Jumat, Februari 22, 2019

COUPLE TIME: Persiapan Satu-Komunikasi



                Saat perjalanan pulang kami (DIY-Sby) dari family trip YP SDM IPTEK beberapa pekan lalu, tiba-tiba kami berada dalam suatu pembahasan pernikahan. Padahal saat itu bukan hari sabtu malam yang katanya hari galau, melainkan hari ahad malam. Kurang lebih dua jam yaitu 21.30 sampai 23.30 WIB, kami membahas seputar pernikahan. Lebih tepatnya, kajian pranikah dari senior kami saat itu yang sudah menikah. Beliau bersama suami dan anaknya semobil dengan kami malam itu. Aku hanya mendengarkan dari jok paling belakang dan sesekali menyahut jika dipanggil, karena sebetulnya kajian itu ditujukan pada dua pria di jok depan dan si supir yang sedang mengalami masa-masa tergalaunya. Dari sekian banyak kajian dan seminar pranikah termasuk pembahasan malam itu, persiapan utama yang harus dilakukan (menurutku) adalah komunikasi dengan orang tua.
                Komunikasi dengan orang tua sangat-sangat perlu dilakukan dari awal sejak kita merasa butuh dengan adanya pendamping. Pun sebaliknya, jika orang tua yang sudah mendesak kita agar segera memiliki pasangan sedangkan kita belum merasa butuh, maka komunikasi sangat penting dilakukan. Kita juga perlu tahu keinginan orangtua. Kriteria pasangan seperti pekerjaan pasangan, asal daerah pasangan, level pendidikan, pengetahuan agama, dan level sosial pasangan adalah hal biasa yang orangtua inginkan. Hal-hal demikian akan membuat kita jelas dan mudah untuk menyampaikan alasan jika pilihan kita berbeda dengan keinginan orang tua. Dalam beberapa kasus, orangtua menolak calon pasangan si anak karena tiba-tiba datang tanpa obrolan terlebih dahulu. Hal inilah yang perlu kita hindari.
                Persiapan demikian pasti sudah banyak kawan-kawan baca dan dengarkan dari berbagai kajian pranikah. Namun bagi sebagian orang, hal itulah yang paling sulit dilakukan karena berbagai alasan. Faktor kedekatan adalah salah satu alasan utama komunikasi antar dua orang sulit dilakukan. Atau bisa jadi sama sekali tidak ada yang mengawali pembahasan seputar pernikahan antara kita dan orang tua. Orang tuanya santai, kitapun santai. Tapi isi hati orang siapa yang tahu, bisa jadi sikap santai orang tua itu karena melihat kita enjoy-enjoy saja dalam bekerja, atau masih senang-senang saja menjalani hidup sendiri saat ini. Padahal usia si anak sudah matang secara fisik, secara mental pun juga materi.
                Dalam hal ini, si anak lah yang dapat mengawali pembicaraan. Perlu keberanian lebih untuk membahas hal ini karena bisa jadi orang tua benar-benar santai dan merasa belum siap jika anaknya saat itu harus menikah. Para orang tua yang dulu menikah muda, belum tentu saat ini setuju dengan pernikahan pasangan muda, begitu pun sebaliknya. Maka dari itu, keberanian untuk berkomunikasi tentang hal pernikahan dan pasangan sangat perlu dilakukan. Kawan-kawan yang kurang confident atau belum courage membahas hal ini dengan orang tua, ada beberapa tips yang ingin saya sampaikan.
                Pertama, sering-sering bertanya kisah masa lalu pernikahan orang tua. Hal ini cukup efektif hasilnya karena orang tua akan mulai membuka memorinya dan mulai membuka dirinya membahas pernikahan. Kedua, bertanya tentang target pendidikan atau keinginan pada kita (anak-anaknya), mengapa aku harus begini dan mengapa aku dibesarkan begitu, membahas tentang masa kecil dan masa depan. Hal ini juga akan membuat  orang tua mulai berfikir hal-hal yang harus dilakukan kita (anak-anaknya) di usia tersebut. Karena bisa jadi, orang tua lupa tentang target-target yang diinginkan pada putra-putrinya.  Ketiga, jika kawan-kawan sudah mulai dekat dengan orang tua, kawan-kawan bisa ikut dalam pembahasan yang lebih dalam seperti permasalahan keluarga, konflik yang terjadi di keluarga besar, atau meminta tips-tips agar tetap harmonis di keluarga besar. Hal ini sangat efektif untuk mengingatkan orang tua bahwa suatu saat kita juga akan berada di posisi yang sama dengan mereka. Keempat, tahapan yang perlu dilakukan saat kawan-kawan sudah sangat dekat dengan orang tua, sudah percaya diri menjalin komunikasi tentang hal ini dengan mereka, adalah mengungkapkan keinginan dan target-target kita seperti usia berapa kita ingin menikah, apakah orang tua setuju dan sebagainya. Serta hal-hal lain yang lebih membahas tentang diri kita pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa kita sudah siap dengan semua resiko, ujian, konflik, dan hal-hal lain yang sudah diceritkan dan dibahas pada komunikasi sebelumnya. Kelima, hal terakhir yang dapat dilakukan oleh kawan-kawan adalah pembuktian. Mulai dari manajemen diri yang baik, manajemen sosial yang baik, dan hal-hal lain yang perlu dibuktikan pada orang tua. Tunjukkan dengan sikap dan kata-kata kepada orang tua. Pada tahap ini, kawan-kawan juga sudah dapat membicarakan tata cara memilih pasangan sesuai syari’at, adat pernikahan yang syar’i, dan lain sebagainya yang perlu kita bahas dalam mempersiapkan pernikahan.
                Demikian semoga bermanfaat bagi kta semua karena saya juga sedang belajar. Semoga Allah meridhoi dunia akhirat untuk siapapun yang menjadi pendamping kita nantinya. Bye~ selamat memperjuangkan.

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar