Kamis, November 19, 2020

Bertamu dan Menjamu


                Salah satu hal menarik yang diajarkan oleh orang tuaku adalah adab bertamu dan menjamu tamu. Karena cara mengajarkannya adalah secara langsung dengan perilaku dan aku mengamatinya sehingga hal itu dapat mempengaruhi kebiasaanku. Hal terkait ini sebenarnya telah diajarkan oleh Rosulullah SAW kepada kita melalui hadits tetapi penerapan dalam kehidupan sehari-hari sepertinya tidak sesempurna yang beliau sunnahkan. Jika sahabat cek di web hadits.id dan mengetikkan kata tamu, maka akan muncul sekitar seratus hadits yang berkaitan. Hadits-hadits itu dikumpulkan di dalam kitab makanan, kitab minuman, dan kitab adab, bahkan ada pula di dalam kitab barang temuan, kitab wasiat dan kitab pajak.

                Pada lembaran ini, akan kuceritakan kejadian menarik yang berkaitan dengan hal itu.

                Kisah ini terjadi dua tahun lalu, yaitu pada Juli 2018. Hari itu aku diminta adek untuk mengantarnya bertamu ke seorang temannya (yang juga temanku). Tujuan kunjungan kami adalah untuk mengambil kamera yang telah dibeli adek dari si teman. Tentu saja kami datang tidak dengan tangan kosong. Seperti yang biasa orangtua kami lakukan saat bertamu, yaitu membawa sesuatu. Jika tak ada acara khusus atau tak tahu keperluan yang dibutuhkan oleh tuan rumah, hal yang paling mudah dibawa adalah (sebagian) sembako. Namun saat itu, karena si teman memiliki bayi, maka kami membawa hadiah untuk si bayi.

                Sesampainya di rumah si teman, kami dipersilakan duduk di ruang tamu sementara ia sedang bersiap. Teman itu pun menemui kami dan membicarakan banyak hal, karena itulah pertemuan pertama adek dan teman setelah 6 tahun tak bertatap muka. Kalau denganku, sepertinya itu kali pertama bersua setelah 4 atau 5 tahun tak berjumpa. Selama sekitar satu jam berbincang, tak ada segelas air pun yang dihidangkan untuk kami. Meskipun masih dalam suasana bulan syawwal, meja di ruang tamu itu tampak kosong. Ada beberapa wadah plastik yang isinya sudah sangat menipis. Itupun juga tak dipersilahkan untuk dinikmati. Malam itu, jejak kemeriahan menjamu tamu masa idul fitri sepertinya sudah tak tampak di rumah ini.

                Kejadian itu sangat berbeda dengan kisah yang baru saja kualami senin malam kemarin. Aku menemui seorang teman untuk mengambil sebuah undangan yang ditujukan untukku. Teman itu mempersilakanku masuk ke dalam kos-nya, tetapi aku menolak dan menurutku, kami tak akan lama berbincang karena hampir tengah malam. Ternyata dugaanku salah. Kami menghabiskan waktu satu jam untuk mengobrol, padahal hanya satu tahun saja kami tak bersua dan beberapa waktu lalu pun kami sudah bertemu di reuni virtual angkatan kami.

Aku menemuinya sepulang mengajar privat. Sebelumnya, aku berencana mampir ke mart untuk membeli sesuatu untuk si teman, tetapi ternyata tak perlu. Aku mendapatkan rejeki seplastik buah mangga dan sekotak roti dari ibu adek les. Sesampainya di kos teman, setelah sekian lama berbincang, kuberikan beberapa buah dan kue itu padanya. Ternyata, tanpa kuduga, dia memberiku dua kotak susu liter-an yang ia dapat dari kantornya.

‘’Ini buat kak ota. Aku dapat banyak dari kantor dan gak mungkin kuhabisin sendiri”, katanya.

“Wah, makasih ya, ternyata kita barter hehe, bisa dipakai bikin kue ini”, jawabku.

Kalimat yang ia tujukan padaku saat memberikan dua kotak susu itu sangat menarik bagiku. Entah dia sendiri sadar atau tidak, direncanakan dan disengaja atau tidak. Karena sebelumnya, aku menanyakan apakah ada kulkas untuk menyimpan beberapa buah yang kuberikan, dan jawabannya ‘ada’. Jika ada, maka seharusnya susu (yang menurutnya banyak) itu bisa disimpan, ditambah lagi masa kadaluarsanya adalah tahun depan. Jadi, sebenarnya tak ada alasan baginya untuk memberikan sebagian susu itu padaku.

Sahabat, hal menyedihkan dan menggembirakan ini dapat terjadi karena mungkin kita melihat hal yang sama atau serupa dari orangtua dan lingkungan kita. Menjamu tamu dengan baik atau tidak. Bertamu dengan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan itu bermula dari satu hal kecil yang terjadi pada diri kita. Secara teori tentu saja kita semua tahu, namun secara praktik, sangat perlu kita latih setiap waktu. Sejauh yang kuamati dari kebiasaan orangtuaku, semua orang luar yang tidak tinggal di rumah yang sama dengan kita adalah tamu. Baik itu saudara, teman, orang asing yang datang untuk urusan bisnis, survei, dll bahkan orang yang kita pekerjakan di rumah kita. Hal yang paling mudah kita lakukan untuk menjamu tamu adalah memberikan segelas air minum. Jika kondisi cuaca panas, maka kita bisa upgrade hidangan menjadi air dingin, atau air manis dingin seperti es teh manis dan es sirup. Kalau kondisi cuaca dingin, maka kita bisa hidangkan air hangat. Jamuan menjadi lebih lengkap jika kita tambahkan cemilan pendamping atau bahkan makan besar ketika waktunya makan. Kalau kita sudah tahu selera tamu, maka hidangan bisa kita sesuaikan dengan kesukaan tamu. Wallahu a’lam, Barokallah fiikum.

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar