Pada bulan
penghujung tahun 2017 ini, saya menonton dua film Jepang bertema permainan
karuta. Pertama, Detective Conan the Movie 21th berjudul Crimson Love Letter,
kedua yaitu film berjudul Chihayafuru Kami no Ku yang mempunyai dua part film, dan akan ada part ketiga.
Karuta, adalah permainan kartu berisi puisi yang telah ditulis oleh sastrawan
Jepang sejak ratusan tahun lalu. Keterangan lebih lengkap tentang karuta bisa
sahabat cek di berbagai website berbahasa Inggris atau Jepang. Dua film
tersebut berhasil mengembalikan sense seni pada diriku yang telah beberapa bulan (atau
tahun) padam. Buktinya bisa sahabat lihat, akhirnya aku mulai menulis dan
menggambar lagi :)
model bulan ini, sori ukuran anggota badan pada gambar tidak proporsional. maklum baru mulai gambar lagi :D |
Selain menulis dan menggambar, ada satu hal lagi yang baru saja kulakukan yaitu mempelajari puisi-puisi dalam 100 kartu karuta. Meski belum serius mempelajari bahasa Jepang dan bahasa asing lainnya selain bahasa Inggris dan Arab, karuta yang kupelajari pada akhirnya melalui terjemah bahasa Inggrisnya. Tetapi aku yakin bahwa keindahan kata-kata terjemahan tersebut tidak seindah bila dibandingkan dengan bahasa asalnya yaitu nihongo/bahasa Jepang. Hal tersebut karena susunan kata pada puisi dalam bahasa asalnya memiliki makna yang tidak dapat dipahami oleh orang asing seperti aku atau sahabat (asal Indonesia). Sama halnya dengan puisi asal Indonesia dari sastrawan terkemuka, keindahan kata-kata pada puisi tersebut, mulai dari susunan, perumpamaan, dan sajaknya tidak akan mudah dipahami oleh orang asing.
Sejak berada
di tingkat SDI (Sekolah Dasar Islam), aku telah terpesona pada puisi dan berbagai seni lainnya. Hal
itu mungkin saja karena sejak kecil orang tua sudah membuatku berada di
lingkungan tersebut, mulai dari tersedianya koleksi berbagai buku puisi oleh sastrawan Indonesia di rumah, diiikutsertakan belajar khusus menggambar dan melukis, serta belajar
seni membaca al-Qur’an yang berimbas pada seni suara, bahkan juga diikutsertakan belajar seni bela diri
khususnya pencak silat perguruan pagar nusa. Sehingga sampai saat ini pun,
kegembiraan yang kurasakan ketika bertatap muka dengan kesenian masih saja
membuncah dan meletup-letup. Meskipun saat ini duniaku bukan lagi dunia seni
murni, tetapi Alhamdulillah berbagai ilmu seni yang telah kupelajari dapat
membuatku berkembang pada disiplin ilmuku sekarang. Memang benar perkataan
Allah pada al-Qur’an surat Fatir ayat 2 yang artinya:
"Whatever Allah grants to
people of mercy - none can withhold it; and whatever He withholds - none can
release it thereafter. And He is the Exalted in Might, the Wise".
Mudah-mudahan kita semua termasuk
golongan yang diberi Rahmat oleh Allah dan senantiasa berada dalam petunjuk
Allah.
Berbicara
tentang seni, salah satu pelajaran seni yang telah kusebutkan adalah seni
membaca al-Qur’an. Seni tersebut membuatku semakin jatuh cinta pada puisi dan al-Qur’an.
Mungkin sahabat bertanya "Bagaimana bisa puisi dan al-Qur’an memiliki
keterkaitan?", tetapi kenyataannya memang demikian. Seperti sahabat semua
ketahui bahwa al-Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW yang kekal sepanjang
zaman. Selain itu, al-Qur’an menjadi keren karena memiliki gaya bahasa yang
indah. Bahkan para sastrawan arab saat itu (hingga kini) mengakui ketinggian
tingkat gaya bahasa pada al-Qur’an. Sehingga al-Qur’an tidak akan tertandingi
keindahannya sampai kapanpun, jaman apapun dan oleh siapapun. Demikian itu
hanyalah Allah yang dapat membuatnya. Allah telah berpuisi melalui al-Qur’an
yang diturunkannya kepada Muhammad SAW (sehingga sampai pada kita). Hal ini
menjadi bukti bahwa Allah mencintai seni yang tidak lain juga mencintai
keindahan. Selain itu juga merupakan bukti bahwa kesenian adalah bagian dari agama
Islam. Maka dari itu, seni yang kita pelajari atau kita lakukan harus
berkoridorkan syari’at Islam. Apakah bukti yang demikian itu tidak menggoyahkan
hati kita semua untuk mencintai puisi-puisi, surat cinta, dan cerita dari Allah
dalam al-Qur’an?
Sahabat,
apabila tidak atau belum timbul perasaan cinta kita terhadap al-Qur’an mungkin
karena kita tidak dapat memahami di mana letak keindahan gaya bahasa tersebut
karena bahasa arab adalah bahasa asing bagi kita (Indonesian). Seperti
saya sebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa terkadang orang asing tidak paham
keindahan puisi yang berasal dari negara berbeda dengannya. Namun, salah satu
hal yang mendasari kecintaan kita kepada puisi adalah rasa percaya terhadap
sejarah panjang di balik munculnya puisi tersebut. Begitu pula dengan al-Qur’an,
bahwasannya kecintaan kita timbul bukan hanya karena segi bahasa melainkan adalah
keimanan yang kita miliki di dalam hati. Kepercayaan kita terhadap nasehat,
cerita, dan penjelasan dari Allah SWT kepada hamba-Nya yang terdapat di dalam
al-Qur’an. Oleh karena itu, menyempatkan diri untuk membaca al-Qur’an terus
menerus (setiap hari, setiap waktu) terlebih dengan suara lembut dan nada yang
indah, membiasakan diri berinteraksi dengan al-Qur’an juga dengan orang-orang
yang mencintai al-Qur’an merupakan beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk
menimbulkan rasa cinta dan meningkatkan keimanan kita kepada Allah dan al-Qur’an.
Wallahu a’lam,
semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu dekat
dengan al-Qur’an. Tidak hanya ketika kita mendapat ujian dan kesedihan tetapi
juga ketika kita mendapat kesenangan dan karunia. Sesungguhnya apa yang terjadi
pada diri kita, selain takdir dari Allah, juga merupakan hasil dari perbuatan
kita. Amin ya robbal ‘alamin.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar