Jumat, Januari 21, 2011

Tragisnya Dunia Jurnalistik

Sejak tahun 1955, jurnalistik telah menggunakan prinsip liberalisme. Prinsip ini semakin berkembang setelah diluncurkannya UU no 40 tentang jurnalistik. Prinsip ini membebaskan seluruh jurnalis untuk menggali sebanyak-banyaknya berita dan tidak akan disensor serta dilindungi Undang-Undang. Akibatnya banyak sekali saat ini, berita-berita yang tidak penting bahkan jurnalistik digunakan sebagai tempat untuk mencari keuntungan. Dunia jurnalistik juga digunakan pemerintah sebagai salah satu bagian yang membantu pembangunan Negara. Namun entahlah, pembangunan apa yang pemerintah inginkan.

Karena kebebasan itulah, terkadang para jurnalis tidak memperdulikan apa yang mereka beritakan, apa yang mereka ajarkan kepada orang, apa akibat dari berita yang mereka buat. Saat ini yang dipikirkan oleh jurnalis hayalah nilai jual, misalnya saja berita tentang AFF tahun 2010 lalu. Semua siaran televisi menyiarkan dengan sangat ramai berita masuknya Indonesia dalam semifinal AFF 2010, padahal seperti yang (baru saja) saya ketahui bahwa Indonesia telah masuk dalam semifinal AFF selama 4 kali. Alasan mereka memberitakan dengan gencar berita tersebut sangat bermacam-macam, entah karena ada Irfan Bachdim atau juga karena banyak yang mensponsori atau karena (menurut mereka)orang-orang Indonesia ingin sekali mendengar berita tentang Gonzales (striker timnas). Namun tetap saja (menurut saya) hal itu sangatlah tidak penting kerena masih ada berita lain yang harus diketahui dan disadari oleh masyarakat Indonesia.

Semoga saja dunia jurnalistik Indonesia berkembang menjadi lebih baik dalam waktu dekat.

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar