Kehilangan, adalah sesuatu yang lazim terjadi pada manusia.
Mulai dari barang yang sangat sederhana sampai orang yang paling istimewa. Begitulah
dunia, jika ada yang lahir pasti ada yang meninggal. Jika ada pemasukan pasti
ada pengeluaran. Jika ada keberuntungan pasti ada juga kemalangan. Momen kehilangan
yang sudah biasa terjadi dalam riwayat hidup manusia sepanjang masa, akhirnya
saat ini terjadi pada diri saya. Barangnya mungkin dapat dianggap sederhana,
tetapi hikmah dari kejadian ini sangat luar biasa.
Hari ini, Sabtu 3 maret 2018 sekitar pukul 20.00 WIB, aku
berjalan menuju tempat di mana motorku kuparkirkan. Jalanan semi gelap yang
kulalui sepanjang laboratorium hingga tempat parkir tidak membuatku gelisah
karena sudah kurang lebih 5 tahun aku mengambil studi di jurusan tersebut. Apalagi
setelah menuruni tangga lantai dua aku bertemu kawan lama bersama suaminya yang
dulu juga kuliah di jurusan tersebut. Tidak ada perasaan apapun saat itu. Namun,
setiba di tempat parkir aku menemukan motorku dalam keadaan tidak tertutpi oleh
helm pada salah satu kaca spionnya. Sejenak aku terkaget, tetapi aku ingat
bahwa beberapa jam sebelumnya sekitar pukul 13.00 WIB seorang kawan meminjam
motorku untuk keluar membelikan kami (penghuni lab) nasi untuk makan siang. Segera
kuhubungi kawan tersebut dan menanyakan keberadaan helmku. Di luar dugaanku,
ternyata si ukhti menjelaskan bahwa sejak tadi siang helmku tidak ada, namun
dia lupa menanyakan dan memberitahukannya padaku. Berdasarkan informasi itulah,
aku yakin bahwa apa yang dikatakan olehnya benar dan aku mulai sadar bahwa aku
telah kehilangan helm.
Panik. Di dalam pikiranku hanya ada pertanyaan bagaimana
caranya aku pulang ke rumah tanpa helm padahal jarak dari kampus ke rumah
sekitar 10 km. Kepanikan tersebut membuatku melirik barisan motor yang
terparkir di sebelah motorku. Ketemu. Dalam barisan tersebut, ada dua motor
dengan helm bermerk dan berwujud sama dengan milikku. Perlahan aku mulai
membandingkan keduanya, melihat manakah helm yang lebih mirip dengan milikku. Ternyata
salah satu helm sangat mirip dengan milikku, karatnya, pola goresan
kerusakannya, warnanya, kenyamananya, seratus persen aku yakin bahwa helm itu
adalah milikku. Jika dilihat dari penampilan motornya, helm itu tidak pantas
berada di sana. Motor itu terlihat tua dan usang, bahkan merk motor tersebut
berbeda dengan helmnya. Hal itu membuat keyakinanku menjadi-jadi sehingga muncul
kesimpulan dalam kepalaku bahwa pemilik motor tersebutlah yang meminjam helmku
tanpa izin dan tidak mengembalikannya.
Keputusan untuk membawa helm tersebut pulang sudah bulat. Suasana
tempat parkir yang sepi, penerangan yang kurang adalah situasi yang pas untuk
melakukan tekad tersebut. Tetapi, sejenak kemudian aku teringat untuk menelpon
abi(ayah)ku. Kukabarkan bahwa helm yang ada di motor hilang. Tidak lupa
kunyatakan bahwa aku menemukan helm dengan jenis dan wujud yang sama dan aku
berniat untuk memakainya untuk perjalanan. “ya Allah, jangan mbaakk”, abi
membalas pernyataanku dengan sedikit berteriak. Sejenak aku terdiam, hingga
kemudian aku memaksa untuk memberikan fotonya agar abi percaya bahwa helm itu
benar-benar 100% sama dan aku diperbolehkan untuk membawanya pulang. “ya Allah,
ndak usah mbak”, abi mengulangi jawabannya. “nanti orangnya pulang pakai helm
apa? Sekarang mba a’yun kehilangan helm, terus ambil punya orang itu, terus
orangnya juga kehilangan helm nanti sama kayak mba a’yun juga, kasihan”,
lanjutnya. Aku tersentak, hampir saja aku melakukan kesalahan yang memberikan
sumbangsih dosa jariyah. Bagaimana bisa aku berpikir untuk mengambilnya
sedangkan aku tahu bahwa helm itu jelas-jelas berada di motor orang lain. Bukan
helm liar yang berkeliaran tanpa pemilik. Bukan pula helm pinjaman.
