Sahabat, seperti
yang kita ketahui bersama bahwa di dunia ini ada beragam suku bangsa, beraneka macam
jenis ras, berbagai jenis makhluk hidup dan lain sebagainya. Namun semua hal
itu tidak akan menjadi masalah apabila Islam adalah agama yang kita peluk
bersama. Bahasa yang sama, ibadah yang sama, bahkan juga memiliki sapaan yang
sama. Assalamu’alaikum, satu kalimat ajaib yang dapat menjadikan aku dan kamu seperti
saudara jauh yang telah lama tidak bertemu ketika pertama kali kita
dipertemukan. Iya, kamu hehe. Tetapi sungguh, hal itu banyak terjadi pada
muslimin yang benar-benar ikhlas menjalani aturan Islam. Terutama bila kita
melancong ke luar negeri. Berucap salam adalah kunci untuk berkenalan dengan
muslim lainnya.
Salam. Seperti kata-kata
lainnya, kata ini juga memiliki beberapa makna yaitu damai dan selamat.
Kemudian dijabarkan menjadi kata ‘ISLAM’ yang berarti kedamaian atau
keselamatan. Yang juga memiliki makna jawa Isya’, Shubuh, Luhur (Dhuhr), Ashr,
Maghrib. Ya, memeluk agama Islam adalah pilihan yang tepat bagi siapa saja. Agama
yang tidak hanya sekedar ritual tapi juga sebagai ideologi dalam bertindak dan
bermasyarakat. Agama yang tidak hanya dipeluk oleh golongan manusia tapi juga
jin dan makhluk lainnya. Golongan yang memiliki satu kesamaan yaitu percaya
bahwa Allah sebagai Tuhan yang menciptakan, mengatur dan memelihara kita semua.
Sahabat,
tidakkah kita ingat kapan pertama kali kita terjatuh? Tidakkah kita ingat kapan
pertama kali kita bangkit dari jatuh? Bukan, bukan saat belajar mengendarai
sepeda. Bahkan lebih jauh sebelum itu. Ya, ketika kita belajar merangkak juga
sebelum itu ketika kita belajar tengkurap. Sejak kecil kita telah belajar,
hingga kini kita pun masih belajar. Benar bila pepatah arab mengatakan carlahi
ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat.
Berjalan
misalnya, sahabat ingat tidak siapa yang meminta kita belajar berjalan? Siapa
yang mengajarkan kita berjalan? Orangtua kita kah? Tentu saja bukan. Jika
belajar dalam arti yang sesungguhnya tentu saja bukan orangtua kita yang
mengajarkan. Tidak mungkin kita mampu berjalan bila orangtua selalu menuntun
kita, justru sebenarnya merekalah yang membiarkan kita terjatuh.
Layaknya ikan
yang ketika terlahir sudah berada di perairan, atau burung yang terlahir sudah
harus berada di ketinggian penuh angin kencang, pun unta yang baru lahir telah
merasakan panasnya mentari, begitu pula dengan makhluk lain yang terlahir di
tempat bermulanya. Kita tentu juga mempunyai permulaan. Nabi Adam namanya. Di
dalam Al-Qur’an terdapat penggalan ayat menarik yang memberitahu kita bahwa
Allah-lah yang mengajarkan semua hal kepada kita. bukan orangtua juga bukan
orang-orang lainnya di sekitar kita. Ialah Allah yang membukakan pintu pikiran
kita agar ilmu-ilmu-Nya yang kita temui dapat sedikit demi sedikit masuk ke
dalam diri kita.
Surat Al-Baqoroh
ayat 31-33, menyebutkan: 31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar
orang-orang yang benar!" 32. mereka menjawab: "Maha suci Engkau,
tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana[35]." 33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada
mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka
Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu,
bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
[35] Sebenarnya terjemahan hakim
dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai
hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat,
guna dan faedahnya. di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap
arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
Ialah Allah,
Tuhan yang menciptakan, mengatur dan memelihara kita semua. Seandainya air laut
digunakan sebagai tinta untuk menuliskan ilmu-Nya tentulah tidak akan selesai
meski telah habis isinya. Itulah salah satu penggalan hadits Rosulullah yang
menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia atau makhluk lainnya bukan
semata-mata milik mereka. Namun, dibalik itu adalah Allah yang telah
mengajarkan dan memberikannya kepada kita. InsyaAllah sekian untuk hari ini,
bila ada salahnya saya mohon maaf karena berasal dari saya sendiri dan jika ada
benarnya itu adalah karunia dari Allah. Wassalam~
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar