Entah kenapa si
akhwat yang akan kuceritakan satu ini mirip banget dengan kisah Tsunade dalam
perjalanannya menjadi Hokage Kelima (Simak Komik ‘Naruto’ yang legendaris dari
Jepang bila ingin tahu cerita Tsunade lebih lengkap). Bukan, bukan karena
mereka sama-sama wanita tapi terdapat kesamaan cerita lain dibalik itu. Mengapa
harus tokoh komik Naruto yang bernama Tsunade? Nanti kamu akan tahu bagaimana
bisa seperti itu :3. Tapi maaf ya kalau tak terlalu nyambung antara
kisah ini dan Tsunade, karena hanya sekedar kesenangan :D.
Ketika kami
bertemu (berbincang berdua), si ukhti yang satu ini gemar sekali menceritakan masa-masa
kejayaannya di SMA (bukan masa kejayaan sih, tepatnya masa-masa menyenangkan). Ia
suka sekali (lebih tepatnya kami berdua) senang sekali mengenang kehidupan
(kami) di asrama dahulu bersama teman-teman masa lalu. Pasalnya dulu aku juga
mengalami masa-masa yang sama (masa-masa menyenangkan di Asrama) meski kami
berada di sekolah yang berbeda pun juga di asrama yang berbeda. Awalnya aku
lupa bagaimana ini bisa terjadi, seingatku pertama kali aku hanya bertanya “Kamu
dari jawa barat ya? Mananya?” dengan santai ia menjawab “Cirebon” dengan logat
sundanya (menurutku itu logat sunda padahal menurut orang sunda itu bukan logat
sunda :v). Begitulah percakapan kami pertama kali, singkat padat jelas.
Semakin ke sini
semakin banyak hal yang kami perbincangkan, bukan hanya mengenai masa-masa di
asrama tapi masih lebih sering mengenai hal itu :3. Banyak kesamaan dari
kisah-kisah asrama kami, mulai dari jumlah satu angkatan yang hanya sedikit dan
kami bisa mengenal mereka (teman-teman kami kala itu) dengan cepat, kisah kebersamaan
kami dan keceriaan kami di asrama, kisah tentang baju, kisah tentang
menyembunyikan alat komunikasi, kisah tentang kabur dari asrama, kisah tentang
serunya acara-acara kami, kisah tentang barang pribadi, tak lupa juga kisah
cinta kami kala itu (aku yakin bahwa semua orang punya masa lalu tapi semua
orang berhak berdamai dengan masa lalu :D). Dari kisah-kisah kami, ada banyak
hal yang bisa kupelajari darinya yaitu kecerdasan, sifat ambisius, dan pantang
menyerah. Semacam bertemu hokage yang punya
jurus-jurus dahsyat luar biasa B).
Namun suatu
hari, ketika kami sudah seperti sekarang, berada pada fase penuh dilema, fase
abstrak dan sangat absurd untuk melakukan suatu hal ia menjadi seperti raga
yang kehilangan semangat. Perlahan-lahan semakin hari level keambisiusannya semakin
menurun (ini salah siapa? :v). Pada tingkat ini, ia akan mengalihkan
perhatiannya pada hal tak penting seperti menonton anime kesukaanya ‘Naruto’ atau
tidur :D. Di lain waktu ia bisa bertingkah seperti anak kecil yang sudah tidak
lagi mempunyai mainan. “Kakakkkkk, kakak aku harus semangat kan ya? Aku harus
lulus tahun ini kan ya? Udah banyak yang nungguin aku wisuda kan ya? Banyak yang
pengen datang dan lihat wisudaanku kan ya? Kakakkk.” Dengan suara paraunya
seperti berbicara padaku padahal ia berbicara pada dirinya sendiri. Meyakinkan
dirinya bahwa ia pasti bisa.
Susi Yanuarsih, kembalikan
semangatmu lagi nak. Kembalikan lagi keambisiusanmu itu B). Aku yakin kamu
pasti bisa jadi Hokage seperti yang kamu impikan :3. Semangat #112 ya sayang~
Udah banyak tuh yang nungguin, termasuk si doi :p. Kalau tak ada yang menunggu
tak usah khawatir karena jalan ini pun juga akan selalu menantimu :D. SIMFONI
“Jalan dakwah, kita bukan pemula, juga bukan penghujung, tapi kita penyambung.
Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari,
hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu
letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Teruslah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu (Ust. Rahmat Abdullah,
alm).”
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar