Oleh : Qurrota A’yun Thoyyibah XII IPA 3
-Entahlah
apa yang aku pikirkan. Kenapa sekarang diriku berbeda. Kata temanku seperti
itu-
Baru saja aku mematikan televisi 21
inci yang ada di kamarku-Huh!
Ribut sekali, berita yang disiarkan selalu yang itu-itu, bukan aku malas
mendengarnya atau tak mau mengerti apa yang terjadi pada negeri ini. Seharusnya
hidup ini seindah pelangi, meski berwarna-warni tetap saja terlihat
indah-Seorang loper koran melemparkan koran itu seperti biasa ke dalam rumah,
hanya di depan pintu saja, aku memungutnya dan pertama kali yang aku lihat
adalah headline-nya. Huh! Berita itu lagi, tak sengaja aku lempar koran itu
jauh-jauh agar tak terlihat lagi oleh mataku.
Kata
orang, berita yang gencar saat ini adalah memang berita itu. Kawan! Mau tahukah
kau itu berita apa? Memang, sebenarnya sangat tidak enak didengar tapi apalah
dayaku menghadapi keingintahuanmu. KORUPSI. Itulah beritanya, ku tulis
besar-besar agar kau tak bertanya lagi di akhir cerita. Media massa manapun,
selalu memuat berita-berita seperti itu, korupsi, koruptor, tak tahu apa! Bahwa
masyarakat Indonesia terutama aku sudah muak mendengarkannya. Bisa apa media
massa itu, apa mereka pikir dengan semakin sering diberitakan maka pelaku akan mengaku? Tidak
mungkin, mustahil! Malah para koruptor itu menjadi semakin kebal [1]
terhadap pemberitaan tentang mereka. Katanya, media massa adalah anjing
penyalak[2]
dan kontrol negara dan pemerintahan tapi mana buktinya.
Kawan, tahukah kalian arti dari kata
'Korup'? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi kata 'Korup' adalah
memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya. Jadi, koruptor
bukan hanya seseorang yang menggelapkan[3]
uang untuk kepentingan sendiri namun juga menggelapkan hal-hal lain. Contohnya
saja, pohon yang diciptakan oleh Tuhan kita adalah koruptor, ia makan, minum,
bernafas tapi tidak melakukan apa-apa, pemalas! Tidak bergerak seperti kita.
Tapi, pohon sangat bermanfaat dalam kehidupan kita, penyuplai oksigen utama.
Oh ya! Kawan, aku lupa
memperkenalkan diri padamu. Namaku Danang, Danang Kusuma Atmaja, saat ini
usiaku 18 tahun, kata temanku aku adalah anak terdisiplin yang ada di sekolah.
Kata-kata mereka yang aku tangkap adalah seperti ini :
“Oi, Danang!” Doni menyapaku dari
belakang, saat aku hendak masuk melewati gerbang sekolah. Saat itu aku berusia
16 tahun-1SMA-dan Doni adalah teman sekelasku.
“Apa?” jawabku sambil menengok
padanya.
“Rajin amat! Udah sampe sini,
amat aja gak rajin! Hahaha.” balas Doni sambil tertawa.
“Iya, udah sampe aja!”
temanku Wid ikut menimpali percakapan kami,
berkata sambil memegang pundakku. Aku terkaget dan aku menengok padanya.
***
“Anak-anak, pada pertemuan kali ini
kita akan membuat karya sastra dan bapak akan mengirimkan karya kalian ke
rubrik Horison[4].
Karya sastra yang kalian buat terserah kalian, boleh puisi, cerpen, esai,
resensi atau apapun. Kumpulkan hari ini paling lambat jam 3 sore nanti di meja
saya!” guruku, Kresna Hariwangsa namanya, guru Bahasa Indonesia di sekolah,
yang paling aku idolakan.
Setelah memberi tugas padaku dan
teman-teman sekelas, pak Kresna keluar dari ruang kelas dan aku juga segera
keluar dengan membawa pensil dan kertas-yang telah menjadi separuh
nyawaku-mencari inspirasi.
Aku sangat suka menulis puisi, sampai
saat ini aku telah punya 2 buku puisi berisi puisi-puisi yang aku buat sendiri
namun belum ada satu karya pun
ku kirimkan ke majalah manapun. Aku jadi teringat puisi yang aku buat tentang
korupsi dan para koruptor itu, aku membuatnya sebelum berita-berita itu sangat
gencar seperti saat ini. Begini kira-kira isinya :
Pembawa
Berita
Tak
seorangpun tahu!
Bahwa
kau si pelaku itu
Sangat
cerdik
Meski
caramu tak terdidik
Entahlah
Mengapa
dirimu bangga
Dianggap
serakah
Aku
hanya pengisah
Tak
bisa apa-apa
Aku
hanya pelepah
Pembawa
berita saja
Aku
hanya kicau burung
Tak
seorangpun percaya padaku
Meski
ku berkicau merdu
Kau
tetap penipu
Bagaimana
pendapatmu? Itulah puisiku. Menurutku kurang panjang isinya dan belum mengena
tapi dayaku sudah tiada, sudah terasa muak menulisnya.
Sejak saat ini aku bertekad dan bila
ditanya tentang apa cita-citaku aku menjawab akan menjadi ketua KPK (Komisi
Pemberantas Korupsi) selain menjadi penulis yang sangat aku idamkan semenjak
aku ada di tingkat tsanawiyah[5].
***
“Bapak ini bagaimana! Laporan
keuangan memang sudah benar, tapi mana hasilnya! Hah! Jawab! Saya ini atasan
anda!”
Yang baru saja kalian dengar adalah
ucapan pak Dimas-Dimas Hadi nama lengkapnya-yang sedang memarahi bawahannya.
Bawahan yang sedang dimarahi hanya menunduk kemudian terduduk lesu di kursi
kerjanya setelah ditinggalkan pak Dimas.
Saat melihat sang bawahan terduduk
lesu seperti itu, salah satu rekannya-Risha Fiatna namanya-menghampirinya.
Mereka berdua adalah sahabat semenjak mereka kuliah di salah satu universitas
terkenal di Jakarta dan sekarang mereka bekerja di tempat yang sama di daerah
Jakarta pula.
“Tenang aja, kalau dirimu tidak
melakukan kesalahan buat apa takut!” Risha mencoba menenangkan hati temannya.
“Tapi Rish, memang benar pak Dimas,
aku memang salah!” jawabnya.
“Apanya yang salah? Laporan sudah
benar kan!” kata Risha mencoba menenangkan lagi.
“Kamu kenapa sih, ketakutan seperti
itu, bilang saja padaku, kamu memang agak sedikit berubah ya! Berbeda, tidak seperti
biasanya.” Risha menangkap adanya hal mencurigakan
pada wajah rekannya.
“Entahlah, apa yang aku pikirkan.
Kenapa sekarang diriku berbeda. Kata temanku-Risha sendiri-bilang seperti itu.”
kata si bawahan itu dalam hati, menyesali perbuatannya sendiri.
Kawan, tahukah apa yang diperbuat oleh bawahan itu? Jabatan bawahan itu
adalah ketua KPK dan yang dilakukannya ternyata korupsi. KORUPSI. Aku perbesar
agar kau tak lagi bertanya.
Kawan,
tahukah kalian! Sayangnya ketua KPK itu sendiri adalah aku. Aku yang dulu
bercita-cita sebagai pemberantas korupsi. Aku yang muak sekali mendengar berita
tentang korupsi. Aku yang dulu habis-habisan menulis, mengkritik lewat puisiku
pada para koruptor.
Kawan,
akulah ‘Serigala Berbulu Domba’. Aku tak tahu mengapa semakin hari semakin
liar. Di usiaku sekarang-54 tahun-aku tertangkap, tersiar di seluruh media
massa yang memuakkan manusia dan para remaja. Kawan, semoga cerita ini berguna
untukmu. Aku tak mau hal yang sama terjadi padamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar