Assalamu’alaikum
sahabat semua, semoga kita selalu dalam kondisi hati dan iman yang baik serta
bersih. Meskipun pada hari ini sebagian kita mendapat cobaan, atau sebagian
yang lain mendapat kesenangan mudah-mudahan kita selalu mendapatkan keberkahan.
Amiin~ Sahabat, kali ini saya mencoba berkisah dan mengambil ibroh (pelajaran) dari
kejadian-kejadian di Rumah Sakit selama saya berobat kurang lebih dua tahun
terakhir.
Pagi
itu, seperti biasa aku berobat ke RS (Rumah Sakit) yang jaraknya sekitar 20 km dari rumah. Kontrol
pertama setelah dua bulan lamanya aku meliburkan diri. Meskipun pada hari-hari
sebelumnya keluhan itu ada, tetapi kucoba bertahan namun sia-sia. Semakin hari
semakin parah, akhirnya kuputuskan untuk pergi ke RS. Meskipun harus melewati
drama di puskesmas saat minta rujukan, karena aku libur minta rujukan dua
bulan, seharusnya tidak boleh langsung kembali ke RS. Tapi petugas puskesmasnya
baik sekali :) Alhamdulillah Allah masih memberikan kemudahan padaku.
Kubuyarkan
kebosanan menunggu antrian dengan membuka hape (handphone), membaca
al-qur’an, memainkan game asah otak, menulis puisi, terkadang bercakap dengan
orang sebelah dan apapun yang bisa dilakukan. Akhir-akhir ini aku menikmati
buku yang baru saja kubeli NEGERI SENJA sambil menunggu antrian. Saat itu,
ketika sedang menikmati story kawan-kawan di layar hapeku, aku mendengar
seorang ibu berbincang dengan ibu lain di sampingnya. Obrolan ringan yang
memang biasa dilakukan di rumah sakit, tidak jauh dari tema seputar penyakit,
cara penanganannya, bagaimana di rumah, bagaimana pelayanan rumah sakit. Tetapi
satu kalimat yang membuatku terhenti bermain hape dan fokus pada obrolan mereka
adalah, ”bojoku mba seng loro, wong e maem e rewel, koyok gak gelem waras”, “iyo,
lek wong lanang loro awak dewe repot, tapi lek awak dewe loro wong lanang iki
gak gelem repot”.
Percakapan
mereka memang dalam bahasa jawa, maka kutuliskan seperti asalnya. Jadi begini,
maksud dari kata-kata kedua ibu tersebut adalah sebagian keluarga jika suami
yang sakit maka istri akan setia merawatnya, memenuhi segala kebutuhannya dan mendukung
untuk kesembuhannya. Tetapi jika istri yang sakit maka seringkali suami acuh
dan tidak bisa memberikan perawatan terbaik atau yang dibutuhkan istrinya. Setelah
mendengar pernyataan tersebut, aku mulai berpikir sepertinya bukan kali pertama
aku tahu akan hal itu. Saat di puskesmas, atau ruang rawat inap, atau IGD,
banyak wanita terutama seorang istri dan ibu berpikiran sama, menyampaikan
pendapat yang sama. Apakah memang hal tersebut terjadi pada sebagian besar
keluarga? Tetapi hebatnya adalah wanita memiliki kemauan sembuh lebih besar
daripada pria. Terlebih jika wanita tersebut adalah seorang istri yang merasa
dibutuhkan oleh suami atau ibu yang merasa dibutuhkan oleh anak-anaknya.
Di
masa-masa sakit seperti ini, kisah epik dan heroik yang selalu terlintas adalah
kisah Nabi Ayyub. Bagaimanapun di masa sulit beliau, sang istri satu-satunya
yang mau merawatnya dengan sabar selama 7 tahun. Bukan waktu yang sebentar,
tetapi jika dibandingkan dengan nikmat Allah yang sudah diberikan
bertahun-tahun lebih lama maka kata beliau 7 tahun bukanlah apa-apa. Ketika seorang
istri dengan sabar dan rela merawat suaminya, serta sellau mendekat kepada
Allah, maka keberkahan dan kemudahan akan diberikan oleh Allah kepada keluarga
kita. Setelah masa suit itu, akhirnya harta mereka kembali, anak-anak pun dilahirkan
lagi. Semoga kita selalu dapat mengambil hikmah dari semua kejadian yang kita
alami. Sampai jumpa di Rumah Sakit Bercerita selanjutnya. Semoga bermanfaat~
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar