Kebiasaanku
mengamati kejadian sekitar sudah sedari usia dini kulakukan. Berawal dari
kesukaanku mengamati papan toko, plang nama jalan, spanduk warung, gerak-gerik
orang dan sebagainya saat dibonceng motor oleh abi (ayah)ku. Selain itu,
aku juga suka berbicara sendiri, berkisah pada kawan khayal yang jika dilihat mirip
seperti hosting desease (penyakit nge-MC)nya Leeteuk ssi (Super Junior’s
leader). Namun yang kulakukan sebenarnya adalah curhat pada diri
sendiri, atau mengutarakan isi hati dan pikiran. Tapi tak ada yang perlu
menjadi pendengar. Aku tak tahu apakah selama ini orang tuaku mengetahuinya,
sampai saat ini pun rasanya belum pernah aku menanyakannya. Setelah kucari tahu
di dunia maya dan menonton berbagai Korean variety show, hal tersebut
adalah hal biasa, bukan sebuah penyakit dan memang sebagian orang di dunia ini
melakukannya.
Pagi
hari tadi saat melingkar seperti biasa, tadzkiroh (pengingat) yang disampaikan
pada kami adalah ‘tindakan merupakan kesimpulan dari aktivitas berpikir setelah
mengumpulkan data-data yang lengkap dan benar’. Tadzkiroh tersebut
mengingatkanku pada para ilmuwan dengan berbagai tesis praduga mereka. Bahkan saat
pertama kali masuk kuliah dulu, hal pertama yang kudengar adalah ‘bahwa ilmuwan
boleh salah tetapi tidak boleh berbohong’. Sehingga sedikit banyak aku pasti
terbawa arus berpikir ilmuwan setelah cukup lama berkecimpung di dunia ilmu
alam. Dengan kebiasaanku yang sudah demikian, ditambah dengan pengetahuan bahwa
berpikir adalah kebutuhan mendasar terkadang dapat menyebabkan adanya pemikiran
dan kehati-hatian ekstrim pada diriku. Hal itulah yang mungkin menyebabkan
sifat INFJ-ku semakin hari semakin kuat.
Berkaitan
dengan aktivitas berpikir yang selanjutnya menghasilkan tindakan, banyak sekali
kejadian di RS (rumah sakit) yang kadang tidak dapat kita duga. Contohnya pertama,
banyak pengunjung rumah sakit menganggap bahwa semua yang datang ke rumah sakit
adalah pasien, dan pasien berhak menggunakan fasilitas pelayanan RS, sehingga
mereka duduk di kursi yang telah disediakan saat menunggu antrian. Hal ini
menyebabkan tak jarang kursi yang disediakan kurang untuk menampung sekian
banyak pengunjung, karena ternyata sebagian besar pengunjung bukanlah pasien
alias pengantar saja. Akibatnya sebagian pasien harus mengantri dengan berdiri,
duduk di tangga, atau duduk di mana saja asal tidak mengganggu orang (menurut
mereka). Jika dipikirkan secara logis, selain pasien seharusnya tak berhak
duduk karena mereka adalah orang sehat. Namun, manusia sehat pun juga punya
batas lelahnya terutama wanita dan anak-anak. Maka dari itu, sebagian besar
orang menganggap hal tersebut sangatlah wajar. Sehingga reaksi orang terhadap
kejadian tersebut, dengan cukup data (yang tampak) dapat berbeda-beda.
Salah
satu hal asing yang kudapati saat mengantri di ruang radiologi sebulan yang
lalu adalah seorang bapak tentara menyilahkan ibu-ibu paruh baya duduk di kursi
yang sebelumnya ditempati oleh bapak tersebut. Padahal menurutku belum tentu si
bapak itu lebih kuat fisiknya dibanding si ibu. Tetapi setelah pengamatan
seksama dapat disimpulkan si ibu membutuhkan tempat duduk. “Iyalah, siapa yang
tidak perlu tempat duduk saat harus mengantri lama? Berdiri lama pasti capek,
tapi duduk terlalu lama juga dapat menyebabkan kram.” Padahal selain bapak itu,
masih ada lelaki remaja atau gadis-gadis muda yang menurutku lebih kuat
fisiknya dibandingkan si bapak. Tetapi mengapa bapak tersebut rela memberikan
kursinya untuk orang lain? Tentu saja hal tersebut adalah akibat dari proses
berpikir si bapak, atau mungkin saja hal seperti itu sudah menjadi
kebiasaannya. Hanya bapak tersebut yang tahu.
Selain
itu, contoh kedua, beberapa orang tua menyimpulkan bahwa anaknya
baik-baik saja selama mereka tidak menangis atau selama mereka sedang bermain. Hal
ini sering kuamati saat beberapa keluarga mengantri di poli THT tempatku
berobat. Berbeda dengan poli lainnya, pasien di poli THT lebih beragam, dari
usia anak hingga dewasa dan lanjut usia. Seringkali saat keluarga tersebut
membawa anaknya, maka pasien sebenarnya adalah si anak. Tetapi kadang tidak
juga, si anak dibawa berobat karena mungkin memang tidak ada yang menjaga jika
di rumah. Semakin banyak orang di sekitarku dengan rentang usia beragam, maka
semakin banyak pula data yang kudapatkan dari hasil pengamatan.
Suatu
hari, ada dua orang anak (satu lelaki dan satu perempuan) dari dua keluarga
mengantri di poli THT. Mereka berada di tempat duduk yang saling berhadapan
dengan arah berseberangan. Anak-anak yang sekitar 3 tahun tersebut masing-masing
bermain sendiri. Jika dilihat dari satu sudut pandang, mereka memang tampak
bermain sendiri. Tetapi aku yang sudah sering menonton The Return of
Superman (salah satu variety show dari Korea yang berkisah tentang
ayah-anak) dapat menyimpulkan bahwa mereka tertarik bermain bersama satu dengan
lainnya. Kesimpulan ini berdasarkan data yang tampak yaitu, saat si anak
perempuan bermain dengan sandalnya, tak lama kemudian si anak lelaki juga bermain
dengan sandalnya (tentunya setelah mengamati dengan seksama si anak perempuan
tersebut). Dan seterusnya demikian, si anak lelaki tersebut menirukan apa yang
diperbuat oleh si anak perempuan. Sayangnya, orangtua masing-masing anak
tersebut tetap diam bergeming. Karena dengan jarak tempat duduk yang demikian,
tidak mungkin dilakukan obrolan antara orang yang tidak dikenal. Maka orangtua
pun membiarkan mereka. Orangtua menganggap bahwa anak mereka baik-baik saja,
tetapi menurutku tidak. Mereka tertarik satu sama lain, mereka ingin lebih
saling mengenal dan bermain bersama dengan legal. Tapi apa daya, tak ada
komunikasi yang bisa dijalin dan mereka hanya bermain tanpa obrolan karena
bahkan tak saling tahu nama.
Demikian
hasil berpikir hari ini, mudah-mudahan bermanfaat. Semoga saja kita bukan termasuk
orang yang bertindak tanpa berpikir. Allah sudah mengatakan dalam al- Qur’an
bahwa sangat sedikit orang yang mau berpikir, sangat sedikit orang yang mau
menggunakan akalnya. Maka seharusnya kita dapat menjadi bagian dari orang-orang
yang sedikit itu. Barokallahu fiik, sampai jumpa di hasil pemikiran
selanjutnya, byee~
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar