Masyarakat
Indonesia dan juga seluruh dunia sedang berduka. Banyak korban berjatuhan
akibat makhluk kecil satu ini. Masyarakat sipil, militer, anak-anak, orang tua,
rakyat biasa, hingga pejabat bahkan petugas kesehatan tak terlewatkan sebagai
korban. Januari 2020, kudengar pertama kali kejadian bermula di suatu tempat,
di sebuah negeri daratan, beberapa ribu kilometer di sebelah utara pulau Jawa. Hingga
maret 2020, kondisi itu merambah dan terjadi di Indonesia, tepat di ibu kota. Pertokoan,
sekolah, kantor, dan segala tempat keramaian ditutup. Kejadian ini, memang tak
menguntungkan untuk manusia, tapi mungkin menguntungkan untuk makhluk lain. Perbaikan
kondisi bumi misalnya, atau perbaikan habitat sebagian flora fauna.
Seketika
mewabah di Indonesia, meskipun berjarak beberapa ratus kilometer dari pusatnya,
kampusku mengondisikan diri untuk tutup. Saat jadwal hari pertama wisuda masih di
gedung, namun jadwal hari kedua dengan sekejap berubah menjadi daring. Dosen
dan pegawai dirumahkan, mahasiswa pun dipulangkan. Kampusku membenahi diri, menyiapkan
protokol dan melengkapai perangkat lain yang dibutuhkan agar kehidupan kampus dan
pembelajaran segera kembali berjalan.
Pandemi mengubah semua kondisi. Tak
terkecuali, aku.
Dosen pembimbingku yang tak lagi muda,
memilih untuk bekerja sepenuhnya dari rumah meskipun diberi pilihan dari kampus
untuk bekerja sebagian di kantor dan sebagian di rumah. Grup kami melakukan
pertemuan daring sepekan sekali agar penelitian tetap terpantau dengan baik. Namun, karena laboratorium ditutup sementara sebelum semuanya selesai disiapkan, sehingga
aku dan beberapa kawan tidak dapat melanjutkan penelitian. Padahal kami
dituntut untuk berakhir dan lulus semester ini (bulan agustus lalu).
Sejak saat itu, perubahan yang
signifikan terjadi padaku. Terutama pada penelitian yang kukerjakan. Target penelitianku
berubah, dipermudah. Bapak pembimbing memberi keringanan padaku, menyesuaikan
dengan data yang telah kudapatkan dan menyesuaikan dengan hal yang bisa
kulakukan secepat mungkin di masa sulit ini. Alhamdulillah, aku sangat
beruntung tahun ini. Meskipun kesulitan terjadi, kemudahan pun selalu mengikuti.
Beberapa pekan setelahnya, semua
persiapan dan perangkat selesai dilengkapi, akhirnya kampus dibuka kembali
dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun, hanya diperbolehkan untuk
mahasiswa yang melakukan penelitian di laboratorium. Kalau adek tingkat yang
hanya kuliah di kelas, ya masih di rumahnya masing-masing. Masuk ke dalam lab dan
kantor pun terjadwal. Sehingga, kami tak leluasa bekerja seperti sebelumnya. Namun
demikian, sesegera mungkin target yang sudah diringankan itu kuselesaikan. Meskipun
ada perasaan tak rela karena berbeda dengan mahasiswa magister lain bimbingan beliau.
Tetapi, begitulah nasib (dan keuntungan) yang harus kuterima. Akhirnya, pada bulan Juli, semua persyaratan
untuk lulus segera kupenuhi. Agar aku tak lagi menjadi beban, baik untukku
sendiri, untuk dosen-dosenku, dan terutama untuk orangtuaku.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar