungguhnya saat itu, aku sudah memperkirakan kecepatan si ibu itu. Akan lebih cepat mendahuluinya daripada menunggunya. Dan benar saja, jarak kami saat hampir bertabrakan itu masih sekitar 500 cm. Tapi mungkin beliau saat itu tidak tahu bahwa motorku akan masuk gang. Ah, itu hanya alasanku saja untuk membela diri. Padahal meskipun menunggunya, aku tidak sedikitpun rugi karena tempat tujuan sudah di depan mata. Sehingga sejak saat itu, aku tidak pernah mendahului pengendara sepeda yang akan melewati gang sedangkan aku akan masuk ke gang tersebut. Terlebih jika gang itu berada di sebelah kiri jalan. Meskipun tempat tujuan masih jauh, namun setelah menunggunya aku masih bisa mempercepat laju motorku. Saat bersepeda akhirnya aku tahu mengapa si ibu itu mengomel. Bisa jadi karena sepedanya tak ada rem, atau si ibu dalam kondisi susah mengerem, atau bawaan jamunya terlalu berat jika mendadak mengerem, atau kondisi-kondisi lain yang tidak kita ketahui. Ya, pasti banyak hal yang tidak kita ketahui dari kondisi orang lain, terutama pengendara-pengendara yang tidak kita kenali di jalanan.
Sebetulnya ini bukan kali pertama aku bersepeda. Namun, terakhir kali aku bersepeda sudah lama sekali yaitu sekitar tahun 2013. Setelah itu, aku pergi ke kampus dengan sepeda motor. Sehingga, ontel mini di rumah pun diberikan kepada adek sepupuku hehe. Demikian, mudah-mudah tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga kita selalu dapat mengambil hikmah dari apa yang terjadi dalam kehidupan kita. Semoga Allah selalu merahmati kita, Amiin~ Bye-bye, see you later~ Wassalamu’alaikum.

follow me @qhimahatthoyyib

Senin, Februari 18, 2019

Semakin Sabar, Semakin Handal (Part 2)



                Akhirnya setelah delapan tahun, pikiran-pikiran liar yang ada di kepalaku menemukan pasangannya. Akirnya, kata-kata yang kutuliskan pada tahun 2011 lalu berjudul “Semakin Sabar, Semakin Handal” telah menemukan jawabannya. Saat itu, pemikiran yang kutuangkan dalam tulisan tersebut hanya berdasar pada hal-hal yang kuperhatikan dan pengalaman setelah 14 tahun menempuh pendidikan. Kenyataan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan atau semakin bertambah usia, maka semakin besar pula intensitas kesabaran dan kapasitas hati yang diperlukan. Rosulullah SAW bersabda dalam suatu hadits, “Bukanlah orang yang hebat itu adalah orang yang hebat dalam pertempuran, tetapi orang hebat itu adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika sedang marah”.
Kemarahan merupakan suatu ekspresi yang ditunjukkan saat seseorang tidak sabar dalam menghadapi suatu ujian. Salah satu wujud ujian adalah mengendarai kendaraan saat peak season atau crowded di jalan. Perkiraanku dalam tulisan itu terbukti saat tahun 2016 aku berlatih mengendarai kendaraan roda empat. Sejak saat itu, aku tahu perasaan sesama pengendara mobil. Semua pertanyaan yang selama ini ada di kepala terjawab sudah setelah aku mengalami sendiri kejadian itu. Misalnya, mengapa pengendara mobil itu bisa pelan dan sabar? Awalnya kukira karena di mobil itu dingin karena ada AC (air conditioner) atau karena ada musik dan radio yang bisa disetel kapan saja. Ternyata tidak, meskipun kedua benda itu tidak berfungsi, pengendara mobil tetaplah harus sabar.
Pikiran-pikiran itu terbukti lagi, saat pekan lalu, pekan pertama Februari 2018, aku dan tim yayasan SDM IPTEK berlibur ke DIY dan Klaten, Jawa Tengah. Entah mengapa tiba-tiba kami membahas pengendara mobil. Si teman yang menyopiri kami tiba-tiba berkisah tentang ayahnya yang dulu sempat bekerja mengendarai truk. Setelah sekian lama mengendarai truk, pada akhirnya beliau sudah tidak berani mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Kebiasaan beliau membawa truk membuatnya menjadi lebih pelan dan lebih sabar dalam berkendara. Kejadian itu mirip dengan apa yang kualami saat ini. Setelah operasi, aku juga tidak berani mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Hingga saat ini ketika aku sudah merasa lebih baik dan sehat, aku pun masih belum berani mengendarainya dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam.
Begitulah, seringkali kita perlu menjalani hal yang sama untuk mengerti perasaan orang lain. Rasanya sulit sekali berempati dan bersimpati jika kita tak pernah mengalami hal yang mirip atau serupa dengan orang tersebut. Misalnya, mengutamakan tempat duduk untuk lansia dan wanita hamil. Atau mendahulukan kendaraan di bagian depan dan tidak terburu memencet klakson setelah 1 detik lampu berubah hijau. Atau mendahulukan para penyeberang jalan jika lampu sudah berubah merah untuk pengendara kendaraan bermotor. Atau mengantri dan mengutamakan orang yang datang lebih dahulu. Dan budaya-budaya lain di Indonesia yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, Allah selalu mengingatkan kepada kita untuk terus berada dalam jalan kebaikan. Dengan sikap islami, insyaa Allah apapun yang kita lakukan pastilah hal yang diridhoi oleh Allah SWT. Akhirul kalam, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin~

follow me @qhimahatthoyyib