Astaghfirullahal’adziim~
“mba lewat jalan kecil aja yang bukan jalan raya melewati terowongan
bawah MERR”, abi menyebutkan solusinya. Memang, jalan daerah terminal keputih,
medokan semampir sampai kampus AWS dan nginden intan, yang biasa kusebut jalan
belakang adalah jalan kecil yang orang lain kata ‘tidak perlu helm’ untuk
melewatinya. Aku juga sudah melewatinya, tetapi tidak pernah tidak memakai
helm. Namun, pada kondisi tubuhku sekarang ini aku sudah jarang bahkan
menghindari jalan tersebut. Alasannya sederhana, gelap. Hal lain adalah
perasaan sedikit trauma karena pernah jatuh di area sepanjang jalan tersebut,
bukan hanya sekali tetapi tiga kali pada tiga tempat berbeda. Kondisi jalan
semi licin, tikungan tajam, gelap, berlubang dan sempit adalah alasan-alasan logis
yang membuatku menghindari jalan tersebut. Hal inilah yang membuatku bersikukuh
untuk membawa helm ‘milik orang’ itu pulang. Tetapi abi telah menyadarkanku dari
kebutaan atas tindakan laknat itu. Aku duduk menyimpuh, menunduk dan menangis
di tempat gelap itu. Aku merasa tertampar, untuk apa ilmu agama yang selama ini
kupelajari, ayat-ayat Allah yang selama ini kuhafal, hadits-hadits Rosul yang
selama ini kubaca jika pemikiran dan perbuatanku ternyata masih sedangkal dan
selicik itu. Padahal setengah jam sebelumnya aku tengah menghafalkan surat Qaf
ayat 16-20,
وَلَقَدۡ
خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ
أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ ١٦ إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ
عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٞ ١٧ مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ
رَقِيبٌ عَتِيدٞ ١٨ وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ بِٱلۡحَقِّۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ
مِنۡهُ تَحِيدُ ١٩ وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِۚ ذَٰلِكَ يَوۡمُ ٱلۡوَعِيدِ ٢٠
16. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya
17.
(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di
sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri
18.
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir
19.
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu
lari daripadanya
20.
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman
Ayat-ayat
tersebut seharusnya cukup untuk membuatku sadar dan mengehentikan rencana
tercela itu. Karena Allah Maha Dekat dengan kita, Ia yang mengetahui segala
rencana kita, pemikiran kita, perbuatan kita baik diam-diam dan tersembunyi, maupun
terang-terangan dan terbuka.
Pukul 20.17 WIB, seseorang menghampiriku untuk memberikan
helm yang rencananya akan digunakannya. Beberapa detik sebelum aku keluar dari
laboratorium untuk pamit pulang, dia menanyakan kepemilikan dua helm yang ada
di ruang diskusi lab. Aku tak tahu, sehingga dia menanyakan hal itu di grup
anggota lab. Helm yang satu ternyata bertuan, sedangkan satunya lagi entah
milik siapa sehingga dinyatakan sebagai milik umum. Setelah kutelpon untuk
menanyakan perihal helm. Kawanku yang meminjam motorku siang tadi merasa
bersalah dan memohon pada ‘dia yang menanyakan helm’ untuk meminjamkan helm
tersebut padaku. Akhirnya dia mengantarkan helm tersebut padaku.
Alhamdulillah, rencana jahatku gagal terlaksana. Aku kembali
ke jalan yang benar. Aku sadar dan sangat bersyukur karena Allah masih memberikan
kasih sayangNya kepadaku melalui peringatan dari orang tua dan kebaikan kawan-kawan
di sekitarku. Alhamdulillah, aku terhindar dari perbuatan tercela. Bila syariat
islam benar-benar terlaksana, mungkin sudah hilang tanganku jika Allah tidak menyayangiku.
Dengan ketidaktaatan orang tua kepada Allah, tidak adanya ketakutan atas
balasan perbuatan buruk, tidak adanya kawan-kawan yang peduli, aku yakin bahwa
aku akan melalui jalan orang-orang dholim. Alhamdulillah, itu semua tidak
terjadi. Ternyata, Allah masih sangat menyayangiku hingga kini dengan
menunjukkanku pada jalan yang lurus, jalan orang-orang bertaqwa. Wallahu a’lam~
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar