Jumat, September 28, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #8



                Pergi ke rumah sakit rutin sepekan sekali bagiku bukanlah hal yang ringan tetapi juga bukan hal yang amat berat. Itu karena jarak rumahku dengan RS hanya sekitar 20 km dan masih dalam satu kota. Lain halnya jika jarak kami lebih dari itu. Banyak pasien RS kelas A berasal dari kota yang berbeda terutama di Surabaya. Hal ini disebabkan kondisi pasien tidak dapat ditangani oleh RS kelas B dan di bawahnya, mungkin karena kurangnya fasilitas. Sehingga jumlah pasien di kelas A membludak, mungkin jumlahnya lebih dari kapasitas yang tersedia. Namun kondisi Ini hanya terjadi pada pasien BPJS. Jumlah yang banyak menyebabkan antrian semakin panjang dan waktu yang dibutuhkan untuk berada di RS otomatis lebih lama. Berobat bisa jadi sehari dan ambil obat bisa saja di hari berikutnya. Maka bisa kawan-kawan bayangkan jika si pasien tinggal di luar kota, waktu yang diperlukan untuk berobat bisa jadi dua hari ditambah dengan lamanya perjalanan.
                Sejak September 2018, aturan pengobatan untuk pasien BPJS berubah lagi. Pasien diharuskan melalui pengobatan berjenjang setelah masa rujukan berobat habis. Pasien harus kembali ke puskesmas kemudian ke RS kelas B selanjutnya minta rujukan untuk ke RS kelas A. Padahal saat masa rujukan habis, belum tentu pengobatan dari RS kelas A selesai, seperti kasusku ini dan mungkin banyak kasus lainnya. Apalagi jika masa rujukan habis saat harus kontrol pasca operasi. Jadi bisa sahabat bayangkan, betapa ribetnya menyelesaikan satu jenis penyakit. Selain itu, RS kelas B bisa saja hanya menjadi tempat singgah untuk minta rujukan tanpa adanya pengobatan di sana. Sehingga bukan hanya si pasien yang akan banyak membuang waktu sekaligus tenaga, tetapi juga dokter serta petugas di RS tersebut. Segala kegiatan menjadi tidak efisien.
                Pengubahan aturan tersebut bisa jadi karena pemerintah ingin mengurangi jumlah pasien di RS kelas A. Dengan aturan demikian, diharapkan kondisi RS kelas A tidak penuh sesak dengan jumlah antrian yang membludak. Pasien-pasien dengan kondisi lebih baik diharapkan dapat diselesaikan kasusnya di RS kelas B atau bahkan puskesmas. Tetapi hal ini bisa jadi membahayakan, jika si pasien tidak dapat menjelaskan secara detil record kondisinya pada dokter, maka treatment dokter kelas B bisa saja akan berbeda dengan treatment yang akan dilakukan oleh dokter di kelas A sebelumnya. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu pasien menjadi sembuh atau memburuk kembali. Seperti guru yang memiliki cara mengajar berbeda satu dengan lainnya, begitu juga dokter memiliki cara pandang penanganan berbeda satu dengan lainnya.
                Selain dokter, tipe penanganan berbeda juga dapat ditemui pada perawat. Beberapa perawat sangat halus dalam berucap, menyemangati pasien, memperlakukan pasien dengan baik dan lembut, namun beberapa lainnya tidak demikian. Setelah beberapa hari opname di RS maka aku dapat mengetahui perbedaannya dengan mudah. Saat itu, infusku sudah dilepas namun obat masih harus diinjeksikan lewat kapiler langsung menuju vena. Injeksi obat langsung melalui jarum rasanya lebih sakit daripada obat oral. Beberapa perawat dapat menginjeksikan dengan halus namun beberapa tidak demikian. Saat timbul bengkak di daerah sekitar vena tempat injeksi, perawat tersebut membiarkannya dan menganggap hal itu biasa. Padahal menurutku yang berkecimpung dalam bidang kimia, adanya perubahan reaksi dapat disebabkan oleh perubahan struktur. Intinya, ada sesuatu yang tidak beres di sana, di vena tersebut. Benar saja, obat yang diinjeksikan tidak masuk ke dalam tubuh dan membasahi tempat tidur. Beruntungnya hari itu adalah hari terakhir aku berada di RS dan dokter menyatakan bahwa aku sudah bisa pulang. Maka tak lama kemudian, kapiler injektor itu dilepas. Sampai saat ini, empat hari pasca kapiler tersebut dilepas, rasa bengkak di sekitar vena masih dapat kurasakan meski sudah sangat berkurang dari sebelumnya. Oleh karena itu kawan, dari kisah ini aku berkesimpulan bahwa setiap manusia itu berbeda, memiliki kapasitas berbeda, memiliki isi hati dan pikiran berbeda, terlebih karena latar belakang berbeda, atau latar pendidikan berbeda. Sehingga guru yang baik, lingkungan yang baik, kawan yang baik sangatlah kita perlukan agar kita dapat menjadi manusia lebih baik pada hari berikutnya.

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar