Bismillahirrohmanirrohim.
Sahabat, terlahir dari orang tua muslim bukanlah pilihan kita. Begitu pun bila
ada bayi yang dilahirkan oleh orang tua non muslim (bila tidak mau kita sebut
kafir) juga bukanlah pilihan dari sang bayi. Mari sejenak kita simak pembahasan
kita tahun lalu pada tulisan (Day 9) Semua Bayi Terlahir Suci. Telah
disampaikan di sana bahwasannya semua ruh yang akan ditiupkan ke dalam tubuh
bayi telah berjanji kepada Allah. Berkaitan dengan itu, saat ini kita akan
membahas keberlanjutan dari keislaman seseorang.
Beruntung kita
dibesarkan di Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk islam.
Tapi tahukah saudara-saudara sekalian alasan mengapa kita berislam? Mengapa
kita harus mengikuti orang tua kita untuk memeluk agama islam? Mengapa kita
diharuskan oleh orang tua kita untuk mengikuti agama-agama yang mereka anut?
Mengapa tidak ada tawaran kepada kita untuk memilih agama yang diri kita
sendiri yakin atasnya? Alasannya sederhana, karena orang-orang tua itu berharap
bahwa kita kelak akan menjadi penerus mereka. Tidak melulu mengenai agama,
bahkan tidak sedikit orang tua yang memaksakan semua kehendak mereka kepada
anaknya, dalam mengambil sekolah, jurusan sekolah, dan cita-cita misalnya. Hal
ini tidak selalu salah tapi juga tidak pasti benar karena bergantung kepada
prinsip dan keyakinan.
Prinsip dan
keyakinan merupakan salah satu makna dari keimanan. Iman yang berarti percaya. Terkait
hal ini ada beberapa kisah menarik yang menjadi sebab turunnya surat Al-Hujurot
ayat 17. Ath-Thabarani dengan sanad yang hasan dari ‘Abdullah bin Abi Aufa, Al
Bazzar dari Sa’id bin Jubair yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari al-Hasan menyebutkan ketika terjadi peristiwa fathu Makkah
sebagian bangsa arab berkata: “Wahai Rosulullah! Kami beriman dan tidak
memerangi tuan, akan tetapi suku yang lain memerangi tuan.” Hal ini melukiskan
sifat-sifat orang yang merasa berjasa karena masuk islam.
Riwayat lain
dari Ibnu Sa’d yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi mengemukakan
bahwa pada tahun ke-9 Hijriah ada sepuluh orang dari Bani Asad menghadap
Rosulullah SAW, diantaranya terdapat Thulaihah bin Khuwailid. Pada waktu itu
Rosulullah sedang berada di masjid bersama para sahabatnya. Berkatalah juru
bicara mereka: “Ya Rosulallah, kami percaya bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan
melainkan Allah Yang Maha Tunggal, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya
tuan adalah Hamba utusan-Nya. Kami datang menghadap tuan, walaupun tuan belum
pernah mengirim utusan kepada kami, dan kami bertanggungjawab atass orang-orang
yang ada di belakang kami.” Hal ini melukiskan orang-orang yang merasa berjasa
dan karenanya merasa berhak meminta balas jasa.
Riwayat lainnya
oleh Sa’id bin Manshur di dalam kitab Sunan-nya, yang bersumber dari Sa’id bin
Jubair menyatakan bahwa segolongan orang Arab dari Bani Asad menghadap Nabi SAW
sambal berkata: “Kami datang kepada tuan untuk masuk Islam. Kami tidak pernah
memerangi tuan.” Hal ini melukiskan adanya orang-orang yang menuntut balas jasa
karena merasa berjasa telah masuk Islam. Terjemahan dari ayat tersebut adalah
berikut:
17. mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan
keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat
kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat
kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang
yang benar."
Di dalam Tafsir
Jalalain disebutkan bahwa orang-orang yang merasa telah memberi nikmat dengan
keislaman mereka adalah orang-orang yang berislam tanpa melalui perang, berbeda
dengan orang-orang selain mereka yang masuk Islam setelah melalui peperangan
dan dikalahkan melalui peperangan terlebih dahulu. Dari beberapa penjelasan di
atas telah tampak bahwasannya keislaman kita sesungguhnya tidak memberikan efek
apa-apa terhadap Islam, Allah dan Rosul-Nya. Terlebih bila keislaman kita
hanyalah islam turunan atau yang lebih parah hanyalah islam KTP. Sama sekali
‘keimanan’ kita tidak membanggakan di mata Allah dan Rosul-Nya.
Namun, apabila
kita menilik lebih lanjut di dalam AlQur’an akan kita temukan bahwasannya hanya
ketaqwaanlah yang membedakan di antara manusia. Yang mana pada dasarnya tingkat
dari keislaman, keimanan dan ketaqwaan adalah hal yang berbeda di mata Allah.
Maka dari itu sahabat, dengan berislam saja kita tidak bisa merasa bahagia atau
menyombongkan diri karena sikap sombong adalah sifat mutlak yang hanya dimiliki
oleh Allah. Sesungguhnya yang kita perlukan adalah keimanan yang benar dan
ketaqwaan yang selalu meningkat setiap waktu serta ridho terhadap keputusan
Allah. Sehingga di akhirat nanti Allah dan Rosul-Nya akan ridho memberikan
syafaat kepada kita. Amin Ya Robbal ‘Alamin.. Wallahu A’lam bish-showab.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar