Pergi
ke rumah sakit rutin sepekan sekali bagiku bukanlah hal yang ringan tetapi juga
bukan hal yang amat berat. Itu karena jarak rumahku dengan RS hanya sekitar 20
km dan masih dalam satu kota. Lain halnya jika jarak kami lebih dari itu. Banyak
pasien RS kelas A berasal dari kota yang berbeda terutama di Surabaya. Hal ini
disebabkan kondisi pasien tidak dapat ditangani oleh RS kelas B dan di
bawahnya, mungkin karena kurangnya fasilitas. Sehingga jumlah pasien di kelas A
membludak, mungkin jumlahnya lebih dari kapasitas yang tersedia. Namun kondisi Ini
hanya terjadi pada pasien BPJS. Jumlah yang banyak menyebabkan antrian semakin
panjang dan waktu yang dibutuhkan untuk berada di RS otomatis lebih lama. Berobat
bisa jadi sehari dan ambil obat bisa saja di hari berikutnya. Maka bisa
kawan-kawan bayangkan jika si pasien tinggal di luar kota, waktu yang
diperlukan untuk berobat bisa jadi dua hari ditambah dengan lamanya perjalanan.
Sejak
September 2018, aturan pengobatan untuk pasien BPJS berubah lagi. Pasien diharuskan
melalui pengobatan berjenjang setelah masa rujukan berobat habis. Pasien harus
kembali ke puskesmas kemudian ke RS kelas B selanjutnya minta rujukan untuk ke
RS kelas A. Padahal saat masa rujukan habis, belum tentu pengobatan dari RS
kelas A selesai, seperti kasusku ini dan mungkin banyak kasus lainnya. Apalagi
jika masa rujukan habis saat harus kontrol pasca operasi. Jadi bisa sahabat bayangkan,
betapa ribetnya menyelesaikan satu jenis penyakit. Selain itu, RS kelas B bisa
saja hanya menjadi tempat singgah untuk minta rujukan tanpa adanya pengobatan
di sana. Sehingga bukan hanya si pasien yang akan banyak membuang waktu
sekaligus tenaga, tetapi juga dokter serta petugas di RS tersebut. Segala kegiatan
menjadi tidak efisien.
Pengubahan
aturan tersebut bisa jadi karena pemerintah ingin mengurangi jumlah pasien di RS
kelas A. Dengan aturan demikian, diharapkan kondisi RS kelas A tidak penuh
sesak dengan jumlah antrian yang membludak. Pasien-pasien dengan kondisi lebih
baik diharapkan dapat diselesaikan kasusnya di RS kelas B atau bahkan
puskesmas. Tetapi hal ini bisa jadi membahayakan, jika si pasien tidak dapat
menjelaskan secara detil record kondisinya pada dokter, maka treatment
dokter kelas B bisa saja akan berbeda dengan treatment yang akan
dilakukan oleh dokter di kelas A sebelumnya. Sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan dua kemungkinan, yaitu pasien menjadi sembuh atau memburuk kembali.
Seperti guru yang memiliki cara mengajar berbeda satu dengan lainnya, begitu
juga dokter memiliki cara pandang penanganan berbeda satu dengan lainnya.
Selain
dokter, tipe penanganan berbeda juga dapat ditemui pada perawat. Beberapa perawat
sangat halus dalam berucap, menyemangati pasien, memperlakukan pasien dengan
baik dan lembut, namun beberapa lainnya tidak demikian. Setelah beberapa hari
opname di RS maka aku dapat mengetahui perbedaannya dengan mudah. Saat itu,
infusku sudah dilepas namun obat masih harus diinjeksikan lewat kapiler
langsung menuju vena. Injeksi obat langsung melalui jarum rasanya lebih sakit
daripada obat oral. Beberapa perawat dapat menginjeksikan dengan halus namun
beberapa tidak demikian. Saat timbul bengkak di daerah sekitar vena tempat
injeksi, perawat tersebut membiarkannya dan menganggap hal itu biasa. Padahal menurutku
yang berkecimpung dalam bidang kimia, adanya perubahan reaksi dapat disebabkan oleh
perubahan struktur. Intinya, ada sesuatu yang tidak beres di sana, di vena
tersebut. Benar saja, obat yang diinjeksikan tidak masuk ke dalam tubuh dan
membasahi tempat tidur. Beruntungnya hari itu adalah hari terakhir aku berada
di RS dan dokter menyatakan bahwa aku sudah bisa pulang. Maka tak lama
kemudian, kapiler injektor itu dilepas. Sampai saat ini, empat hari pasca
kapiler tersebut dilepas, rasa bengkak di sekitar vena masih dapat kurasakan
meski sudah sangat berkurang dari sebelumnya. Oleh karena itu kawan, dari kisah
ini aku berkesimpulan bahwa setiap manusia itu berbeda, memiliki kapasitas
berbeda, memiliki isi hati dan pikiran berbeda, terlebih karena latar belakang
berbeda, atau latar pendidikan berbeda. Sehingga guru yang baik, lingkungan
yang baik, kawan yang baik sangatlah kita perlukan agar kita dapat menjadi
manusia lebih baik pada hari berikutnya.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar