Salah
satu hal menarik yang diajarkan oleh orang tuaku adalah adab bertamu dan menjamu
tamu. Karena cara mengajarkannya adalah secara langsung dengan perilaku dan aku
mengamatinya sehingga hal itu dapat mempengaruhi kebiasaanku. Hal terkait ini
sebenarnya telah diajarkan oleh Rosulullah SAW kepada kita melalui hadits
tetapi penerapan dalam kehidupan sehari-hari sepertinya tidak sesempurna yang
beliau sunnahkan. Jika sahabat cek di web hadits.id dan mengetikkan kata tamu,
maka akan muncul sekitar seratus hadits yang berkaitan. Hadits-hadits itu
dikumpulkan di dalam kitab makanan, kitab minuman, dan kitab adab, bahkan ada pula
di dalam kitab barang temuan, kitab wasiat dan kitab pajak.
Pada
lembaran ini, akan kuceritakan kejadian menarik yang berkaitan dengan hal itu.
Kisah ini
terjadi dua tahun lalu, yaitu pada Juli 2018. Hari itu aku diminta adek untuk
mengantarnya bertamu ke seorang temannya (yang juga temanku). Tujuan kunjungan kami adalah
untuk mengambil kamera yang telah dibeli adek dari si teman. Tentu saja kami datang
tidak dengan tangan kosong. Seperti yang biasa orangtua kami lakukan saat
bertamu, yaitu membawa sesuatu. Jika tak ada acara khusus atau tak tahu
keperluan yang dibutuhkan oleh tuan rumah, hal yang paling mudah dibawa adalah (sebagian) sembako. Namun saat itu, karena si teman memiliki bayi, maka kami membawa
hadiah untuk si bayi.
Sesampainya
di rumah si teman, kami dipersilakan duduk di ruang tamu sementara ia sedang bersiap. Teman itu pun menemui kami dan membicarakan banyak hal, karena
itulah pertemuan pertama adek dan teman setelah 6 tahun tak bertatap muka. Kalau
denganku, sepertinya itu kali pertama bersua setelah 4 atau 5 tahun tak berjumpa. Selama
sekitar satu jam berbincang, tak ada segelas air pun yang dihidangkan untuk
kami. Meskipun masih dalam suasana bulan syawwal, meja di ruang tamu itu
tampak kosong. Ada beberapa wadah plastik yang isinya sudah sangat menipis.
Itupun juga tak dipersilahkan untuk dinikmati. Malam itu, jejak kemeriahan menjamu
tamu masa idul fitri sepertinya sudah tak tampak di rumah ini.
Kejadian
itu sangat berbeda dengan kisah yang baru saja kualami senin malam kemarin. Aku
menemui seorang teman untuk mengambil sebuah undangan yang ditujukan untukku. Teman
itu mempersilakanku masuk ke dalam kos-nya, tetapi aku menolak dan menurutku,
kami tak akan lama berbincang karena hampir tengah malam. Ternyata dugaanku
salah. Kami menghabiskan waktu satu jam untuk mengobrol, padahal hanya satu
tahun saja kami tak bersua dan beberapa waktu lalu pun kami sudah bertemu di reuni
virtual angkatan kami.
Aku menemuinya sepulang mengajar
privat. Sebelumnya, aku berencana mampir ke mart untuk membeli sesuatu
untuk si teman, tetapi ternyata tak perlu. Aku mendapatkan rejeki seplastik
buah mangga dan sekotak roti dari ibu adek les. Sesampainya di kos teman, setelah
sekian lama berbincang, kuberikan beberapa buah dan kue itu padanya. Ternyata, tanpa
kuduga, dia memberiku dua kotak susu liter-an yang ia dapat dari kantornya.
‘’Ini buat kak ota. Aku dapat banyak
dari kantor dan gak mungkin kuhabisin sendiri”, katanya.
“Wah, makasih ya, ternyata kita
barter hehe, bisa dipakai bikin kue ini”, jawabku.
Kalimat yang ia tujukan padaku saat
memberikan dua kotak susu itu sangat menarik bagiku. Entah dia sendiri sadar
atau tidak, direncanakan dan disengaja atau tidak. Karena sebelumnya, aku
menanyakan apakah ada kulkas untuk menyimpan beberapa buah yang kuberikan, dan jawabannya
‘ada’. Jika ada, maka seharusnya susu (yang menurutnya banyak) itu bisa disimpan,
ditambah lagi masa kadaluarsanya adalah tahun depan. Jadi, sebenarnya tak ada
alasan baginya untuk memberikan sebagian susu itu padaku.
Sahabat, hal menyedihkan dan menggembirakan
ini dapat terjadi karena mungkin kita melihat hal yang sama atau serupa dari
orangtua dan lingkungan kita. Menjamu tamu dengan baik atau tidak. Bertamu
dengan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan itu bermula dari satu hal kecil
yang terjadi pada diri kita. Secara teori tentu saja kita semua tahu, namun
secara praktik, sangat perlu kita latih setiap waktu. Sejauh yang kuamati dari
kebiasaan orangtuaku, semua orang luar yang tidak tinggal di rumah yang sama dengan
kita adalah tamu. Baik itu saudara, teman, orang asing yang datang untuk urusan bisnis, survei, dll bahkan orang yang kita pekerjakan di rumah kita. Hal yang paling
mudah kita lakukan untuk menjamu tamu adalah memberikan segelas air minum. Jika kondisi
cuaca panas, maka kita bisa upgrade hidangan menjadi air dingin, atau air
manis dingin seperti es teh manis dan es sirup. Kalau kondisi cuaca dingin, maka kita bisa
hidangkan air hangat. Jamuan menjadi lebih lengkap jika kita tambahkan cemilan
pendamping atau bahkan makan besar ketika waktunya makan. Kalau kita sudah tahu selera tamu, maka hidangan bisa kita sesuaikan
dengan kesukaan tamu. Wallahu a’lam, Barokallah fiikum.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar