Rabu, Maret 17, 2021

Kritik Sosial

 


                Kritik sosial adalah hal yang wajar, tapi kenyataan saat ini, pembicaraan itu kembali tabu di Indonesia. Bahkan orang sekelas pejabat negara yang seharusnya menampung aspirasi rakyat malah bilang, “Kalau pemerintah sudah bilang itu hoaks, ya hoaks”. Sungguh pernyataan yang menyakitkan bagi kita sebagai rakyat jelata, yang meskipun kedaulatan ada di tangan rakyat, tapi tak punya kuasa apa-apa. Meskipun demikian, kritik sosial masih harus dilakukan, sampai negara benar-benar mempunyai pemimpin yang sesuai dengan visi misi negara dalam pancasila dan undang-undang dasar yang Indonesia punya.

                Salah satu kritik sosial yang mudah dilakukan adalah dengan film/sinetron atau media visual lainnya. Maka dari itu, segala tipe konspirasi, aspirasi hingga imajinasi banyak dipamerkan dan dijejalkan pada otak banyak orang melalui tontonan. Sehingga kritik tersebut dikenal oleh banyak orang sampai dipercaya hal itu benar-benar nyata terjadi. Banyak orang yang terlena, bahkan saling berkomentar tentang apa yang ditayangkan. Padahal sebagian besar merupakan hiperbola dari kenyataan.



                Seperti yang semua sahabat tahu, di antara semua tontonan yang ada, kalau soal drama atau film, aku paling update tontonan dari Jepang. Kalau variety show adalah dari Korea dan kalau dari Indonesia, saat ini aku lebih tertarik berita politik, sejarah, pendidikan dan kuliner yang itu pun bukan tayangan televisi, melainkan media daring. Sedangkan tontonan dari barat sudah lama aku tinggalkan, sejak tahun 2012-an sepertinya. Segala hal dari barat yang sebagian besar dari Amerika tidak lagi kutonton, meskipun itu adalah film ter-hits. Tapi, tontonan berbahasa inggris yang kutonton di media daring bukanlah film/drama, melainkan kuliner, teka-teki, seni/kreasi, dan eksperimen.

                Saking seringnya nonton drama/film jepang, salah satu pertanyaan yang ada di kepalaku adalah apakah tayangan tersebut diproduksi sebagai kritik sosial? Baik itu kepada masyarakat atau kepada pemerintah. Karena saat kuamati, setiap tahun ada tema-tema khusus yang diangkat. Pada tahun 2020 misalnya, selain banyak tontonan dengan tema utama pandemi, mengatasi pandemi, bertahan saat pandemi dan sebagainya, ada banyak juga tontonan bertema nikah muda yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tema ini sudah lama digaungkan, tapi sebagian besar adalah married by accident, bukan benar-benar dirancang sebagai anjuran pernikahan hingga promosi matching app untuk menemukan jodoh. Apakah ini metode yang digunakan untuk meningkatkan populasi mereka kembali? Aku sendiri juga tak tahu, selain karena tak tinggal di Jepang, aku juga tak mengikuti berita atau kejadian populer dari sana.

                Tema-tema yang selalu ada tiap tahun adalah berkaitan dengan aparat keamanan yaitu detektif dan kepolisian, ada juga tema yang berkaitan dengan pemerintahan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tayangan yang pernah kutonton dengan tema tersebut adalah CHANGE!, HERO, Legal High, Against False Charge, dan Legal V. Selain itu, ada juga tayangan bertema permainan tradisonal. Permainan Go, Shogi, Karuta, Kindama, dan Haiku adalah hal tradisional mereka yang kuketahui lewat dorama/movie Jepang. Ketiga tema tersebut membuatku bertanya-tanya apakah hal yang demikian ini merupakan kritik sosial, ataukah itu merupakan kenyataan yang terjadi di Negeri matahari terbit itu? Yaahh, seperti kita tahu, Jepang sangat bangga akan dirinnya, meskipun negaranya kecil tapi tekad mereka sangat luar biasa besar. Hingga mereka mampu menguasai Indonesia di tahun-tahun yang pahit itu. Mereka juga pernah berkelana menguasai Korea, dari salah satu kisah yang kutahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar