Senin, November 09, 2020

SKETSA PANDEMI-Bagian 3

 

                Alhamdulillah, ini adalah tulisan bebas ke-101 (di luar tulisan bulan Romadhon ’36 dan ‘37 H serta tulisan tentang Keluarga Harmoni) setelah sepuluh tahun aku menulis di blog ini. Meskipun tidak rutin, tak pula banyak pembaca, aku bersyukur masih bisa dengan bebas menuliskan banyak hal dan memberikan manfaat untuk sahabat pembaca. Tentangku, tentang keluargaku, tentang ilmuku dan tentang semua yang ada di pikiranku. Ya.. mudah-mudahan gak akan kena UU ITE yang menjebak itu sih. Hmm, parah sih emang, belum lama dibuat aja udah menimbulkan banyak kegaduhan. Banyak pasal karet katanya. Saat itu, sudah jelas banyak masyarakat termasuk kaum terpelajar menolak RUU itu. Tapi yaa, tetap aja tuh disahkan oleh yang berwenang.

                Belum lama ini juga, lagi-lagi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat ‘katanya’) dan pemerintah membuat keributan dengan masyarakat. Mereka telah mengesahkan Omnibus Law, kumpulan berbagai UU, termasuk di dalamnya adalah UU Cipta Kerja. UU itu mengkhawatirkan banyak pihak, mulai dari pekerja, pengusaha hingga investor. Namun, seperti kita ketahui, endingnya tetap saja RUU itu disahkan menjadi UU. Lucunya, jumlah halaman dan isi dari UU tersebut berubah-ubah setelah disahkan. Bukannya menyelesaikan masalah pandemi, pemerintah malah membuat masalah baru. Atau jangan-jangan memang sengaja untuk mengalihkan perhatian? Yaahh.. who knows~

                Pandemi, ternyata tidak banyak mengubah perilaku manusia, termasuk masyarakat Indonesia. Setelah satu semester menjalani kehidupan yang lumayan ketat dan membosankan, orang-orang kembali menjalani kehidupannya dengan bebas seolah masa pandemi telah berakhir. Banyak alasan yang memang tak dapat disalahkan. Kondisi keuangan misalnya, rindu berkumpul dengan keluarga, ingin jalan-jalan bersama dengan kesayangan, atau sekedar iri dengan negara yang telah berhasil menekan penyebaran si virus. Meskipun demikian, kita terus berdoa agar Allah selalu menjaga negeri ini dan meridhoi kebaikan yang kita niatkan dan kita perbuat.

                Allah selalu memberikan kemudahan di tengah kesulitan yang terjadi. Ia selalu menepai janji.

                Tiga setengah tahun adalah jangka waktu abnormal untuk menyelesaikan studi magister. Studi itu harusnya selesai dalam waktu singkat, hanya 1,5 atau 2 tahun saja. Namun, kondisi yang tak biasa terjadi padaku. Seperti kukisahkan pada lembar-lembar sebelumnya. Di tengah perjalanan, tentu saja ada sepercik rasa ingin menyerah. Penyakit yang muncul, penelitian yang tak kunjung selesai, biaya belajar yang tak murah adalah sebagian sebab munculnya perasaan itu. Namun tentu saja, lebih banyak sebab lain yang memicuku untuk melanjutkan dan menyelesaikan amanah ini hingga akhir. Perlukah kutuliskan? Mungkin enggak ya, karena terlalu emosional dan mungkin sebagian sahabat yang mengalami ujian serupa sudah mengetahui alasannya hhe~ Ya, semoga Allah selalu memberi kita kekuatan untuk menyelesaikan persoalan duniawi yang sangat kecil ini.

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar