Jumat, Agustus 03, 2018

RUMAH SAKIT BERCERITA #1



                Assalamu’alaikum sahabat semua, semoga kita selalu dalam kondisi hati dan iman yang baik serta bersih. Meskipun pada hari ini sebagian kita mendapat cobaan, atau sebagian yang lain mendapat kesenangan mudah-mudahan kita selalu mendapatkan keberkahan. Amiin~ Sahabat, kali ini saya mencoba berkisah dan mengambil ibroh (pelajaran) dari kejadian-kejadian di Rumah Sakit selama saya berobat kurang lebih dua tahun terakhir.
                Pagi itu, seperti biasa aku berobat ke RS (Rumah Sakit) yang jaraknya sekitar 20 km dari rumah. Kontrol pertama setelah dua bulan lamanya aku meliburkan diri. Meskipun pada hari-hari sebelumnya keluhan itu ada, tetapi kucoba bertahan namun sia-sia. Semakin hari semakin parah, akhirnya kuputuskan untuk pergi ke RS. Meskipun harus melewati drama di puskesmas saat minta rujukan, karena aku libur minta rujukan dua bulan, seharusnya tidak boleh langsung kembali ke RS. Tapi petugas puskesmasnya baik sekali :) Alhamdulillah Allah masih memberikan kemudahan padaku.
                Kubuyarkan kebosanan menunggu antrian dengan membuka hape (handphone), membaca al-qur’an, memainkan game asah otak, menulis puisi, terkadang bercakap dengan orang sebelah dan apapun yang bisa dilakukan. Akhir-akhir ini aku menikmati buku yang baru saja kubeli NEGERI SENJA sambil menunggu antrian. Saat itu, ketika sedang menikmati story kawan-kawan di layar hapeku, aku mendengar seorang ibu berbincang dengan ibu lain di sampingnya. Obrolan ringan yang memang biasa dilakukan di rumah sakit, tidak jauh dari tema seputar penyakit, cara penanganannya, bagaimana di rumah, bagaimana pelayanan rumah sakit. Tetapi satu kalimat yang membuatku terhenti bermain hape dan fokus pada obrolan mereka adalah, ”bojoku mba seng loro, wong e maem e rewel, koyok gak gelem waras”, “iyo, lek wong lanang loro awak dewe repot, tapi lek awak dewe loro wong lanang iki gak gelem repot”.
                Percakapan mereka memang dalam bahasa jawa, maka kutuliskan seperti asalnya. Jadi begini, maksud dari kata-kata kedua ibu tersebut adalah sebagian keluarga jika suami yang sakit maka istri akan setia merawatnya, memenuhi segala kebutuhannya dan mendukung untuk kesembuhannya. Tetapi jika istri yang sakit maka seringkali suami acuh dan tidak bisa memberikan perawatan terbaik atau yang dibutuhkan istrinya. Setelah mendengar pernyataan tersebut, aku mulai berpikir sepertinya bukan kali pertama aku tahu akan hal itu. Saat di puskesmas, atau ruang rawat inap, atau IGD, banyak wanita terutama seorang istri dan ibu berpikiran sama, menyampaikan pendapat yang sama. Apakah memang hal tersebut terjadi pada sebagian besar keluarga? Tetapi hebatnya adalah wanita memiliki kemauan sembuh lebih besar daripada pria. Terlebih jika wanita tersebut adalah seorang istri yang merasa dibutuhkan oleh suami atau ibu yang merasa dibutuhkan oleh anak-anaknya.
                Di masa-masa sakit seperti ini, kisah epik dan heroik yang selalu terlintas adalah kisah Nabi Ayyub. Bagaimanapun di masa sulit beliau, sang istri satu-satunya yang mau merawatnya dengan sabar selama 7 tahun. Bukan waktu yang sebentar, tetapi jika dibandingkan dengan nikmat Allah yang sudah diberikan bertahun-tahun lebih lama maka kata beliau 7 tahun bukanlah apa-apa. Ketika seorang istri dengan sabar dan rela merawat suaminya, serta sellau mendekat kepada Allah, maka keberkahan dan kemudahan akan diberikan oleh Allah kepada keluarga kita. Setelah masa suit itu, akhirnya harta mereka kembali, anak-anak pun dilahirkan lagi. Semoga kita selalu dapat mengambil hikmah dari semua kejadian yang kita alami. Sampai jumpa di Rumah Sakit Bercerita selanjutnya. Semoga bermanfaat~

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar