Minggu, Desember 16, 2018

POLITISASI KEHIDUPAN-Bagian 3: Perubahan Struktur



                Suatu hari seorang teman mengungkapkan pendapatnya, “Mengapa saat mencari makanan harus melihat ada tidaknya tulisan halal? Bukankah Indonesia mayoritas muslim? Seharusnya tak perlu menuliskan label halal pada produk makanan, kan?” Apabila dilihat dari satu sisi, menurutku pendapat ini sangat benar. Tetapi jika dilihat dari sisi lain, pendapat ini kurang tepat.
                Di negara ini, umat muslim jarang merasa khawatir jika berbelanja daging di pasar baik tradisional maupun modern, membeli makanan di warung, atau keperluan lain. Namun, setelah globalisasi mulai berkembang biak, bukan hanya perubahan cuaca tetapi juga bahasa, budaya, kesenian, mode, teknologi bahkan pasar global, Indonesia sedikit demi sedikit berubah untuk tetap eksis di dunia Internasional. Sehingga kekhawatiran umat muslim terhadap makanan, kosmetik atau keperluan halal lainnya meningkat. Jika MUI tidak mengeluarkan label halal, maka produk (industri/homemade) yang tidak halal harus menuliskan label ‘Tidak Halal’, atau ‘Mengandung Babi’, ‘Mengandung Alkohol’, ‘Mengandung Rum’ atau label lain untuk menunjukkan ketidakhalalannya. Tindakan seperti ini akan menyulitkan bahkan dapat menyudutkan umat muslim. Padahal berbagai produk tersebut dijual untuk umum, tetapi seolah-olah hanya umat muslim yang tinggal di negeri ini dan berhak mengatur regulasi penjualan mereka. Jadi, sudah merupakan hal yang tepat produk halal untuk umat muslim bertuliskan label halal oleh MUI. Lalu bagaimana jika produk tidak/belum terdaftar label halal MUI? Maka, keputusan jual beli diserahkan kembali kepada produsen dan konsumen. Jual beli dapat berlangsung apabila kita merasa produk tersebut aman dan cocok, produsen tidak berbohong atas detail produknya, atau hal-hal lainnya.
                Persoalan tersebut menunjukkan bahwa reaksi lingkungan tergantung pada tindakan yang telah kita lakukan. Namun, tindakan yang kita lakukan tidak harus dipengaruhi oleh lingkungan. Seperti yang telah saya tuliskan pada kedua judul sebelumnya, partikel terkecil yaitu atom sampai materi terkompleks yaitu manusia menginginkan kehidupan yang stabil, tanpa masalah, tanpa kesulitan. Tetapi kenyataanya kestabilan bukanlah sesuatu yang tetap, bukan hal yang kekal karena terkadang ia dipengaruhi oleh lingkungan.
                Senyawa air, H2O, adalah salah satu senyawa alami yang melimpah di muka bumi. Zat cair ini dikenal dengan warnanya yang bening, tidak berasa, dan tidak mudah terpisahkan. Namun, kenyataanya air dapat mengalami perubahan warna, rasa dan juga dapat dipisahkan. Hal ini merupakan salah satu contoh bahwa kestabilan suatu senyawa dapat berubah sesuai lingkungan. Misalnya, pada suhu dingin 0°C (nol derajat celsius), air akan berubah wujud menjadi es dimana peristiwa ini disebut pembekuan. Dalam wujud es, senyawa H2O akhirnya dapat dipecahkan. Peristiwa lain yaitu penguapan, adalah saat air berubah wujud menjadi uap akibat lingkungan yang panas 100°C (seratus derajat celsius). Dalam wujud ini, akhirnya senyawa H2O tercerai berai.
                Jika kestabilan suatu benda mati dapat mengalami perubahan, maka manusia pun pasti demikian. Suatu kestabilan yang berubah merupakan suatu hal yang berbeda dengan ketidakstabilan. Karena suatu hal yang tidak stabil tersebut tidak akan terbentuk. Namun, pada ketiga wujud yang telah dijelaskan sebelumnya, senyawa H2O tetap ada di muka bumi. Bagaimanapun bentuknya, bagaimanapun strukturnya, H2O akan terus eksis di dunia. Begitupun manusia, masing-masing mempunyai kriteria kestabilan berbeda dan dapat berubah-ubah. Perubahan dapat terjadi karena lingkungan ataupun sebaliknya. Misalnya, semasa sekolah merasa stabil jika selalu ranking pertama. Setelah bekerja, merasa stabil jika gaji di atas 10 juta. Saat berkeluarga merasa stabil jika punya rumah mewah.
Sahabat, tingkat kestabilan seseorang akan mempengaruhi cara ia bereaksi terhadap lingkungannya. Semakin stabil seseorang, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan. Ia tidak juga membandingkan kestabilan dirinya dengan kestabilan orang lain. Pun ia tidak juga memberikan standar kestabilan pada selain dirinya. Lalu bagaimana seharusnya bereaksi terhadap lingkungan? insyaAllah akan kita bahas pada tulisan selanjutnya. Sekian, selamat menikmati akhir pekan~

follow me @qhimahatthoyyib

2 komentar:

  1. wiiih kak ota keren, udah banyak tulisannya, semangat terus nulisnya kak ota.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih, mudah2an manfaat ya~
      kalo boleh tau siapa ni?

      Hapus