Rabu, Juni 01, 2016

Setapak Cahaya: KEIMANAN YANG BENAR



Bismillahirrohmanirrohim. Sahabat, terlahir dari orang tua muslim bukanlah pilihan kita. Begitu pun bila ada bayi yang dilahirkan oleh orang tua non muslim (bila tidak mau kita sebut kafir) juga bukanlah pilihan dari sang bayi. Mari sejenak kita simak pembahasan kita tahun lalu pada tulisan (Day 9) Semua Bayi Terlahir Suci. Telah disampaikan di sana bahwasannya semua ruh yang akan ditiupkan ke dalam tubuh bayi telah berjanji kepada Allah. Berkaitan dengan itu, saat ini kita akan membahas keberlanjutan dari keislaman seseorang.
Beruntung kita dibesarkan di Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk islam. Tapi tahukah saudara-saudara sekalian alasan mengapa kita berislam? Mengapa kita harus mengikuti orang tua kita untuk memeluk agama islam? Mengapa kita diharuskan oleh orang tua kita untuk mengikuti agama-agama yang mereka anut? Mengapa tidak ada tawaran kepada kita untuk memilih agama yang diri kita sendiri yakin atasnya? Alasannya sederhana, karena orang-orang tua itu berharap bahwa kita kelak akan menjadi penerus mereka. Tidak melulu mengenai agama, bahkan tidak sedikit orang tua yang memaksakan semua kehendak mereka kepada anaknya, dalam mengambil sekolah, jurusan sekolah, dan cita-cita misalnya. Hal ini tidak selalu salah tapi juga tidak pasti benar karena bergantung kepada prinsip dan keyakinan.
Prinsip dan keyakinan merupakan salah satu makna dari keimanan. Iman yang berarti percaya. Terkait hal ini ada beberapa kisah menarik yang menjadi sebab turunnya surat Al-Hujurot ayat 17. Ath-Thabarani dengan sanad yang hasan dari ‘Abdullah bin Abi Aufa, Al Bazzar dari Sa’id bin Jubair yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari al-Hasan menyebutkan ketika terjadi peristiwa fathu Makkah sebagian bangsa arab berkata: “Wahai Rosulullah! Kami beriman dan tidak memerangi tuan, akan tetapi suku yang lain memerangi tuan.” Hal ini melukiskan sifat-sifat orang yang merasa berjasa karena masuk islam.
Riwayat lain dari Ibnu Sa’d yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi mengemukakan bahwa pada tahun ke-9 Hijriah ada sepuluh orang dari Bani Asad menghadap Rosulullah SAW, diantaranya terdapat Thulaihah bin Khuwailid. Pada waktu itu Rosulullah sedang berada di masjid bersama para sahabatnya. Berkatalah juru bicara mereka: “Ya Rosulallah, kami percaya bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Tunggal, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya tuan adalah Hamba utusan-Nya. Kami datang menghadap tuan, walaupun tuan belum pernah mengirim utusan kepada kami, dan kami bertanggungjawab atass orang-orang yang ada di belakang kami.” Hal ini melukiskan orang-orang yang merasa berjasa dan karenanya merasa berhak meminta balas jasa.
Riwayat lainnya oleh Sa’id bin Manshur di dalam kitab Sunan-nya, yang bersumber dari Sa’id bin Jubair menyatakan bahwa segolongan orang Arab dari Bani Asad menghadap Nabi SAW sambal berkata: “Kami datang kepada tuan untuk masuk Islam. Kami tidak pernah memerangi tuan.” Hal ini melukiskan adanya orang-orang yang menuntut balas jasa karena merasa berjasa telah masuk Islam. Terjemahan dari ayat tersebut adalah berikut:
17. mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar."
Di dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa orang-orang yang merasa telah memberi nikmat dengan keislaman mereka adalah orang-orang yang berislam tanpa melalui perang, berbeda dengan orang-orang selain mereka yang masuk Islam setelah melalui peperangan dan dikalahkan melalui peperangan terlebih dahulu. Dari beberapa penjelasan di atas telah tampak bahwasannya keislaman kita sesungguhnya tidak memberikan efek apa-apa terhadap Islam, Allah dan Rosul-Nya. Terlebih bila keislaman kita hanyalah islam turunan atau yang lebih parah hanyalah islam KTP. Sama sekali ‘keimanan’ kita tidak membanggakan di mata Allah dan Rosul-Nya.
Namun, apabila kita menilik lebih lanjut di dalam AlQur’an akan kita temukan bahwasannya hanya ketaqwaanlah yang membedakan di antara manusia. Yang mana pada dasarnya tingkat dari keislaman, keimanan dan ketaqwaan adalah hal yang berbeda di mata Allah. Maka dari itu sahabat, dengan berislam saja kita tidak bisa merasa bahagia atau menyombongkan diri karena sikap sombong adalah sifat mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah. Sesungguhnya yang kita perlukan adalah keimanan yang benar dan ketaqwaan yang selalu meningkat setiap waktu serta ridho terhadap keputusan Allah. Sehingga di akhirat nanti Allah dan Rosul-Nya akan ridho memberikan syafaat kepada kita. Amin Ya Robbal ‘Alamin.. Wallahu A’lam bish-showab.


follow me @qhimahatthoyyib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar