Sabtu, Mei 23, 2015

Sejejak Kenangan: MENJADI ANAK KESAYANGAN



SIMFONI “Jika kamu susah janganlah merasa pilu karena ada Allah tempat mengadu. Jika kamu gagal janganlah berputus asa karena ada Allah tempat meminta. Jika kamu bahagia janganlah menjadi lupa karena hanya Allah tempat memuja. Sungguh Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu.” Kira-kira apakah ada hubungannya simfoni dengan cerita di bawah ini? Simak terus yaa :3
Hei, anak aneh yang akan kuceritakan di sini barangkali bisa kusebut ukhti paling aneh di antara kami (dua belas akhwat yang ketjeehhh badai :v) pasalnya penampilannya sama sekali tidak mencerminkan bagaimana orang-(sikap dan sifat)-nya B). Kalau aku bilang secara kasar “sumpah koen asline koyok ngene? :v”. Kalau tak percaya silahkan buktikan sendiri :3 pasti akan kaget setengah hidup kalau kamu bertemu dengannya (tentunya bukan pada pandangan pertama :v). Hayooo sudah bisa menebak belum cerita siapa yang kutulis kali ini? Yap, satu clue yang jelas adalah dia mirip denganku (mirip apanya? :D). Jadi begini, kami berdua sebenarnya sama, sama-sama punya adek perempuan berjarak satu tahun di bawah kami (iyalah, pasti jarak usia adek itu di bawah kita kalau di atas kita namanya kakak :v). Sifat adek kami (adekku dan adek si ukhti) pun mirip,  *kalau ini hanya aku yang tahu karena si ukhti dan adek perempuannya belum pernah bertemu dengan adekku namun berkali-kali bahkan sering aku bertemu dengan adeknya si ukhti B). Bedanya adek yang berjarak satu tahun itu adalah adek si ukhti satu-satunya sedangkan aku masih punya beberapa adek lagi (ini ceritanya promosi sekalian :v).
“Kak, aku bingung ya kenapa semua temanku itu selalu cocok sama adekku? Tapi kalau teman adekku tidak selalu cocok denganku?” ia memotong kesunyian kami berdua kala itu. “Hahaha, ya gak apalah~.” aku hanya memberikan jawaban dengan tertawa. Pasalnya perempuan itu tidak butuh jawaban atas pertanyaan retorisnya, ia hanya butuh dukungan dan persetujuan :3 (aiihhh apalah~ jadi nyantumin teori psikologis begini :v). “aku juga sama kok ;)” lanjutku mengakhiri percakapan kami. Pokoknya begitulah curhatnya suatu hari. Well, seorang adek memang sangat senang berteman dengan teman-teman kakaknya, karena dia merasa disayang dan diperhatikan oleh sekitarnya. Begitulah. Tapi itu sepengamatanku sih :D.
Filza Amalina, bocah (bocah jare -_-“) *edited, ukhti berperawakan kecil ini sangat tahan banting. Bukan karena raga yang kuat tapi karena hati yang tegar *eh. Maksudku dia sangat acuh (lebih tepatnya pura-pura acuh) terhadap hal-hal dan sesuatu yang menyakitkan (sangat berbeda dengan ukhti unik lain yang pernah kuceritakan sebelumnya bukan?). Saking acuhnya terkadang ia pura-pura tidak peka. Maklum saja, sifatnya yang plegmatis (dominan) itu sangat melekat padanya (kurasa ini berbeda dengan adeknya yang perhatian). Kalau begitu terus macam mana bisa jadi Ketua BK Keputrian? (tetiba aku teringat harapannya menjadi Ketua Keputrian) Bisa jadi masalah ntar :v.
Dengan sikapnya yang jauh berbeda dengan penampakan fisiknya, si kecil yang kurus dan tidak tinggi ini berhasil membuatku menghafalkan jalan ke rumahnya dari Surabaya (apa hubungannya? :D). Pasalnya pada beberapa kali rihlah alias liburan alias jalan-jalan, makan-makan dan foto-foto tidak ada tempat yang kami (dua belas akhwat kece) tuju selain rumah teman-teman kami di gresik, salah satunya ya rumah si Filza ini. Pamer pesantrennya lah, pamer abang bakso favoritnya lah (ini baksonya apa abangnya yang jadi favorit? :v), pamer tempat bermain masa kecilnya lah, pamer laut lah, pamer sawah dan pasar di tempatnya lah. Tapi sejauh ini, Alhamdulillah aku suka~ karena di sana banyak makanan laut (iyalah lha rumahnya memang dekat perairan :3). Maklum kalau di rumah aku jarang makan hewan perairan yang harganya lumayan itu. Oke, cukup sih itu aja sekilas tentang Filza yang sedang berusaha menjadi anak yang baik dan dewasa di mata bapaknya. Maklum, lagi musimnya cari jodoh biar tak keduluan oleh adeknya *eh :D.

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar