Assalamu’alaikum
sahabat, rencananya ini menjadi tulisan terakhir bulan Romadhon 1437 H ini. Tapi semoga saja
saya tetap bisa membagikan apa yang saya tahu dan menurut saya layak untuk
dibagikan. Tidak ada kebaikan sedikit pun yang tidak dapat dibagikan bukan? Apa pun
yang sahabat juga ingin bagikan, silahkan saja. Asalkan itu sesuatu yang benar
dan diridhoi oleh Allah tidak akan menjadi masalah. Hari ini juga mungkin
tulisan tidak terlalu panjang. Intinya, umat muslim saat ini haus akan
persatuan. Mungkin kalimat itu yang bisa menjelaskan tema beberapa tulisan yang
saya bawakan. Beberapa kali juga hal ini mungkin sempat saya singgung di
tulisan-tulisan sebelumnya. Pada dasarnya, persudaraan umat muslim secara teori
mungkin mudah diucapkan tetapi pada kenyataannya kita masih harus banyak
belajar.
Berikut adalah
kisah yang mengharukan, beberapa kali sempat mendapat kisah yang sama dan kali
ini saya akan menuliskannya di sini:
Suatu hari, Umar
sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para
sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu. Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda.
Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.
Ketika sudah
berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata:
"Tegakkanlah
keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!"
"Qishashlah
pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini!".
Umar segera
bangkit dan berkata: "Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh
ayah mereka, wahai anak muda?"
Pemuda lusuh itu
menunduk sesal dan berkata:
"Benar,
wahai Amirul Mukminin."
"Ceritakanlah
kepada kami kejadiannya", tukas Umar.
Pemuda lusuh itu
kemudian memulai ceritanya:
"Aku datang
dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah
untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku
pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan dia (unta). Begitu kembali, aku
sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku,
rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki tua itu.
Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki tua
tadi). Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini."
"Wahai,
Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi
untuk itu.", sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.
"Tegakkanlah
had Allah atasnya!" timpal yang lain.
Umar tertegun
dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh. "Sesungguhnya yang kalian
tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena
khilaf kemarahan sesaat", ujarnya.
"Izinkan
aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat
(tebusan) atas kematian ayahmu", lanjut Umar.
"Maaf
Amirul Mukminin," sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala,
"Kami
sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas
dengan jiwa".
Umar semakin
bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya
amanah, jujur, dan bertanggung jawab. Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata: "Wahai
Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku
ridha dengan ketentuan Allah", ujarnya dengan tegas.
"Namun,
izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku
akan kembali untuk diqishash".
"Mana bisa
begitu?", ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.
"Nak, tak
punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?", tanya Umar.
"Sayangnya
tidak ada, Amirul Mukminin".
"Bagaimana
pendapatmu jika aku mati membawa hutang pertanggung jawaban kaumku
bersamaku?", pemuda lusuh balik bertanya kepada Umar.
"Baik, aku
akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu, agar kamu
kembali untuk menepati janji." kata Umar.
"Aku tidak
memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah penjaminku
wahai orang-orang beriman", rajuknya.
Tiba-tiba dari
belakang kerumunan terdengar suara lantang: "Jadikan aku penjaminnya,
wahai Amirul Mukminin". Ternyata Salman al-Farisi yang berkata. "Salman?"
hardik Umar marah. "Kau belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan
main-main dengan urusan ini".
"Perkenalanku
dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, yaa, Umar. Dan aku mempercayainya
sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang. Akhirnya dengan
berat hati, Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh. Pemuda
itu pun pergi mengurus urusannya.
Hari pertama
berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari
kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena
mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh. Hari ketiga pun
tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai
mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah S.A.W. yang paling
utama. Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul
untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mondar-mandir
menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena
keingkaran janji si pemuda lusuh.
Akhirnya tiba
waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan
menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat
seperti Salman akan dikorbankan. Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan
berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.
”Itu dia!”
teriak Umar.
“Dia datang
menepati janjinya!”. Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas
tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.
”Hh..hh..
maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah,
“Tak kukira...
urusan kaumku... menyita... banyak... waktu...”.
”Kupacu...
tungganganku... tanpa henti, hingga... ia sekarat di gurun... Terpaksa...
kutinggalkan... lalu aku berlari dari sana..”
”Demi Allah”,
ujar Umar menenanginya dan memberinya minum,
“Mengapa kau
susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.
”Aku kembali
agar jangan sampai ada yang mengatakan... di kalangan Muslimin... tak ada lagi
ksatria... menepati janji...” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.
Mata Umar
berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya: “Lalu kau, Salman, mengapa
mau- maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?" Kemudian Salman
menjawab: "Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada
lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”.
Hadirin mulai
banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu. ”Allahu Akbar!”, Tiba-tiba
kedua pemuda penggugat berteriak. “Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami
telah memaafkan saudara kami itu”. Semua orang tersentak kaget.
“Kalian...” ujar
Umar.
“Apa maksudnya
ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.
Kemudian dua pemuda
menjawab dengan membahana: ”Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin
tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.
”Allahu Akbar!”
teriak hadirin.
Pecahlah tangis
bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.
MasyaAllah..
saya bangga menjadi muslim bersama kita ksatria-ksatria muslim yang memuliakan
al islam dengan berbagi pesan nasehatnya untuk berada dijalan-Nya..
Allahuakbar!!!
Bagaimana? Kisah
yang mengharukan bukan? InsyaAllah semoga kita bisa menjadi bagian dari umat
muslim yang bisa mempercayai saudaranya. Tak perlulah kita mencari-cari siapa
orang yang bisa menjadi panutan dalam berbuat baik. Cukup jadikanlah diri kita
sendiri pionir untuk melakukan kebaikan meski kita melakukannya sendirian. Tapi,
surga terlalu luas untuk ditinggali seorang jomblo bukan? Hehehe. Mari kita
ajak saudara-saudara kita sesama muslim untuk terus menebarkan
kebaikan-kebaikan agama ini. Sampai jumpa lagi~ :)
Oh ya, untuk mengakhiri
tulisan ini mari kita lihat terjemah surat Al-Hujurot ayat 9-10 berikut: 9. dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap
yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut
kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang Berlaku adil. 10. orang-orang beriman itu Sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
follow me @qhimahatthoyyib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar