Malam,
Assalamu’alaikum. Sahabat, masih ingat sepenggal kisah sebelumnya tentang
rihlah alias liburan kami (Akhwat tangguh nan kece) ke gresik? Nah, rumah asal
tinggal ukhti yang akan kuceritakan berikut ini juga menjadi sasaran JMF
(Jalan-Makan-Foto) kami ketika kami berlibur ke kotanya. Rasanya senang bisa
main ke rumah saudari—sebutan akrab teman dalam lingkungan dakwah atau sesama muslim—kita
untuk bermalam dan mengenalnya lebih dalam, istilah kerennya tafahhum. Dengan
demikian kita dapat mengetahui siapa orang tuanya, bagaimana keluarganya dan
bagaimana kondisinya. Kalau kamu, sudahkah kamu mengunjungi rumah
saudara-saudari yang kau anggap (ia) dekat denganmu? Kalau anak muda menyebut
hal demikian sebagai sahabat. Oh ya, mengenai hal ini (berkunjung alias shilaturrahim
atau shilaturrahmi) aku punya catatan menarik setelah mengamati dan
mengalami banyak hal. Sepenggal kalimat yang mungkin dapat menjadi refleksi
bagi kehidupan kita. ‘Sempatkanlah untuk mengunjungi rumah dan keluarga saudara(i)mu
sebelum akhirnya kau mengunjunginya untuk terakhir kali ketika kematiannya atau
kematian keluarganya.’
Begitulah. Walhasil
meskipun aku belum bisa menerapkan kata-kata itu sepenuhnya namun aku tetap
berusaha (kalau tidak bisa berkunjung ke rumahnya ya berkunjung dulu ke kos
atau kontrakannya atau menemui orangtuanya ketika mereka datang menengok teman
kita di kos-nya :3). Berhubungan dengan kematian, satu hal yang sering dikaitkan
adalah mengenai takdir. Kata-kata itu seolah menjadi akhir dari segala sesuatu.
Tapi berbeda dengan sosok yang akan kuceritakan kali ini. Sosok yang
seolah-olah tidak percaya dengan adanya takdir. Bukan, bukan benar-benar tidak
percaya, hanya saja seolah-olah. Satu hal yang paling kuingat tentang kalimat yang
selalu dikatakannya adalah “Ayok usaha dulu, semangat pasti bisa. Allah Maha Kaya”.
Apapun masalahnya, kalimat itulah yang ia ucapkan. Bukan saja persoalan mengenai
uang, pun juga permasalahan lain dibalik itu.
Ukhti tangguh
yang satu ini, kamu akan terkesima bila melihatnya B). Melihat kecerdasan
berpikirnya, melihat kecerdasan strateginya, melihat betapa lincahnya ia
menyelesaikan persoalan, melihat betapa tangguhnya dia menghadapi hidup dan
mendrobak takdir kehidupan. Secara pribadi aku menyebutnya “Women outside and
man inside”. Jadi, si ukhti ini mempunyai tingkah laku (sedikit) dan cara
berpikir (dominan) seperti umumnya lelaki. Logis (dominan) dan mengesampingkan
perasaan (terkadang). Hebat sekali bukan? Benar-benar sosok wanita yang multitasking
:3. Ia bisa melakukan segala hal terutama yang berkaitan dengan perlengkapan marketing
alias pemasaran dan pencarian dana karena kemampuan bicaranya yang ruarrrr
biasyaaa (itulah mengapa kami Akhwat tangguh nan kece biasa menjulukinya pandai nggombal
dan cuap-cuap alias nggedabrus :v).
Nurul Wakhidatul
Ummah, yang entah mengapa dipanggil Fidah oleh orangtuanya. Kalau ingin tahu
sebabnya akan aku ceritakan tapi tidak di sini tempatnya karena ceritanya terlalu
panjang :v. Ukhti unik yang cerdasnya gak ketulungan. Kamu luar biasa
kawan. Tetap semangat menjadi sosok Khadijah kaya raya yang kau impikan,
menjadi Aisyah masa kini dengan kehebatannya dalam berkarya, dan menjadi Fathimah
yang so sweet dan mesra serta sabar menunggu kedatangan Ali :3. Eh, tapi
kamarnya dirapihin dulu ya :v biar ibuk makin senang karena anaknya sudah
dewasa. Kasihan kan ibuk udah menunggu-nunggu kapan mantunya datang :D. Akhir kata,
SIMFONI Aku mengamati semua sahabat dan tidak menemukan sahabat yang lebih
baik daripada menjaga lidahnya. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi
tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada ketakwaan. Aku merenungkan
tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik
daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rizki, tapi tidak
menemukan rizki yang lebih baik daripada sabar (Umar bin Khattab).
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar