Assalamu’alaikum
sahabat senja, sudah lama sekali saya tidak menulis di blog ini.. apa kabar?
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT ya.. pada sesi kali ini saya
ingin menceritakan pengalam saya yang entah kenapa selalu terngiang dalam
ingatan saya. Cerita berikut ini adalah mengenai BAYI.
Malam itu, hari
Rabu 6 maret 2013 di sebuah tempat binaan saya Kejawan Pompa Air, Sukolilo,
Surabaya. Saat itu kajian rutin yang lembaga kami (Badan Pelayanan Umat-JMMIITS) adakan sedang berlangsung dengan khidmat, semua ibu-ibu yang hadir—meski hanya 2
orang—turut menyimak materi yang disampaikan oleh pembicara dengan saksama.
Pembicara seharusnya yang telah diundang pada malam hari itu tiba-tiba
berhalangan hadir karena udzur syar’i sehingga pemateri yang biasanya seorang akhwat (baca : perempuan) digantikan
oleh seorang ikhwan (baca :
laki-laki) yaitu direktur Badan Pelayanan Umat (BPU) sendiri yang mana hari itu
bertepatan dengan hari lahir beliau menurut kalender Masehi.
Kajian Rutin ini
berlangsung pukul 20.10 (terlambat setengah jam dari jadwal seharusnya yang
sudah ditetapkan karena menunggu ibu-ibu peserta yang tak kunjung hadir dalam
forum) di Musholla Al-Falah milik pak Seno. Materi kajian hari itu adalah
mengenai “Penyakit Hati dan Obatnya”. Panitia ikhwan yang hadir saat itu adalah
Kepala Biro Pembinaan yang notabene kedudukannya sebagai partner saya, staff
biro pembinaan ini dan staff biro humas itu dan juga panitia akhwat yang hadir adalah saya
(Wakil Kepala Biro Pembinaan) dan kedua staff tercinta saya ini dan itu. Peserta
yang hadir saat itu adalah bu Suadah dan bu Sundari dan anak-anak beliau
berdua.
Bu Sundari
(entah berapa usianya) memiliki 4 putra-putri yang mana pada malam itu hanya
anak pertama dan terakhirnya saja yang dibawa. Anak pertama bu sundari adalah
seorang putri bernama Suci yang saat ini sedang berada pada bangku Sekolah Dasar
tepatnya kelas 6 (sama seperti adek kedua saya) dan anak terakhirnya seorang
putri bernama Izzah yang masih berusia satu tahun. Peserta kedua yang hadir
adalah Bu Suadah yang (setahu saya) hanya memiliki 2 putra yaitu Tegar dan
Galih dan pada malam itu dibawa semua mengikuti kajian. Jujur saja saya tidak
tahu usia Tegar, tapi sepertinya dia masih duduk di bangku kelas 4 SD (2 tahun
lebih muda dari Suci) dan Galih berusia jarak dua bulan setelah kelahiran Izzah
jadi menurut analisis ini usia Bu Suadah lebih muda sedikit (entah berapa
tahun) dibandingkan dengan Bu Sundari.
Malam itu pukul
20.48 kalau tidak salah, kami (saya dan kedua staff saya) kembali dari warung
makan milik Bu Yayuk (salah satu ibu binaan saya saat bulan Romadhon 1433 H
lalu) karena saking laparnya perut kami. Saya makan penyetan telur (melanggar
aturan dokter yang seharusnya tak boleh dimakan) dan salah satu staff saya
makan pecel telur dan staff saya yang lain tidak makan. Balik lagi ke cerita,
setelah makan malam yang “istimewa” tersebut kami kembali ke tempat Kajian
Rutin (KanTin) untuk bertugas kembali. Ternyata kajian itu belum selesai,
padahal seharusnya kajian selesai pada pukul 21.00 WIB. Di tengah penantian
tersebut saya dan kedua staff saya terpaksa duduk-duduk mengemper di tempat
yang sangat gelap tersebut. Tiba-tiba terdengar suara bayi menangis dari dalam tempat kajian.
iniunic.blogspot.com |
Salah seorang
keluar dari tempat kajian, ternyata Suci dengan seorang bayi ditangannya yang
ternyata adiknya, Izzah. Suci mencoba menenangkan Izzah karena mungkin di dalam
musholla terasa panas. Beberapa menit berlalu, saya mencoba menghibur Izzah
yang ada di gendongan Suci, beberapa detik kemudian saya meminta Izzah dari
Suci untuk saya gendong. Lumayan, ternyata Izzah cukup berat juga untuk ukuran
bayi berumur satu tahun. Saya sangat terkejut, Izzah tidak menangis berada di
gendongan saya, mungkin karena saking ngantuknya dia. Setelah saya paham bahwa
Izzah mengantuk, saya lanjutkan saja menggendongnya dan membuatnya nyaman,
menyandarkan kepalanya di dada saya, mengayunnya pelan-pelan agar semilir angin
mengenai badannya yang kepanasan. Saya menggendongnya selama sekitar 20
menitan, walhasil pada detik-detik terakhir Izzah tertidur lelap di dada saya, dengan
merasakan degup jantung bayi itu saya jadi menyadari sesuatu.
Betapa terdapat
rasa nyaman pada diri saya ketika saya menggendongnya. Namun juga ada rasa
takut apabila gendongan saya membuatnya tak nyaman. Jantungku berdegup kencang,
entah itu degup jantung bayi itu atau degup jantungku saya tak tahu. Yang saya
tahu saya merasa menjadi satu dengan bayi itu. Entah mengapa.. mungkin dari
situlah ikatan anak dan ibu tercipta. Dari dekapan, dari pelukan, dari kedua degup
jantung yang bertemu dan berbunyi hingga ke telinga perlahan-lahan. Semua itu
menyenangkan. :D
Kajian usai
pukul 21.25, ibu-ibu dan panitia ikhwan keluar dari musholla tersebut. Kusambut
ibu-ibu itu dan kuserahkan Izzah kembali pada ibunya. Suaaaanggggattt pegal
tangan ini ternyata, lega juga bisa mengembalikan Izzah pada ibunya dengan
selamat. Begitulah ternyata, antara rasa senang dan tidak saat menggendong
bayi, tapi kalau itu bayiku mungkin perasaan senang akan melebihi segalanya.
IBU, BARU SAJA AKU BELAJAR DAN SEKARANG AKU TAHU DARIMANA CINTA YANG KAU BERIKAN
UNTUKKU BERASAL. DARI RAGAKU YANG BERSATU DENGAN RAGAMU. ^_^
follow me @qhimahatthoyyib
allaikumsalam wr.wb. yaa alhamdulillah,saya apresiasi pada pembuat dan pembuatan artikel ini. hmm bagi pembuat pastinya itu pengalaman baru ya. syukuri yang sudah didapat dan selalu harapkan yang belum ada yaitu sesosok bayi dihari yang akan datang yang akan digendong si pembuat artikel ini. tambahan cinta ibu pembuat artikel tidak lain berasal kasih sayang Allah SWT yang ditiupkan kepada ruh masing masing individu dan salah satunya adalah seorang IBU.
BalasHapusterimakasih komentarnya, IBU itu memang istimewa. semoga bisa sama-sama menghormati dan mendoakan ibu masing-masing selama masih ada..
BalasHapusamin..terima kasih atas warningnya
BalasHapus