Jumat, Juni 10, 2016

Setapak Cahaya: ALLAH YANG MENGAJARKAN



Sahabat, seperti yang kita ketahui bersama bahwa di dunia ini ada beragam suku bangsa, beraneka macam jenis ras, berbagai jenis makhluk hidup dan lain sebagainya. Namun semua hal itu tidak akan menjadi masalah apabila Islam adalah agama yang kita peluk bersama. Bahasa yang sama, ibadah yang sama, bahkan juga memiliki sapaan yang sama. Assalamu’alaikum, satu kalimat ajaib yang dapat menjadikan aku dan kamu seperti saudara jauh yang telah lama tidak bertemu ketika pertama kali kita dipertemukan. Iya, kamu hehe. Tetapi sungguh, hal itu banyak terjadi pada muslimin yang benar-benar ikhlas menjalani aturan Islam. Terutama bila kita melancong ke luar negeri. Berucap salam adalah kunci untuk berkenalan dengan muslim lainnya.
Salam. Seperti kata-kata lainnya, kata ini juga memiliki beberapa makna yaitu damai dan selamat. Kemudian dijabarkan menjadi kata ‘ISLAM’ yang berarti kedamaian atau keselamatan. Yang juga memiliki makna jawa Isya’, Shubuh, Luhur (Dhuhr), Ashr, Maghrib. Ya, memeluk agama Islam adalah pilihan yang tepat bagi siapa saja. Agama yang tidak hanya sekedar ritual tapi juga sebagai ideologi dalam bertindak dan bermasyarakat. Agama yang tidak hanya dipeluk oleh golongan manusia tapi juga jin dan makhluk lainnya. Golongan yang memiliki satu kesamaan yaitu percaya bahwa Allah sebagai Tuhan yang menciptakan, mengatur dan memelihara kita semua.
Sahabat, tidakkah kita ingat kapan pertama kali kita terjatuh? Tidakkah kita ingat kapan pertama kali kita bangkit dari jatuh? Bukan, bukan saat belajar mengendarai sepeda. Bahkan lebih jauh sebelum itu. Ya, ketika kita belajar merangkak juga sebelum itu ketika kita belajar tengkurap. Sejak kecil kita telah belajar, hingga kini kita pun masih belajar. Benar bila pepatah arab mengatakan carlahi ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat.
Berjalan misalnya, sahabat ingat tidak siapa yang meminta kita belajar berjalan? Siapa yang mengajarkan kita berjalan? Orangtua kita kah? Tentu saja bukan. Jika belajar dalam arti yang sesungguhnya tentu saja bukan orangtua kita yang mengajarkan. Tidak mungkin kita mampu berjalan bila orangtua selalu menuntun kita, justru sebenarnya merekalah yang membiarkan kita terjatuh.
Layaknya ikan yang ketika terlahir sudah berada di perairan, atau burung yang terlahir sudah harus berada di ketinggian penuh angin kencang, pun unta yang baru lahir telah merasakan panasnya mentari, begitu pula dengan makhluk lain yang terlahir di tempat bermulanya. Kita tentu juga mempunyai permulaan. Nabi Adam namanya. Di dalam Al-Qur’an terdapat penggalan ayat menarik yang memberitahu kita bahwa Allah-lah yang mengajarkan semua hal kepada kita. bukan orangtua juga bukan orang-orang lainnya di sekitar kita. Ialah Allah yang membukakan pintu pikiran kita agar ilmu-ilmu-Nya yang kita temui dapat sedikit demi sedikit masuk ke dalam diri kita.
Surat Al-Baqoroh ayat 31-33, menyebutkan: 31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" 32. mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]." 33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
[35] Sebenarnya terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
Ialah Allah, Tuhan yang menciptakan, mengatur dan memelihara kita semua. Seandainya air laut digunakan sebagai tinta untuk menuliskan ilmu-Nya tentulah tidak akan selesai meski telah habis isinya. Itulah salah satu penggalan hadits Rosulullah yang menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia atau makhluk lainnya bukan semata-mata milik mereka. Namun, dibalik itu adalah Allah yang telah mengajarkan dan memberikannya kepada kita. InsyaAllah sekian untuk hari ini, bila ada salahnya saya mohon maaf karena berasal dari saya sendiri dan jika ada benarnya itu adalah karunia dari Allah. Wassalam~

follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar