SIMFONI “Jika
kamu susah janganlah merasa pilu karena ada Allah tempat mengadu. Jika kamu
gagal janganlah berputus asa karena ada Allah tempat meminta. Jika kamu bahagia
janganlah menjadi lupa karena hanya Allah tempat memuja. Sungguh Allah
mengetahui apa yang ada di dalam hatimu.” Kira-kira apakah ada hubungannya
simfoni dengan cerita di bawah ini? Simak terus yaa :3
Hei, anak aneh
yang akan kuceritakan di sini barangkali bisa kusebut ukhti paling aneh di
antara kami (dua belas akhwat yang ketjeehhh badai :v) pasalnya penampilannya
sama sekali tidak mencerminkan bagaimana orang-(sikap dan sifat)-nya B). Kalau
aku bilang secara kasar “sumpah koen asline koyok ngene? :v”. Kalau tak percaya
silahkan buktikan sendiri :3 pasti akan kaget setengah hidup kalau kamu bertemu
dengannya (tentunya bukan pada pandangan pertama :v). Hayooo sudah bisa menebak
belum cerita siapa yang kutulis kali ini? Yap, satu clue yang jelas
adalah dia mirip denganku (mirip apanya? :D). Jadi begini, kami berdua
sebenarnya sama, sama-sama punya adek perempuan berjarak satu tahun di bawah
kami (iyalah, pasti jarak usia adek itu di bawah kita kalau di atas kita namanya
kakak :v). Sifat adek kami (adekku dan adek si ukhti) pun mirip, *kalau ini hanya aku yang tahu karena si ukhti
dan adek perempuannya belum pernah bertemu dengan adekku namun berkali-kali
bahkan sering aku bertemu dengan adeknya si ukhti B). Bedanya adek yang
berjarak satu tahun itu adalah adek si ukhti satu-satunya sedangkan aku masih
punya beberapa adek lagi (ini ceritanya promosi sekalian :v).
“Kak, aku
bingung ya kenapa semua temanku itu selalu cocok sama adekku? Tapi kalau teman
adekku tidak selalu cocok denganku?” ia memotong kesunyian kami berdua kala
itu. “Hahaha, ya gak apalah~.” aku hanya memberikan jawaban dengan tertawa. Pasalnya
perempuan itu tidak butuh jawaban atas pertanyaan retorisnya, ia hanya butuh
dukungan dan persetujuan :3 (aiihhh apalah~ jadi nyantumin teori
psikologis begini :v). “aku juga sama kok ;)” lanjutku mengakhiri percakapan
kami. Pokoknya begitulah curhatnya suatu hari. Well, seorang adek memang
sangat senang berteman dengan teman-teman kakaknya, karena dia merasa disayang
dan diperhatikan oleh sekitarnya. Begitulah. Tapi itu sepengamatanku sih :D.
Filza Amalina,
bocah (bocah jare -_-“) *edited, ukhti berperawakan kecil ini sangat
tahan banting. Bukan karena raga yang kuat tapi karena hati yang tegar *eh. Maksudku
dia sangat acuh (lebih tepatnya pura-pura acuh) terhadap hal-hal dan sesuatu
yang menyakitkan (sangat berbeda dengan ukhti unik lain yang pernah kuceritakan
sebelumnya bukan?). Saking acuhnya terkadang ia pura-pura tidak peka. Maklum saja,
sifatnya yang plegmatis (dominan) itu sangat melekat padanya (kurasa ini
berbeda dengan adeknya yang perhatian). Kalau begitu terus macam mana bisa jadi
Ketua BK Keputrian? (tetiba aku teringat harapannya menjadi Ketua Keputrian) Bisa jadi masalah ntar :v.
Dengan sikapnya
yang jauh berbeda dengan penampakan fisiknya, si kecil yang kurus dan tidak
tinggi ini berhasil membuatku menghafalkan jalan ke rumahnya dari Surabaya (apa hubungannya? :D). Pasalnya pada beberapa kali rihlah alias liburan alias jalan-jalan,
makan-makan dan foto-foto tidak ada tempat yang kami (dua belas akhwat kece)
tuju selain rumah teman-teman kami di gresik, salah satunya ya rumah si Filza
ini. Pamer pesantrennya lah, pamer abang bakso favoritnya lah (ini baksonya apa
abangnya yang jadi favorit? :v), pamer tempat bermain masa kecilnya lah, pamer laut lah, pamer
sawah dan pasar di tempatnya lah. Tapi sejauh ini, Alhamdulillah aku suka~
karena di sana banyak makanan laut (iyalah lha rumahnya memang dekat perairan
:3). Maklum kalau di rumah aku jarang makan hewan perairan yang harganya
lumayan itu. Oke, cukup sih itu aja sekilas tentang Filza yang sedang berusaha
menjadi anak yang baik dan dewasa di mata bapaknya. Maklum, lagi musimnya cari
jodoh biar tak keduluan oleh adeknya *eh :D.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar