Fakta
yang ada di Indonesia yaitu bahwa Islam adalah agama mayoritas. Sebanyak apapun
orang membenci islam, entah terhadap orangnya, entah terhadap agamanya, entah
memang parno dari sononya, atau sudah sakit telinga saat mendengarnya, kita
tidak dapat menafikan kenyataan bahwa Islam telah menguasai Indonesia. Jika agama
islam adalah agama penebar kebencian, maka tidak masuk akal jika 80% penduduk
negeri ini adalah muslim. Padahal sebelum Islam datang, kita tahu bahwa
Majapahit dengan latar belakang Hindu-Budha-Animisme telah menguasai Nusantara
yang meliputi Indonesia dan beberapa
Negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dahulu Islam
merupakan pilihan utama masyarakat.
Kini,
islamophobia, ungkapan untuk seseorang yang fobia dengan Islam, semakin
berani menunjukkan dirinya. Mereka meyakini bahwa Islam harus ditumpas, apapun
alasannya. Kejadian ini serupa dengan hal yang telah dialami oleh Rosulullah
dan kholifah setelahnya. Bukankah tidak ada hal yang baru di dalam hidup kita? Semuanya
pasti berulang, berputar seperti roda, meskipun jaman dan teknologi semakin
berkembang tetapi sifat manusia pada dasarnya begitu-begitu saja. Jika kita
baca sejarah perkembangan Islam di masa Rosulullah, kaum kafir Quraisy atau
musuh islam lainnya ‘hanya’ merasa terancam dengan keberadaan Islam. Mereka
akan melakukan segala cara agar Islam tak dapat mengalahkan ‘kepopuleran’
mereka. Orang-orang itu ‘hanya’ gengsi, tinggi hati dan ingin berkuasa atas
segala.
Kebencian
ini berimbas pada seluruh aspek kehidupan. Kampus dan sekolah Islam dianggap
ladang teroris, organisasi Islam dianggap mengancam kesatuan Negara, hingga parta
Islam pun tak luput dari berbagai tudingan. Oleh karena itu, untuk menghadapi
kebencian ini diperlukan sikap politik (taktik, rencana, siasat, strategi) agar
umat Islam tidak terbakar, terpengaruh atau termakan ucapan tersebut. Bagaimanapun
umat islam harus bersatu, memperkuat ikatan ukhuwah islamiyah, agar tidak mudah
terpecah-belah.
Kekuatan
akan terbentuk jika masing-masing diri kita saling berikatan. Peristiwa ini
bahkan terjadi pada partikel terkecil pembentuk materi yaitu atom. Tidak ada
satu atom pun di muka bumi ini yang tidak berikatan. Karena ikatan ini
diperlukan agar atom-atom tersebut menjadi lebih stabil. Kestabilan pada atom
terjadi apabila elektronnya telah memenuhi kaidah duplet (dua elektron) atau
oktet (delapan elektron). Kaidah tersebut hanya terjadi apabila suatu atom berikatan
dengan atom lain. Sehingga tak ada cara lain untuk mencapai tingkat kestabilan
yang lebih tinggi selain saling berikatan.
Berbagai
ikatan yang terjadi di dalam senyawa adalah ikatan ion (umumnya antara atom
logam dan nonlogam), ikatan kovalen (umumnya antara atom nonlogam dan nonlogam),
ikatan kovalen koordinasi dan ikatan logam. Jenis-jenis ikatan tersebut ada
karena masing-masing sifat atom berbeda. Di antaranya ada atom yang mempunyai
pasangan elektron bebas, ada yang mudah melepaskan elektron, ada yang senang
mengambil elektron, dan ada juga yang senang dengan sesama kelompoknya sendiri.
Selain terjadi antara dua atom, ikatan juga dapat terbentuk antara sekelompok
atom. Oleh karena itu, beberapa istilah yang dikenal pada atom-atom yang saling
berikatan yaitu molekul, unsur dan senyawa.
Jadi,
begitupun halnya yang terjadi pada manusia. Pembentukan ikatan, perkuat
ukhuwah, juga merupakan salah satu cara untuk mencapai kestabilan. Namun,
apakah kestabilan tersebut bersifat kekal? insyaAllah akan kita bahas pada
tulisan selanjutnya. Wassalamu’alaikm dan selamat berjuang~
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar